Menjaga kesetiaan pelanggan loyal memberikan manfaat jauh lebih tinggi daripada mencari konsumen baru. Apa saja yang perlu kita lakukan untuk mempertahankan loyalitas pelanggan?

Pelanggan loyal dapat dikategorikan secara bebas sebagai seseorang yang sudah melakukan transaksi dengan produk suatu perusahaan, bisa barang atau jasa, minimal dua kali. Penentuan transaksi minimal sebanyak dua kali adalah hal penting karena menunjukkan indikasi awal bahwa konsumen tersebut puas dengan layanan yang sudah diberikan, bisa dari sisi kualitas, harga, diskon, dlsb, sehingga memutuskan untuk membeli produk kedua kalinya.
Saat pelanggan loyal berhasil kita peroleh, banyak biaya yang hilang dan/atau berkurang. Biaya-biaya yang hilang dan/atau berkurang khususnya adalah biaya akuisisi konsumen. Biaya tersebut dapat diturunkan lagi menjadi biaya kampanye awareness, knowledge, liking, preference, dan conviction. Dalam lima tahapan kampanye tersebut, calon konsumen sudah terpapar produk kita hingga akhirnya teryakinkan untuk membeli (purchase) produk kita.
Saat seorang konsumen memutuskan membeli dan mengonsumsi produk kita, dia sedang melakukan validasi apakah produk yang dia konsumsi benar-benar memenuhi ekspektasi dan sepadan dengan biaya yang sudah dikeluarkan. Jika ternyata memenuhi harapan dan belum ada produk lain yang mampu menyamai atau bahkan melebihi, konsumen tersebut akan memutuskan kembali mengonsumsi produk tersebut atau minimal melakukan getok tular positif kepada calon konsumen lainnya.
Berarti, mempertahankan pelanggan loyal adalah usaha fokus menutup jarak antara purchase dan re-purchase. Kita harus bisa menutup lubang antara pembelian pertama dan pembelian kedua atau pembelian kembali. Berarti, kita harus menjadikan “loyalitas pelanggan” sebagai salah satu tujuan utama pemasaran.
Menciptakan dan mempertahankan loyalitas pelanggan
Penciptaan loyalitas adalah salah satu fungsi pemasaran dalam keseharian berinteraksi dengan calon konsumen, konsumen yang baru sekali bertransaksi, dan konsumen yang sudah melakukan transaksi berulang. Semata berfokus hanya pada akuisisi konsumen adalah tindakan berbiaya tinggi, rabun pendek, dan jauh dari sikap mangkus serta sangkil.
Agar kita bisa menciptakan loyalitas pelanggan dan mempertahankannya, ada empat prinsip pemasaran yang harus kita pegang.
Pertama, pahami profil konsumen Anda. Lebih jauh lagi, pahami profil konsumen Anda lebih dari sekedar geografi, demografi, psikografi, dan perilaku. Ketahui seperti apa subsegmen konsumen Anda yang memiliki potensi atau jika berbasis data, sudah melakukan transaksi minimal dua kali. Saat Anda fokus kepada konsumen yang sudah melakukan transaksi minimal dua kali, coba cari tahu apa yang menyebabkan mereka melakukannya.
Sebagai contoh, jika Anda berbisnis kuliner, coba ketahui apakah konsumen melakukan transaksi berulang karena rasa masakan, harga makanan jika dibandingkan dengan produk kompetitor, paduan bahan baku tertentu, atau ada hal lainnya? Saat Anda sudah mengetahui hal tersebut, misal ternyata penyebab konsumen menjadi loyal karena rasa masakan, berarti Anda harus mempertahankan koki Anda sebaik mungkin. Sembari mempertahankan koki Anda, pastikan pengetahuannya mulai dari pemilihan bahan mentah, bahan baku, proses memasak, hingga detail-detail terkecil dapat diduplikasi kepada koki-koki yang lain.
Contoh lainnya jika Anda memiliki bisnis pelantar loka pasar, coba ketahui apa penyebab konsumen melakukan transaksi berulang. Apakah karena diskon, barang-barang tertentu yang ada di loka pasar, gratis ongkos kirim, atau hal lainnya. Setelah Anda mengetahuinya melalui riset konsumen, terapkan pengetahuan tersebut untuk mempertahankan loyalitas konsumen.
Kedua, pahami produk Anda. Pemahaman produk menjadi prinsip kedua karena tujuan utama bisnis adalah memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi konsumen. Jadi, bukan menciptakan produk dulu lalu mencari siapa konsumennya.
Pada prinsip pertama sudah disampaikan jika kita harus hal-hal apa saja yang membuat pelanggan memutuskan membeli produk kita minimal dua kali. Melalui pengetahuan tersebut, kita mencoba menjaga kualitas dan bahkan meningkatkan kualitas produk kita.
Pemahaman produk juga berarti memahami kekuatan inti dan kekuatan pelengkap. Kekuatan inti produk adalah hal-hal yang membuat produk terwujud. Untuk memudahkan pemahaman, kita dapat melihatnya melalui perspektif biaya tetap. Ambil contoh institusi pendidikan yang memiliki komponen biaya tetap berupa guru/dosen dan ruang kelas beserta segala perabotannya. Apakah kelas tersebut hanya berisi satu murid atau kapasitas maksimal kelas terpenuhi, besaran biaya tetap berupa gaji guru dan biaya pengadaan serta pemeliharaan ruang kelas tetap sama. Maka, jagalah kualitas kekuatan inti yang dimiliki perusahaan agar konsumen tetap lekat, dekat, dan semakin terpikat dengan produk.
Sedangkan kekuatan pelengkap produk adalah hal-hal yang semakin memudahkan kekuatan inti menjalin dan memperlancar hubungan dengan konsumen. Sebagai contoh adalah kelengkapan fasilitas pembayaran, kelengkapan fasilitas pendukung, dan faktor-faktor lainnya yang dibutuhkan konsumen kita agar merasa nyaman dan aman saat mengonsumsi “kekuatan inti”.
Tentu saja kekuatan pelengkap produk tetap harus menyesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Sebagai contoh, jika konsumen kita terbiasa dengan perilaku pembayaran menggunakan uang elektronik A & B, kartu kredit, dan kartu debit, maka pastikan kita menyediakan fasilitas pembayaran dengan uang elektronik A & B, kartu kredit, dan kartu debit. Contoh lainnya jika pelanggan kita menyukai ruangan tertutup berpendingin udara dan bersantap dengan perabotan dari kayu, maka sediakan fasilitas tersebut kepada pelanggan kita.
Ketiga, pahami karakter perusahaan. Menciptakan dan mempertahankan pelanggan loyal sama dengan usaha menciptakan hubungan jangka panjang. Jangka panjang tersebut dapat dikonkritkan dengan rentang waktu demografi konsumen yang kita pilih. Sebagai contoh, jika segmentasi umur yang kita pilih adalah usia 20 s.d. 40 tahun, berarti kita harus memikirkan strategi dan taktik agar hubungan dengan pelanggan dapat terjaga hingga 20 tahun.
Berarti, kita tidak dapat menjalin hubungan dengan konsumen yang sifatnya transaksional seperti sekedar menunggu pelanggan memberi uang, lalu kita memberikan produk yang mereka inginkan. Jika perusahaan tidak dapat menjalin hubungan yang lebih dalam dan emosional dengan pelanggan, cepat atau lambat para pelanggan akan menemukan alasan untuk meninggalkan produk kita.
Maka, tunjukkan kepada para pelanggan bahwa perusahaan yang kita kelola berkarakter. Tunjukkan persona merek yang positif kepada para pelanggan. Mereka bersedia menjadi pelanggan, tentunya mereka menginginkan imbal balik setimpal lebih dari sekedar produk. Mereka bersedia berbagi masalah, kisah, dan hal-hal lain yang bisa jadi sifatnya personal untuk perusahaan, maka perusahaan juga perlu berbagi kisah dengan mereka.
Sebagai contoh, ceritakan bagaimana sejarah perusahaan, siapa pendirinya, bagaimana perusahaan berusaha menjaga kualitas SDM, siapa pegawai terbaik bulan ini, dll. Bangun kisah perusahaan agar berkesan dan lekat dalam benak pelanggan.
Keempat, minta masukan pelanggan. Minta pelanggan memberi masukan. Minta mereka memberi masukan, termasuk hal-hal di luar produk inti. Seperti yang sudah disampaikan pada prinsip sebelumnya, minta mereka memberi masukan misal pada kelengkapan fasilitas transaksi pembayaran, kemudahan komunikasi dengan perwakilan perusahaan, dll.
Seperti halnya kita berusaha memahami kenapa seorang konsumen bersedia menjadi pelanggan, kita juga perlu mengetahui kenapa seorang konsumen atau pelanggan memutuskan meninggalkan produk kita. Maka, sediakan kanal-kanal untuk meminta masukan dari pelanggan, mulai dari kanal di kertas cetak hingga media sosial. Jika perlu, berikan insentif kepada para konsumen dan/atau pelanggan agar mereka mau memberikan masukan, misal produk gratis atau cashback.
(Andika Priyandana)
Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Marketing edisi Oktober 2021.