Melaju pasca pandemi COVID-19 dengan tetap berorientasi pada pelanggan. Bagaimana prosesnya?

Selama hampir 24 bulan terakhir, banyak perusahaan sudah meredefinisi strategi dan taktik berhubungan dengan pelanggan. Ada yang melakukannya dengan perencanaan matang, ada pula yang dadakan karena dipaksa keadaan pandemi. Paksaan tersebut utamanya karena peraturan pemerintah dan perubahan perilaku konsumen. Maka konsumen lintas usia, bahkan warga senior yang tidak terbiasa dengan teknologi internet, harus membiasakan diri dengan teknologi digital.
Tak ayal, sejak 2020, konsumen dan pelanggan, khususnya yang belum terbiasa dengan dunia digital, secara dominan menginginkan pengalaman terpersonalisasi saat mereka saling berpindah antara saluran digital dan fisik. Pada saat sama, ada pula golongan pelanggan yang sudah memahami risiko dunia digital menjadi semakin berhati-hati bagaimana data mereka diambil dan digunakan. Mengetahui kondisi tersebut, perusahaan dan marketer harus berusaha keras menemukan perpaduan tepat antara sumber daya yang tersedia dan teknologi untuk meningkatkan kreativitas dan kemampuan analisis pelanggan demi menemukan eksekusi teroptimal antara produk dan pasar.
Deloitte, yang telah mengetahui hal tersebut, per 19 Oktober 2021 mengeluarkan laporan penelitian bertajuk “2022 Global Marketing Trends” yang mengeksplorasi tujuh tren yang dapat membantu para pemimpin bisnis menavigasi lingkungan yang semakin kompleks dan melayani pelanggan, karyawan, dan pemangku kepentingan lainnya dengan lebih baik. Laporan Deloitte tersebut didasarkan pada survei terhadap 11.500 konsumen dan lebih dari 1.000 eksekutif global, termasuk CMO, CEO, CIO, CFO, COO, Chief Human Resource Officer, dan Chief Legal Officer.
Penelitian Deloitte mengungkapkan bahwa jenama dengan pertumbuhan tertinggi (jenama dengan pertumbuhan pendapatan tahunan 10% atau lebih tinggi) secara komprehensif menangani seluruh pengalaman pelanggan—mulai dari mengaktifkan tujuan perusahaan hingga merombak strategi data pelanggan. Tindakan tersebut membutuhkan kolaborasi di semua fungsi organisasi, yang mana para pemimpin bekerja sama untuk menciptakan keterlibatan 360 derajat yang mencakup sumber daya manusia, data, dan pengalaman.
Berikut adalah ringkasan laporan Deloitte mengenai tujuh tema yang dibahas dalam “2022 Global Marketing Trends”:
Pertama, tujuan sebagai patokan pertumbuhan. Banyak merek mengevaluasi kembali mengapa mereka ada di pasar dan bagaimana mereka membuat dampak lebih dari sekedar keuntungan, misal mendukung pencapaian emisi nol bersih atau menciptakan dunia yang lebih adil. Evaluasi tersebut penting karena meski harga dan kualitas masih berada di antara tiga pertimbangan pembelian teratas bagi sebagian besar konsumen, pertimbangan pembelian terkait tujuan perusahaan menjadi lebih penting.
Misalnya, jika ada merek-merek yang menyatakan komitmen untuk mengatasi ketidakadilan sosial, atau ada merek lainnya yang menyatakan privasi data pelanggan adalah pertimbangan krusial perusahaan dalam melayani konsumen, probabilitas pelanggan lebih setia kepada merek tersebut menjadi lebih tinggi. Dengan setia pada tujuan mereka, baik dalam konteks keadilan sosial, privasi data, atau isu lainnya, saat berinteraksi dengan pelanggan, perusahaan dapat menjadi lebih kompetitif dan memiliki diferensiasi atau nilai tambah konsumen.
Kedua, pemasaran inklusif yang otentik. Karena populasi pelanggan yang beragam berdasarkan sosial ekonomi, jenis kelamin, lokasi, umur, dst, merek harus secara otentik mencerminkan berbagai latar belakang dan pengalaman pelanggan dalam pesan-pesan yang dibuat untuk terhubung secara efektif dengan konsumen.
Ketiga, membangun mesin kreatif yang efektif. Ketika data menjadi lebih penting untuk membangun fondasi strategi pelanggan, marketer semakin membutuhkan individu dengan keterampilan analitis. Sebuah survei terhadap 556 CMO global menemukan bahwa keahlian analitis lebih sering disebut sebagai keterampilan utama daripada keahlian kreatif hampir di setiap industri. Saat perusahaan menyatukan ilmuwan data, ahli strategi, pemrogram, dan materi iklan, untuk mengembangkan inisiatif pemasaran berbasis data, kolaborasi dapat menjadi kunci untuk membangun mesin kreatif yang efektif.
Pemasar harus merancang struktur tim yang lebih gesit dan memikirkan kembali hubungan eksternal—seperti hubungan dengan mitra agensi—untuk menangkap wawasan pelanggan yang paling penting dan menjangkau konsumen pada saat yang penting.
Keempat, bertemu pelanggan di dunia tanpa cookie. Kekhawatiran privasi konsumen baru-baru ini, misal dalam konteks kebocoran data hingga skala jutaan akun konsumen yang beberapa kali terjadi di Indonesia, menyebabkan peraturan dan keputusan privasi yang lebih ketat oleh beberapa perusahaan teknologi besar untuk menghentikan dukungan mereka terhadap cookie pihak ketiga, yang melacak aktivitas pengguna saat mereka menjelajahi internet.
Karena mereka mengurangi ketergantungan mereka pada cookie pihak ketiga, banyak perusahaan meningkatkan penggunaan data pihak pertama untuk mengirimkan iklan yang relevan kepada konsumen. Merek dengan pertumbuhan tinggi memimpin dalam perubahan ini: Enam puluh satu persen beralih ke strategi data pihak pertama, dibandingkan dengan hanya 40 persen perusahaan dengan pertumbuhan negatif. Infrastruktur teknologi—seperti platform data pelanggan yang komprehensif—peningkatan penggunaan analitik, dan hubungan yang lebih dalam dengan mitra ekosistem, dapat membantu pelanggan terlibat dengan pelanggan di dunia tanpa cookie.
Kelima, merancang pengalaman data yang mengutamakan manusia. Teknologi cerdas seperti geotracking dan perangkat pendengar dapat membantu marketer memberikan pengalaman yang terpersonalisasi kepada konsumen, tetapi mereka juga dapat mengikis kepercayaan ketika konsumen melihatnya sebagai gangguan. Bagaimana CMO dan kepala petugas keamanan informasi dapat bekerja sama untuk menggunakan data dengan tepat? Mereka dapat memulai dengan memahami transaksi mana yang menurut konsumen berguna.
Misalnya, 68% responden menganggap notifikasi tentang barang obral adalah bermanfaat, sementara 11% menganggapnya mengganggu. Lalu, hanya 26% yang mengatakan iklan berdasarkan perangkat pendengar sangat membantu, dan 53% menganggapnya mengganggu. Merek dapat membangun kepercayaan dengan konsumen dengan menunjukkan transparansi pengambilan dan penggunaan data, menunjukkan nilai, dan memberikan pilihan kepada pengguna tentang data mereka yang boleh diolah dan dianalisis.
Keenam, meningkatkan pengalaman hybrid. Pandemi mempercepat peralihan dari saluran fisik ke digital ketika perusahaan mencari cara baru untuk terlibat dengan pelanggan dan karyawan selama masa pembatasan (mis: PPKM Mikro)—dari kunjungan telehealth dan belanja daring, hingga kerja jarak jauh dan pembelajaran jarak jauh. Sekarang, karena semakin banyak bisnis dibuka kembali, banyak merek ditantang untuk menciptakan pengalaman hibrida yang mengintegrasikan dunia fisik dan digital secara optimal.
Tiga perempat eksekutif global yang disurvei mengatakan mereka akan berinvestasi lebih banyak dalam menciptakan pengalaman hybrid selama 12 bulan ke depan, dengan tujuan meningkatkan personalisasi (43%), koneksi pelanggan (40%), dan pengalaman inklusif (38%). Bagaimana mereka bisa mencapai ini? Para pemimpin dapat memulai dengan menerapkan prinsip-prinsip dari desain yang berpusat pada manusia—memperluas pilihan konsumen, mengintegrasikan umpan balik, dan berinvestasi dalam infrastruktur teknologi.
Ketujuh, mengakselerasi layanan pelanggan dengan kecerdasan buatan. Banyak merek menggunakan kecerdasan buatan untuk membantu memprediksi perilaku pelanggan dan menyampaikan pesan pemasaran yang lebih personal dan kreatif. Tetapi meskipun kecerdasan buatan dapat membantu memastikan bahwa penawaran yang tepat menjangkau konsumen di titik kontak mana pun sepanjang perjalanan mereka, seringkali hal itu tidak cukup dalam menciptakan pengalaman pelanggan yang dinamis.
Misalnya, chatbot loka pasar yang tidak dapat menghubungkan pelanggan ke manusia riil secara langsung dapat menyampaikan bahwa perusahaan memprioritaskan penghematan biaya daripada bantuan. Mempekerjakan agen layanan pelanggan dan mengintegrasikan kecerdasan buatan ke dalam bagian penting dari pengalaman pelanggan—mulai dari menghasilkan penawaran yang tepat waktu hingga menyediakan perwakilan layanan dengan informasi yang relevan—dapat membantu merek memberikan solusi pelanggan yang holistik.
Andika Priyandana, disadur dari laporan Deloitte “2022 Global Marketing Trends”
CatatanL Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Marketing edisi Februari 2022.