Apakah perusahaan Anda ingin melakukan transformasi digital secara signifikan? Ketahui dahulu hal-hal berikut.
Bisnis digital memiliki berbagai macam makna yang selalu bergeser. Dalam konteks akhir dekade 1990 dan awal 2000, bisnis digital berkaitan erat dengan teknologi internet. Jadi, transformasi menuju bisnis digital dapat didefinisikan sebagai transformasi proses kunci-kunci bisnis yang paling utama melalui penggunaan teknologi internet (IBM, tanpa tanggal).
Jadi, transformasi menuju bisnis digital dapat dimaknai sebagai perubahan fundamental kunci-kunci bisnis dari rantai kinerja tradisional menuju rantai kinerja baru, dinamis, dan menghargai jejaring sebagai bagian dari disrupsi digital. Transformasi ini melibatkan integrasi, otomasi, dan perpanjangan proses baik di dalam maupun di luar perusahaan. Dengan kata lain, proses ini melibatkan lebih banyak kemitraan sebagai bagian dari desentralisasi dalam bentuk memberikan lebih banyak kepercayaan kepada pegawai dalam mengelola informasi; mengalihdayakan kerja-kerja tertentu kepada mitra strategis dan pemangku kepentingan lainnya; serta lebih melibatkan konsumen dalam menjalankan perusahaan.
Rantai kinerja tradisional, dalam bentuk rantai pasok tradisional, dimulai dengan pembelian bahan mentah dan bahan baku yang kemudian diteruskan ke bagian produksi barang dan jasa, distribusi produk-produk tersebut, marketing, penjualan, dan layanan purna jual. Rantai kinerja baru melakukan restrukturisasi urutan tersebut sehingga konsumen, distributor, dan mitra kerja lebih terlibat dalam proses sehingga bisnis yang berjalan menjadi lebih fleksibel, lebih cepat bergerak, berorientasi konsumen yang saling terikat dengan jejaring mitra daring.
Dalam konteks tahun 2021, menciptakan bisnis digital masih menawarkan kesempatan emas untuk menganalisis dan memperbaiki keseluruhan bisnis Anda – yaitu operasional, proses, dan prosedur kinerja termasuk para mitra strategis – yang berarti kesempatan terbuka untuk merekayasa ulang perusahaan. Riset oleh Smart Insights (Chaffey, 2016) telah menginvestigasi tantangan-tantangan mengelola digital marketing di berbagai bidang:
- Perencanaan. Sekitar 47 persen dari bisnis yang disurvei tidak memiliki rencana atau strategi digital, meski mereka aktif dalam digital marketing. Sedangkan sekitar 44 persen tidak memiliki rencana marketing yang linear dengan optimasi teknologi internet.
- Kapabilitas organisasi. Sekitar 37 persen bisnis memiliki proses perbaikan performa yang terdefinisi dengan baik dengan 40 persen di antaranya telah melakukan adaptasi pada struktur.
- Integrasi kanal digital menuju marketing. Kurang dari 17 persen perusahaan merasa bahagia dengan tingkatan integrasi digital marketing dan kanal komunikasi tradisional yang sudah dilakukan. Halangan-halangan integrasi adalah:
- Kurangnya strategi dan rencana terintegrasi (28 persen),
- Tim terstruktur di dalam kepompong (21 persen),
- Kurangnya kemampuan melakukan komunikasi terintegrasi 17 persen).
- Transformasi digital. Sebanyak 32 persen perusahaan aktif dalam program transformasi digital.
Memandang signifikansi digital marketing, institusi-institusi besar telah memperkenalkan program-program transformasi digital untuk membantu mengelola tantangan-tantangan tersebut. Pendekatan terseebut telah banyak didiskusikan oleh banyak perusahaan konsultan manajemen, misal MIT Center for Digital Business dan Capgemini Consulting (2011) dan Altimeter (Solis, 2014) yang merangkum faktor-faktor penentu keberhasilan dan tantangan dalam transformasi digital.

Mungkin salah satu dampak terbesar internet adalah berhasil memaksa banyak bisnis berpikir ulang semua “ide dan persepsi yang diglorifikasi”. Membangun bisnis digital membantu manajer mengadopsi apa yang disebut pemeluk Buddha Zen sebagai “pikiran pemula”. Jadi, bagaimana sebenarnya bisnis digital? Dalam konteks simplifikasi radikal, kerangka kerja bisnis digital dapat dibagi menjadi bagian-bagian yang melakukan buy-side, in-side, dan sell-side. Tiga bagian tersebut memiliki peran signifikan untuk mencapai performa optimal bisnis digital.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pembagian menjadi buy-side, in-side, dan sell-side dilakukan dalam konteks simplifikasi agar memudahkan penjelasan. Di lapangan, masing-masing perusahaan memiliki titik berat berbeda-beda. Sebagai contoh, perusahaan perdagangan daring memiliki titik berat pada sell-side.

Perusahaan perdagangan daring rutin dipersepsikan sebagai institusi yang terlibat dalam aktivitas jual beli melalui internet. Amazon adalah contoh perusahaan yang terasosiasi sangat kuat dengan perdagangan daring. Realitasnya, perdagangan daring melibatkan lebih dari sekedar transaksi jual beli antara perusahaan dan konsumen dengan perantaraan internet. Perdagangan daring dapat didefinisikan sebagai semua transaksi antara perusahaan dengan konsumen serta para pemangku kepentingan lainnya yang dimediasi internet. Dengan definisi ini, transaksi non-finansial seperti pertanyaan-pertanyaan yang diajukan calon konsumen mengenai suatu produk dan dimediasi internet dapat dianggap sebagai bagian dari perdagangan daring.
Kalakota dan Whinston (1997) merujuk berbagai perspektif berbeda mengenai perdagangan daring yang masih valid hingga hari ini:
- Perspektif komunikasi – penyampaian informasi, produk atau jasa atau pembayaran dengan perantara elektronik.
- Perspektif proses bisnis – penerapan teknologi menuju otomasi transaksi bisnis dan alur kerja.
- Perspektif jasa – memungkinkan pemotongan biaya yang di saat sama meningkatkan kecepatan dan kualitas penyampaian jasa.
- Perspektif (transaksi) daring – jual beli produk dan informasi secara daring.
Bisnis digital buy-side
Sisi beli (buy-side) berbentuk B2B (Business-to-Business) – membeli bahan mentah atau bahan baku, yang di dalamnya termasuk pemesanan, barang masuk, dan pergudangan. Pada proses ini, bagian bisnis di luar ranah daring digunakan untuk membuka beberapa aspek bisnis (data dan aplikasi) ke sekumpulan audiens yang terdiri dari para pemasok terseleksi dengan tujuan:
- Perdagangan lebih cepat dan lebih mudah dengan pemasok, pabrik, dan/atau distributor,
- Kolaborasi dengan pemasok, pabrik, dan/atau distributor sehingga mereka berpindah dari “berdiri sendiri menjadi saling tergantung”, berbagi data untuk memperbaiki efisiensi operasional dan akhirnya kepuasan pelanggan.
Penurunan biaya kerja dicapai melalui sistem efisien yang memungkinkan pengantaran tepat waktu, yang berarti mengurangi tumpukan modal kerja tidak terpakai. Proses ini adalah contoh “perpanjangan perusahaan” yang mana mitra pemasok dan distributor bekerja bersama secara lebih dekat. Pada proses ini, manajemen rantai pasok rutin digunakan.
Bisnis digital in-side
Sisi in-side biasa dikenal sebagai B2E (Business-to-Employee) yang melibatkan proses dan komunikasi internal. Contohnya adalah proses produksi, manajemen, dan operasional. Pada proses ini, intranet memberdayakan pegawai dengan membuka akses ke penerapan dan informasi kunci. Setiap bagian dari proses internal ini dapat dialihdayakan. Sistem B2E yang optimal sangat vital bagi tim inti yang ingin melaju cepat dengan kapasitas perahu terbatas. Dari sudut pandang marketing, alat-alat kolaborasi intranet seperti Slack, Basecamp, dan Yammer yang digunakan untuk berbagi pengetahuan dan merespon opini konsumen adalah contoh inovasi keren.
Bisnis digital sell-side
Sisi sell-side melibatkan proses dan aplikasi yang membantu kita menjual kepada sekaligus melayani konsumen, baik secara langsung atau melalui perantara. Aplikasi CRM (Customer Relationship Management) dan manajemen rantai penjualan biasa dipakai. Pada sisi ini, extranet atau Virtual Private Network (VPN) menyediakan penggunaan eksklusif untuk mitra perantara strategis seperti distributor dan akun-akun kunci atau konsumen terdaftar. Extranet dapat digunakan untuk:
- Menjual kepada konsumen secara langsung atau tidak langsung melalui perantara
- Berpindah dari penjualan musiman daring ke hubungan loyal seumur hidup
- Melayani dan mengelola hubungan pelanggan secara lebih baik
- Berbicara kepada konsumen secara personal dan membuat tawaran individual yang diambil dari database
(Andika Priyandana; disadur dari buku Digital Marketing Excellence Edisi 5 karya Dave Chaffey dan PR Smith).
Catatan: Versi tersunting artikel ini telah terbit di Majalah Marketing edisi Desember 2020.