Saatnya semakin berfokus kepada konsumen dengan mengoptimalkan omnichannel di 2022.
Anda masih bertumpu pada panggilan telepon saja untuk melayani pelanggan? Atau hanya chat dan surel? Jika masih, Anda berarti kurang berorientasi kepada konsumen, meskipun konsumen Anda didominasi generasi baby boomers.
Ingat, bagaimana pun mereka adalah manusia dinamis dengan kemampuan belajar yang tetap eksis meski mungkin tidak sesigap generasi langgas dan generasi Z. Konsumen masa kini, terlepas dari segmentasi usia, menunjukkan keinginan personalisasi hubungan pelanggan yang semakin tinggi, ketersediaan kanal komunikasi di berbagai tempat khususnya untuk menyampaikan masalah, dan jika bisa tersedia 24 jam 7 hari dalam seminggu. Solusi yang dapat menjawab kebutuhan tersebut adalah kontak pelanggan omnichannel yang menyediakan perspektif 360 derajat perjalanan pelanggan.
Semisal Anda belum mengetahui omnichannel, secara simpel omnichannel adalah pusat kontak pelanggan yang menjadi bagian dari strategi pelayanan dan memungkinkan para pelanggan menghubungi perusahaan melalui metode komunikasi yang disukai. Omnichannel didesain untuk mengoptimalkan pengalaman pelanggan, terlepas dari metode komunikasi yang mereka pilih.
Saat kita sudah mengambil keputusan menjalankan kontak pelanggan omnichannel, berarti kita harus bersiap berinvestasi pada teknologi yang mungkin biayanya mahal di awal, tetapi hasilnya bisa menaikkan ekuitas jenama perusahaan dan produk secara signifikan. Investasi terhadap teknologi tersebut diperlukan untuk menambang data pelanggan sebanyak mungkin dan teknologi digital mampu mengatasinya.
Untuk tahap awal jika perusahaan belum memiliki kapabilitas menjalankan kontak pelanggan omnichannel berbasis teknologi secara internal, berdayakanlah pihak ketiga pegawai mumpuni dengan kemampuan menjalankan dan mengolah data digital konsumen dengan variasi matriks, antara lain panggilan konsumen tidak terjawab, waktu tunggu konsumen, analisis kosakata chat, hingga otomasi saat berkomunikasi dengan konsumen.
Berdasarkan data konsumen yang sudah tertambang dan teranalisis, perusahaan dapat meningkatkan pengalaman pelanggan secara positif. Sebagai contoh, perusahaan dapat mengetahui gaya komunikasi yang disukai pelanggan. Misal apakah mereka menyukai gaya komunikasi formal, kasual, berhati-hati, termasuk apakah mereka lebih menyukai panggilan telepon, surel, atau chat. Lalu, apa pun preferensi pelanggan yang sudah didapatkan, perusahaan dapat membuat data subsegmen-subsegmen pelanggan dengan tujuan personalisasi kontak pelanggan. Jadi, omnichannel yang dikembangkan dapat meningkatkan retensi pelanggan, transaksi berulang, hingga jumlah konsumen baru.
Keniscayaan tren omnichannel untuk meningkatkan pengalaman pelanggan
Penelitian dari PwC (2020) di Amerika Utara dan Eropa menunjukkan bahwa pertumbuhan omnichannel meningkat dari 20% menjadi lebih dari 80% pada tahun 2020. Menurut Forrester (2019), 63% pelanggan senang dilayani melalui obrolan, selama mereka memiliki opsi untuk meningkatkan percakapan ke agen hidup.
Obrolan Web semakin populer sebagai saluran dukungan karena instan, dapat diakses, dan nyaman bagi pelanggan. Jika digunakan secara efektif, Obrolan Web dapat menyerap sejumlah besar permintaan dukungan pelanggan yang sederhana. Forrester Research menyatakan Obrolan Web 17-30% lebih murah daripada panggilan telepon dengan waktu resolusi lebih cepat. Lalu, 2022 akan menjadi tahun promo mencorong untuk inisiatif Customer Experience (CX) digital seperti Obrolan Web, ketika perusahaan mulai mengevaluasi kembali dan menggandakan strategi omnichannel yang mereka terapkan selama dua tahun terakhir untuk menangani pertumbuhan eksplosif dalam volume interaksi pelanggan.
Tiga tren utama omnichannel 2022

Pertama, omnichannel semakin mengalahkan multikanal. Omnichannel dan multikanal sepintas terlihat sama, tetapi kenyataannya berbeda. Multikanal adalah tempat perusahaan dan jenama hadir di berbagai saluran seperti memiliki situs web, eksis di media sosial, surel, dan strategi push marketing. Kampanye pemasaran multikanal rutin dimulai dengan kampanye merek jenama tertentu yang menyebar ke seluruh saluran.
Tujuan utama pemasaran multikanal adalah menjangkau sebanyak mungkin orang menggunakan saluran sebanyak mungkin. Multikanal berpusat pada saluran — jadi pesan merek akan bergantung pada di mana mereka mempromosikan produk mereka. Dengan kata lain, multikanal kurang berorientasi pada pelanggan.
Di sisi lain, omnichannel adalah pelantar dan perangkat-agnostik yang terlepas dari saluran yang paling relevan atau efektif untuk menjangkau konsumen tertentu, pesan merek akan konsisten dan mulus. Misalnya, jika pelanggan mendapat push marketing di ponsel mereka, pesan tersebut sama dengan info yang mungkin mereka terima melalui surel, SMS, dan bahkan di dalam toko fisik. Jadi, setiap kali pelanggan menggunakan pelantar yang berbeda, mereka akan melihat pesan yang membangun perjalanan individu mereka dengan jenama tersebut.
Pemasaran omnichannel siap untuk mengalahkan pemasaran multikanal karena jauh lebih efektif dan gesit saat berkomunikasi dengan konsumen. Tren ini dengan sebenarnya bukanlah hal baru, tetapi kemungkinan akan lebih nyata dan penting pada tahun 2022.
Kedua, selain individu, komunitas turut menjadi fokus. Dalam konteks konsumen Amerika Serikat, Gallup (2020) melaporkan adanya peningkatan perasaan terisolasi dan keterputusan dari interaksi publik selama masa pembatasan sosial. Perasaan tersebut terutama melanda kelompok usia 18 hingga 34 tahun, yang berarti tren ini mungkin akan bertahan jauh melampaui tahun 2021 dan 2022, jika pembatasan sosial oleh pemerintah tetap menjadi opsi utama mengatasi pandemic C19. Temuan tersebut sebenarnya serupa dengan konsumen Asia, termasuk Indonesia, yang malah lebih komunal daripada Amerika Serikat.
Jadi, tidak mengejutkan jika selama masa pembatasan sosial, pelanggan akan mencari rasa kebersamaan dari merek favorit mereka. Perusahaan perlu melihat hal ini sebagai potensi meningkatkan pengalaman pelanggan dengan menciptakan rasa kebersamaan, antara lain melalui pendekatan omnichannel yang termasuk: Meminimalkan jarak, termasuk jarak logistik, antara bisnis dan konsumen dengan mengirimkan produk langsung dari gudang ke pembeli.
Secara ringkas, teknologi omnichannel dengan penekanan lebih besar pada komunitas adalah salah satu solusi yang layak untuk rasa terisolasi dan keterputusan pelanggan.
Ketiga, menerapkan data pelanggan secara luar jaringan (luring).
Merek yang direct-to-customer selalu memanfaatkan data dan hubungan pelanggan untuk keuntungan mereka. Menerapkan kerangka kerja tersebut ke saluran marketing lain akan menghasilkan peningkatan konversi, promosi yang lebih efektif, pengembangan produk yang lebih terinformasi, dan hubungan pelanggan yang lebih kuat. Setiap pelanggan selalu memiliki potensi lebih daripada batasan segmen usia, bahkan seorang konsumen dapat bernilai seumur hidup.
Memadukan pemasaran omnichannel dengan teknologi yang terus meningkat akan memudahkan untuk mengukur semua pelanggan dalam hal nilai seumur hidup. Apalagi pelanggan sendiri semakin omnichannel. Beberapa tahun yang lalu, sebuah studi Harvard Business Review (2017) menemukan bahwa 73% pelanggan menggunakan banyak saluran dalam perjalanan pembelian mereka. Dengan kata lain, realitas ini sudah ada. Menerapkan data pelanggan secara offline berarti mengakui fakta ini.
Pelanggan lebih suka hubungan kombinasi daring dan luring. Studi yang dipublikasikan Harvard Business Review (2017) telah menunjukkan bahwa sebanyak sembilan dari 10 pelanggan lebih menyukai pengalaman omnichannel.
Kebiasaan konsumen di dunia digital masih dapat berlaku di dunia luring. Kita semua akrab dengan fakta e-commerce bahwa pelanggan akan meneliti produk secara daring sebelum mengklik “Tambahkan ke Keranjang”. Namun semakin banyak pelanggan menerapkan logika yang sama untuk pengalaman luring mereka. Lima puluh sembilan persen pelanggan menggunakan Google untuk meneliti pembelian yang ingin mereka lakukan di dalam toko. Maka, adalah bijaksana bagi perusahaan untuk melacak dan memanfaatkan data di balik perilaku konsumen di berbagai saluran.
(Andika Priyandana)
Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Marketing edisi Maret 2022