Dampak pandemi masih terasa sehingga kita tidak bisa sembarangan menapak 2021. Mari berhati-hati dan perhatikan faktor eksternal, misal efek UU Ciptaker melalui penuturan anggota DPR 2019 – 2024, Muhammad Farhan.
Jika kita melihat dalam jangka panjang, khususnya sejak era 1970an, Indonesia mengalami pelemahan pertumbuhan PDB secara gradual. Sekitar 1976 – 1981, Indonesia mengalami rerata pertumbuhan delapan persen. Sekitar 1989 – 1996, rerata pertumbuhan PDB turun ke angka tujuh persen. Tahun 2005 – 2012, rerata pertumbuhan PDB kembali turun ke angka enam persen. Per 2014 – 2019, rerata pertumbuhan PDB turun ke lima persen (Sumber: BPS, data diolah).
Sepanjang masa puluhan tahun tersebut, masalah klasik menghantui, antara lain kemudahan berusaha; sejumlah praktik yang memberatkan kegiatan usaha; peraturan yang ruwet dan tumpang tindih; pusat dan daerah yang tidak sinkron; dan perizinan terlalu banyak. Namun Indonesia tetap mampu bertumbuh, meski melambat dalam kurun waktu puluhan tahun, karena topangan komoditas seperti minyak bumi, batu bara, dan minyak kelapa sawit yang memiliki permintaan global tinggi.
Namun efek samping karena adanya kecenderungan pembiaran masalah klasik tetap terasa dan dapat terlihat antar lain dari fluktuasi ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Sebagai contoh pasca kejatuhan Orde Lama pada pertengahan 1960an, ekonomi Indonesia pernah jatuh pada pertengahan 1970an karena krisis Pertamina. Pertengahan 1980an, ekonomi Indonesia kembali jatuh karena krisis minyak bumi. Pada 1998, ekonomi Indonesia terperosok lebih dalam lagi karena krisis ekonomi global yang disusul kejatuhan Orde Baru. Terakhir per 2020, Indonesia mengalami resesi akibat pandemi COVID-19.

UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang baru saja disahkan DPR dan kemudian ditandatangani Presiden Joko Widodo, terlepas dari segala kontroversinya yang sudah sangat banyak dibahas di berbagai media dan oleh berbagai pihak, digadang-gadang mampu turut membantu memperbaiki perekonomian Indonesia dengan turut mengatasi berbagai masalah klasik yang sudah disebutkan sebelumnya sekaligus mengatasi masalah-masalah baru yang berhubungan dengan kemajuan teknologi.
Berarti dari sudut pandang pengusaha dan marketer, kita wajib memahami bagaimana potensi efek UU Ciptaker kepada bisnis yang kita jalankan, termasuk bagaimana kita merencanakan dan menerapkan strategi sekaligus taktik marketing di 2021. Untuk mencapai pemahaman tersebut, penulis mewawancarai per surel Muhammad Farhan, anggota DPR 2019 – 2024 dari Fraksi Nasdem yang turut terlibat dalam pengerjaan RUU Ciptaker hingga disahkan menjadi UU.
Anggota DPR bicara UU Ciptaker
Majalah Marketing (MM): Indonesia resmi memasuki resesi. Sehubungan dengan pernyataan Menko Perekonomian Airlangga bahwa Indonesia sedang memasuki masa pemulihan, bagaimana pendapat Anda mengenai peran UU Ciptaker dalam proses pemulihan ini?
Muhammad Farhan (MF): Di masa pandemi, perekonomian seluruh dunia sedang melesu, begitu pun Indonesia. Banyak masyarakat yang terpaksa harus diPHK massal. Maka, salah satu upaya pemulihan ekonomi nasional dapat terwujud melalui UU Cipta Kerja. Mengapa demikian? Dengan UU ini, Indonesia telah memberikan sinyal kepada investor dengan menjadi lebih negara yang lebih terbuka untuk berinvestasi. Sehingga, dengan masuknya para investor, akan ada banyak lapangan kerja yang tercipta (pengentasan pengangguran) dan membantu Indonesia dalam memerangi kemiskinan serta menghindari middle-income trap di tahun 2045. Karena, mau tidak mau atau suka tidak suka, pemerintah Indonesia membutuhkan investor untuk membangun negeri ini. UU Ciptaker diharapkan dapat membantu pemerintah untuk segera memutar kembali roda perekonomian yang sempat “lumpuh”. Akan tetapi dengan catatan, implementasi UU Ciptaker ini harus konsisten dan dilaksanakan dengan benar agar pertumbuhan ekonomi nasional kita meningkat dan berkelanjutan.
MM: Dalam konteks pemulihan ekonomi, apa hal-hal yang sebelumnya tidak bisa dilakukan menjadi bisa dilakukan karena keberadaan UU Ciptaker?
MF: Adanya kemudahan peraturan bagi pebisnis UKM dan UMKM. UMKM telah menjadi salah satu penopang roda perekomian nasional, regulasi yang sudah ada sebelumnya dirasa terlalu mempersulit dan belum mencakup kepentingan pebisnis di level ini. Dari regulasi yang berkelit hingga praktik pungli menjadi keluhan utama. Dengan UU Ciptaker ini, para pebisnis diberikan kemudahan untuk mendaftarkan usahanya termasuk untuk mendaftarkan sertifikasi halal, kemudahan mendaftarkan HAKI dan membentuk PT, yang kalau biasanya PT harus lebih dari satu orang, sekarang satu orang pun bisa ajukan PT perseorangan tanpa harus menggunakan akta (tidak perlu menyewa jasa notaris dan biayanya menjadi murah). Dengan adanya UU Ciptaker, maka para pebisnis akan diberikan sebuah proteksi dan payung hukum serta adanya peluang penguatan UMKM di Indonesia, terutama dalam kegiatan UMK —> regulasi yang cepat dan mudah.
MM: Bagaimana peran UU Ciptaker untuk memasarkan tujuan-tujuan investasi di Indonesia?
MF: Peran UU Ciptaker dapat menjadi magnet atau daya tarik bagi para investor baik asing/dalam negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Kenapa? UU Ciptaker menawarkan adanya kepastian iklim investasi dengan memangkas regulasi yang sebelumnya berkelit dan tumpang tindih antara pusat dan daerah. Dengan adanya harmonisasi regulasi, izin bisnis menjadi lebih mudah (tapi tidak membuat investor menjadi abai dengan kewajiban mereka, AMDAL tetap ada. Khususnya untuk jenis usaha risiko tinggi). Selain itu, Indonesia juga memiliki daya tarik dari sisi jumlah pasar domestik dan proporsi penduduk yang berusia produktif. Sebelumnya, alasan utama mengapa banyak perusahaan yang “mangkir” dari Indonesia dikarenakan regulasi yang terlalu rumit dan “tertutup” (tidak welcome) bagi investor, dengan UU Ciptaker maka momentum relokasi pabrik dari China bisa menjadi kesempatan yang dapat kita manfaatkan agar menjadi bagian dari global supply chain (harus dilihat untuk jangka panjang).
MM: Bagaimana peran UU Ciptaker memulihkan kembali lapangan kerja setelah gelombang PHK selama pandemi COVID-19?
MF: Berkaitan dengan pertanyaan ketiga, kita tahu investasi berkaitan erat dengan lapangan pekerjaan. Maka, setidaknya dengan UU Ciptaker ini ada hembusan “angin segar” untuk para investor. Kalau para pebisnis tertarik buka pabrik di sini, otomatis akan tertampung dan menjawab mengenai isu jumlah pengangguran yang ada. Walaupun dengan catatan proses pemulihan ini akan membutuhkan waktu, tapi setidaknya UU Ciptaker memberikan opsi atau pilihan kesempatan bagi perbaikan dan peningkatan pasar investasi kita dengan mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya. Selain itu, ini jadi momen peralihan pekerja kita yang asalnya didominasi di sektor informal jadi formal, maka dari itu investor yang diincar lebih kepada investasi padat karya dibandingkan padat modal.
MM: Bagaimana peran UU Ciptaker memulihkan kembali konsumsi rumah tangga? Khususnya produk-produk sekunder dan tersier?
MF: Investasi – Lapangan Pekerjaan – Konsumsi Masyarakat adalah tiga hal yang saling berkaitan erat satu sama lain. Saat ini pengangguran di Indonesia terus bertambah yaitu berjumlah sekitar 10 juta orang (data dari Bappenas, per Agustus 2020), sehingga daya beli masyarakat kita rendah. Lalu, apa UU Ciptaker bisa memulihkan kembali daya beli masyarakat kita? Secara optimis, tentu UU Ciptaker bisa meningkatkan kembali daya beli dan mendorong peningkatan konsumsi, asalkan sudah tercipta kembali lapangan pekerjaan yang stabil (terciptanya produktivitas). Dikutip dari CNN, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengklaim sebanyak 153 perusahaan atau investor siap masuk ke Indonesia pada 2021 usai Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) disahkan. Kedatangan investor tersebut dipastikan akan mengerek jumlah investasi dan lapangan kerja dalam negeri.
MM: UU Ciptaker selalu digadang-gadang sebagai UU yang menjamin keramahan dan kemudahan berbisnis. Bagaimana bentuk implementasi UU Ciptaker bagi para pebisnis yang sudah memiliki serta menjalankan usaha dan orang-orang yang ingin mulai berbisnis?
MF: Untuk implementasi, pihak pemerintah harus mengawasi secara ketat dan diharapkan bagi para pebisnis baik lama maupun baru harus bisa memenuhi hak karyawan dan patuh kepada regulasi yang telah disepakati.
(Andika Priyandana)
Catatan: Versi tersunting artikel ini telah terbit di Majalah Marketing edisi Desember 2020.