Pandemi, terlepas dari segala isu negatif berkenaan dengan kesehatan, telah meroketkan adopsi OTT di Indonesia.

Pertama-tama perlu diketahui bahwa OTT yang dimaksud dalam artikel ini bukan Operasi Tangkap Tangan yang biasa dilakukan aparat berwenang. OTT dalam artikel ini adalah over-the-top atau biasa kita kenal sebagai layanan TV streaming. Layanan OTT memungkinkan konsumen untuk melakukan streaming konten video profesional melalui internet sesuai keinginan, dari perangkat apa saja termasuk Smart TV, komputer pribadi, atau perangkat seluler.
Selama masa pandemi hampir dua tahun terakhir, keberadaan layanan OTT sudah mengubah industri hiburan di Indonesia. Bahkan, konsumen Indonesia lebih cepat mengadopsi layanan TV streaming dibandingkan konsumen di negara lainnya. Ada lebih dari 66 juta penonton OTT di Indonesia yang rata-rata menyaksikan 3 miliar jam konten OTT setiap bulan. Hal menarik yang terjadi di Indonesia adalah sangat terbatasnya jumlah orang yang bersedia membayar untuk berlangganan platform OTT. Ini menjadi berita yang baik untuk para pengiklan karena berdasarkan penelitian The Trade Desk dan Kantar, 95% penonton OTT bersedia untuk menonton iklan demi menonton konten secara gratis. Dari jumlah tersebut, 9 dari 10 bersedia menerima dua atau lebih iklan per jam demi konten gratis — menjadikan konsumen Indonesia salah satu yang paling toleran terhadap iklan di Asia Tenggara.
Pendalaman over-the-top (OTT) di Indonesia
Pelantar OTT adalah solusi perangkat lunak yang memungkinkan perusahaan membangun, meluncurkan, dan mengelola layanan streaming video mereka. Pelantar ini memanfaatkan metode pengiriman video di mana siapa pun yang menggunakan perangkat yang terhubung ke internet (smart TV, laptop, tablet, smartphone, atau konsol game) dapat langsung melakukan streaming video melalui internet publik kapan saja, selama mereka memiliki langganan berbayar untuk mengakses layanan streaming jika diperlukan. Jika konsumen tidak memiliki langganan berbayar, OTT tersebut biasanya disertai iklan sebagai salah satu sumher pendapatan perusahaan.
Pelantar OTT telah membebaskan penonton modern dari jadwal siaran, membatasi katalog konten, dan melewatkan adegan penting karena diselingi berbagai hal tak terduga, misal tamu yang tiba-tiba dating, telepon mendadak dari bos, hingga tugas rumah tangga yang harus diselesaikan segera. Pemirsa sekarang dapat memilih apa yang mereka tonton dan kapan mereka menontonnya — keputusan yang biasanya diambil oleh penyiar di masa lalu. Perlu diketahui, pelantar Video-on-Demand (VOD) dan OTT tidak sama, meskipun biasanya tumpang tindih dan berjalan beriringan. Itulah mengapa orang terkadang mengacaukan istilah-istilah ini dan menggunakannya secara bergantian.
Berbasis data Comscore (Februari 2021), dua layanan OTT milik MNC Group berada dalam daftar OTT terpopuler di Indonesia, yaitu RCTI+ dan Vision+. RCTI+ meraup jumlah pengguna aktif sebanyak 19,81 juta monthly active user (MAU) pelanggan. Sedangkan, Vision+ memiliki jumlah MAU sebanyak 11,77 juta.
Selain RCTI+ dan Vision+, layanan OTT populer lainnya adalah Vidio.com, Netflix, Viu, dan Disney HotStar. Pelantar Vidio.com berhasil meraih 8,73 juta MAU pada Februari 2021. Sedangkan Netflix menawarkan berbagai acara TV pemenang penghargaan, film, anime, dan dokumenter yang terhubung ke internet sudah memiliki 2,65 juta MAU. Lalu, pelantar streaming drama Korea Selatan VIU yang menyediakan beberapa drama lama atau terbaru dengan terjemahan bahasa Indonesia ini memiliki 2,48 juta MAU. Terakhir, Disney HotStar memiliki jumlah MAU sebanyak 1,57 juta (Comscore, Februari 2021).
Menurut laporan yang diterbitkan oleh Allied Market Research (2020) berjudul, “Indonesia OTT Market by Component, Device Type, Content Type, Revenue Model, User Type, and Industry Vertical: Opportunity Analysis and Industry Forecast, 2020-2027,” ukuran pasar OTT Indonesia bernilai hingga $360,00 juta pada 2019, dan diproyeksikan mencapai $4,450,61 juta pada 2027.
Pertumbuhan Pasar OTT Indonesia didorong oleh faktor-faktor seperti peningkatan popularitas tagihan operator langsung di pasar over-the-top dan peningkatan langganan video over-the-top (SVoD) di Indonesia. Selain itu, biaya layanan OTT yang ekonomis dan kecepatan internet yang tinggi semakin mendorong pertumbuhan pasar. Kemudian, pergeseran fokus ke arah pembuatan konten lokal dan integrasi teknologi canggih seperti pembelajaran mesin (machine learning) dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) dalam layanan OTT diperkirakan akan menawarkan peluang yang menguntungkan bagi pasar.
Pada tahun 2019, pangsa pasar OTT Indonesia didominasi oleh segmen solusi dan diperkirakan akan mempertahankan tren ini selama periode perkiraan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya permintaan akan solusi over-the-top yang inovatif untuk berbagi media oleh konsumen. Penyedia layanan streaming over-the-top memungkinkan pengguna untuk langsung mengirimkan media di mana saja kapan saja. Namun, segmen layanan diharapkan untuk menyaksikan pertumbuhan tertinggi karena telah terjadi peningkatan adopsi layanan di antara pengguna akhir, karena mereka memastikan berfungsinya perangkat lunak dan platform secara efektif selama proses berlangsung. Selain itu, peningkatan adopsi perangkat lunak dan platform OTT diharapkan dapat meningkatkan permintaan untuk layanan ini.
Melaju ke estimasi 2027, ukuran pasar diproyeksikan meningkat lebih tinggi daripada estimasi pra-COVID-19. Wabah COVID-19 berdampak positif pada pertumbuhan pasar OTT di Indonesia karena permintaan layanan OTT yang terus meningkat. Permintaan ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan yang berkelanjutan dalam layanan komunikasi online. Selain itu, penggunaan pelantar hiburan daring meningkat pesat melalui game daring dan pelantar OTT. Misalnya, menurut survei oleh InMobi, pelantar pemasaran seluler, 46% pemirsa menonton lebih banyak konten daring. Selain itu, studi konsumen lain yang dilakukan oleh Hammerkopf menyatakan bahwa konsumsi jam tayang utama OTT dari jam 10 malam hingga 12 pagi telah pindah ke jam 7 malam dan seterusnya karena pandemi.
Secara ringkas sebagai penutup, OTT telah menjelma sebagai salah satu kanal marketing yang sangat potensial.
(Andika Priyandana).
Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Marketing edisi Januari 2022.