Ketika Digital Marketing Semakin Penting

Bagaimana mengetahui jika digital marketing semakin penting? Lantas, bagaimana cara memahaminya?

Indonesian Mobile Phone Users – pic source qzdotcom

Sekitar 2011, atau sepuluh tahun lalu, pemasaran digital masih dipandang sebelah mata. Pemasaran yang menggunakan mediasi internet cenderung dianaktirikan meski media sosial seperti Facebook dan Twitter sudah memiliki popularitas tinggi di Indonesia. Perusahaan-perusahan besar dan konvensional seperti perbankan, FMCG, atau properti masih memandang sebelah mata digital marketing dan dapat terlihat dari anggaran yang dialokasikan. Dari total anggaran pemasaran, sangat mungkin pada tahun-tahun tersebut, anggaran untuk digital marketing tidak mencapai lima persen, bahkan sangat mungkin ada yang hanya satu persen.

Tahun demi tahun berjalan dan digital marketing mulai dianggap penting, namun kurva pembelajaran masih sangat lambat jika dibandingkan dengan sesama negara Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Kurva pembelajaran berjalan lambat antara lain karena para pihak internal perusahaan yang menjadi pengambil keputusan masih kesulitan memahami apa itu digital marketing, dan mungkin karena faktor usia senior, menimbulkan hambatan untuk belajar digital marketing secara mandiri.

Tahun 2020 tiba dan secara mendadak, semua pihak harus belajar digital marketing. Belajar digital marketing yang berkesan wajib antara lain memahami cara penggunaan media sosial untuk beriklan hingga berkomunikasi melalui aplikasi rapat daring jika diperlukan saat berkomunikasi dengan konsumen. Bagi yang tidak belajar atau menolak belajar, bisa dipastikan omzet perusahaan bakal terjun bebas meski konsumen sebenarnya masih menyukai produk perusahaan.

Lingkungan makro digital marketing, lalu mikro

Agar kita memahami kenapa digital marketing semakin penting di tahun 2021 dan kenapa omzet perusahaan bisa terjun bebas meski konsumen masih menyukainya, kita perlu kemampuan melihat lingkungan digital marketing secara makro dan mikro. Gambaran tersebut dapat kita lihat antara lain dalam ilustrasi yang sudah dibuat Chaffey (2015). Secara garis besar, Chaffey membagi lingkungan digital marketing menjadi lingkungan makro dan lingkungan mikro. Faktor-faktor dalam lingkungan makro adalah faktor-faktor yang berpengaruh tidak langsung kepada perusahaan. Sedangkan faktor-faktor dalam lingkungan mikro adalah faktor-faktor yang berpengaruh langsung kepada perusahaan. Sesuai gambaran dalam ilustrasi, faktor lingkungan makro terdiri dari internasional, masyarakat, negara, dan teknologi. Sedangkan faktor lingkungan mikro adalah pemasok, pesaing, perantara, konsumen, dan perusahaan itu sendiri.

Sumber: Chaffey et al., Digital Marketing Strategy, Implementation and Practice, 5th Edition Pearson Education Ltd 2013

Lingkungan makro, internasional. Konteks pandemi sekitar 1,5 tahun terakhir membuat Indonesia harus mengikuti berbagai aturan dan prosedur kesehatan yang berlaku internasional. Masing-masing negara mengucilkan diri demi menghambat laju pandemi. Indonesia meski membuka pintu seluas-luasnya bagi pelancong di awal pandemi, bagaikan menggantang asap karena banyak negara melarang warganya bepergian ke luar negeri dengan berbagai aturan legal.

Tak ayal, ekonomi terdampak dengan segera dan berbagai bentuk kegiatan ekonomi yang mengedepankan tatap muka dan kunjungan pelanggan ke toko atau titik-titik keramaian melambat dengan segera. Bagi perusahaan-perusahaan seperti agen travel daring dan luring, bisa dipastikan mereka mendapatkan pukulan sangat keras karena omzet anjlok lebih dari 90 persen.

Kebiasaan lain yang berkenaan dengan pembentukan budaya baru pun muncul, yaitu menjaga jarak, menggunakan masker, dan mengutamakan tinggal di dalam rumah. Intinya, mobilitas sangat ditahan dan hal ini berlaku internasional.

Kata kunci dari faktor internasional adalah mobilitas yang diperlambat. Saat mobilitas diperlambat, konsumen tetap memerlukan piranti sebagai media hiburan dan komunikasi. Jika dulu ada telepon kabel, televisi, radio, dan koran. Saat ini semua jawabannya bisa dikerjakan hanya dengan mediasi internet. Karena sangat dominan, jika bukan semua, konsumen terhubung dan banyak menghabiskan waktu di internet, memahami digital marketing menjadi kewajiban.

Lingkungan makro, masyarakat. Opini publik, batasan moral, dan etika yang muncul secara dominan dalam 1,5 tahun terakhir saat berkenaan dengan pandemi. Kita sangat mudah membaca berita kematian setiap hari, bahkan dalam level RT/RW di berbagai wilayah di Indonesia mengenai kematian. Kematian tersebut sangat mungkin juga dialami oleh salah satu anggota keluarga kita.

Opini publik mengenai pandemi menjadi sangat buruk, namun di saat sama, ekonomi harus terus berjalan. Pemberlakuan lockdown secara sangat ketat hanya cocok jika suatu negara masuk kategori kaya, ekonomi berorientasi produksi, punya kekuatan tegas condong otoriter untuk mengatur warga negara hingga skala mikro, dan punya anggaran menghidupi warga negara dalam jangka panjang. Jangka panjang dalam konteks ini tidak sekedar satu atau dua bulan, tetapi hingga satu tahun, dua tahun, bahkan mungkin lebih. Ringkasnya, Indonesia tidak bisa menjalankan strategi lockdown.

Kata kunci yang lekat dengan faktor masyarakat adalah mobilitas yang diperlambat. Mau tidak mau, digital marketing kembali menunjukkan urgensi agar dipahami oleh perusahaan dan para marketer sebaik mungkin.

Lingkungan makro, negara. Indonesia adalah bagian dari komunitas internasional. Secara otomatis, Indonesia sebagai negara juga memiliki faktor ekonomi, legal, dan kultural dalam konteks digital marketing. Akibat pandemi, muncul berbagai peraturan baru, peraturan darurat, maupun peraturan turunan yang menguatkan peraturan sebelumnya dengan tujuan melambatkan laju pandemi.

Semisal dalam konteks ekonomi dan legal, dengan tujuan ekonomi tidak mati suri, muncul aturan-aturan seperti kewajiban menjaga jarak saat antri, larangan makan di dalam restoran dan hanya dipersilahkan untuk bawa pulang, duduk harus berselang-seling, serta dorongan transaksi elektronik yang diterapkan secara ketat. Secara otomatis, terbentuk faktor budaya baru sebagai bentuk penyesuaian terhadap faktor ekonomi dan legal, misal transaksi elektronik yang semakin jamak.

Kembali, kata kunci yang berkaitan dengan faktor masyarakat adalah mobilitas yang diperlambat. Sekali lagi, digital marketing semakin menguat dan semakin didukung oleh negara.

Lingkungan makro, teknologi. Teknologi internet menunjukkan pengaruh sangat kuat, khususnya piranti yang memudahkan penggunanya dalam mobilitas meski terbatas. Sebagai contoh adalah penggunaan media sosial yang jika sepuluh tahun lalu masih didominasi dengan akses melalui komputer desktop, sekarang akses media sosial sangat didominasi melalui piranti bergerak seperti telepon pintar. Faktor tren penggunaan telepon pintar untuk mengakses dunia internet jelas tak terhindarkan.

Karena perputaran ilmu pengetahuan, termasuk internet, yang semakin cepat, faktor inovasi pun terpupuk semakin baik. Berbagai produk baru hasil inovasi yang memakai mediasi internet muncul semakin sering. Salah satu yang saat ini biasa digunakan adalah Zoom dan Google Meeting. Segmentasi produk pun semakin tajam dan semakin mengerucut dengan contoh populer adalah Tiktok.

Semua hal tersebut dapat dinikmati cukup dengan diam di dalam rumah, yang berarti mendukung  mobilitas yang diperlambat. Jika ada perusahaan, khususnya dengan segmen ritel, yang menolak memahami digital marketing sama saja dengan mencari mati.

Lingkungan mikro yang terdiri dari pemasok, pesaing, perantara, konsumen, dan perusahaan itu sendiri. Sudah banyak tulisan yang membahas urgensi digital marketing dalam konteks lingkungan mikro. Maka, para pembaca dapat mengakses kembali tulisan-tulisan tersebut untuk mengetahui pentingnya pemahaman digital marketing pada masing-masing faktor. Maka pertanyaan yang saat ini perlu diajukan adalah, seberapa besar anggaran yang Anda alokasikan untuk digital marketing mulai dari pendidikan hingga eksekusi? Besaran anggaran tersebut turut menggambarkan besaran niat Anda.

(Andika Priyandana)

Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Marketing edisi September 2021

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s