Webinar semakin sering, menonton daring semakin rutin, kuliah via internet jadi kebiasaan, dan masih banyak lagi bukti-bukti bahwa digital marketing bakal lebih penting pasca pandemi covid-19.
Sepanjang yang penulis ketahui, belum ada data-data resmi yang sudah dikeluarkan loka pasar dan pelantar belanja daring lainnya di Indonesia. Namun ada kemungkinan besar bahwa mereka merasakan imbas positif akibat pandemic COVID-19 yang sudah menyebar ke seluruh dunia sehingga mengubah perilaku konsumen dan perilaku industri.
Sebagaimana yang sudah kita ketahui, pandemic COVID-19 sudah menimbulkan banyak PHK akibat bisnis banyak yang tutup sementara, bahkan bangkrut. Bisnis yang mengalami kemandegan usaha umumnya bisnis bersifat luring yang sangat mengandalkan kunjungan dan interaksi langsung dengan konsumen sebagai arus pendapatan. Akibatnya di saat sama, perputaran uang melambat sehingga konsumen harus semakin mengencangkan ikat pinggang. Pengetatatan semakin terasa saat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Maka dengan berbagai keadaan tersebut, seharusnya digital marketing mendapatkan potensi urun daya lebih besar. Namun agar lebih jelas, mari kita pelajari hal-hal berikut:
Kanal luring semakin tidak relevan

Salah satu keluhan yang selama bertahun-tahun rutin disuarakan para praktisi dan profesional digital marketing di Indonesia adalah merasa dianaktirikan dalam hal anggaran pemasaran. Alokasi anggaran pemasaran perusahaan rutin digelontorkan secara sangat signifikan ke baliho luar ruang, kegiatan lapangan, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat memakan biaya hingga puluhan miliar rupiah. Namun jika kita jujur dengan tren umum, konversi ke penjualan terlihat semakin mengecil. Alasannya karena konsumen masa kini semakin mengurangi kegiatan tatap muka dengan perwakilan perusahaan yang mana signifikansinya semakin besar saat pandemi.
Contoh di Indonesia adalah pelarangan konser-konser untuk Pilkada 2020. Lalu semakin banyak konser musik yang diadakan secara virtual atau jika tetap ada, jumlah pengunjung sangat dibatasi dan diberlakukan protokol COVID-19 dengan ketat. Berbagai temu muka dengan konsumen pun semakin rutin dilakukan melalui Zoom dan video luring lainnya.
Semua hal tersebut terjadi dalam hitungan bulan, bahkan minggu sejak kasus pertama COVID-19 terkonfirmasi di Indonesia. Akibatnya, promosi dengan mediasi kanal luring semakin tidak relevan sehingga meski anggaran pemasaran dibuat jauh lebih ketat, sangat besar kemungkinan alokasi lebih utama ke kanal digital.
Semakin banyak audiens menjajal daring

Dulu banyak audiens yang ogah-ogahan menjajal daring. Jikalau mau, paling mentok bermain medsos dan bukan untuk berinteraksi dengan perusahaan. Kini banyak dari mereka dipaksa dan terpaksa menjajal daring. Jika nekad luring, mereka malah meningkatkan potensi terkena COVID-19. Tak ayal, kerja dari rumah semakin normal. Diam di rumah dari pagi sampai pagi lagi semakin jadi kebiasaan, bahkan di akhir minggu. Dalam waktu yang sama, mata semakin rutin menatap layar komputer yang bisa berbentuk laptop dan/atau ponsel pintar.
Dalam konteks pendidikan, anak-anak mulai dari taman bermain hingga kampus bernasib sama seperti para senior. Pada zona oranye bahkan merah, membuka sekolah adalah kegiatan terlarang oleh pemerintah daerah. Sekolah daring pun dilakukan. Jika orang tua ogah menjalankan sekolah daring, apalagi biaya tetap sama dengan sekolah biasa, homeschool menjadi pilihan. Bagi yang sudah mengetahui, homeschool adalah kegiatan sekolah di rumah yang mendayagunakan internet sebagai salah satu media belajar.
Berarti, semakin banyak orang baik tua dan muda menjadi lebih aktif dengan piranti keras terkoneksi internet. Mereka menggunakan piranti keras tersebut untuk mengakses media sosial, melihat video daring, mengunduh bahan-bahan pendidikan, menelusuri informasi, dan masih banyak lagi. Berarti, bisnis semakin memiliki banyak kesempatan mendapatkan perhatian konsumen melalui kanal digital.
Bagaimana cara bisnis mengkapitalisasi kanal digital
Pengetahuan awal yang wajib dimiliki marketer sebelum mengkapitalisasi kanal digital adalah memahami profil dan perilaku segmen konsumen yang dituju. Saat memahami segmen konsumen yang dipilih, mulai dari geografi, demografi, psikografi, hingga perilaku, perusahaan mungkin bisa menemukan hal-hal mengejutkan bahwa digital marketing tidak melulu berkorelasi dengan Google Ads atau Instagram Ads. Alasan singkatnya karena segmen konsumen yang dipilih jarang atau tidak menggunakan kanal-kanal tersebut.
Beda segmen konsumen, bisa berbeda kanal, yang berarti bisa memberikan manfaat bagi perusahaan agar tidak sekedar ikut arus populer digital marketing tanpa memahami maknanya. Lagipula tujuan akhir yang ingin diraih perusahaan adalah menjadikan merek yang mereka kelola ada di puncak pikiran segmen terpilih. Berikut beberapa contoh media –media digital yang mungkin dapat menjadi sarana kita melakukan digital marketing:
Situs penelusur. Google adalah situs penelusur yang paling banyak digunakan di Indonesia. Ada kemungkinan sangat besar jika segmen konsumen yang kita pilih menggunakan Google. Jika mereka memang menggunakan, berarti kita harus memiliki pengetahuan menggunakan Google Ads. Kolaborasikan penggunaan Google Ads dengan Google Trends agar kita mengetahui tren permintaan kata kunci-kata kunci tertentu berbasis wilayah.
Saat berseluncur di dashboard Google Ads, kita bisa memilih audiens yang kita tuju berbasis lokasi, tren penelusuran bulanan hingga beberapa tahun ke belakang, termasuk kata kunci-kata kunci yang digunakan situs pesaing. Lengkapi juga pengetahuan kita dengan Search Engine Optimization (SEO) dan praktikkan tidak sekedar di iklan Google, tetapi juga di situs kita agar selaras dan mudah dicari oleh konsumen kita. Terakhir, perhatikan biaya per klik dan evaluasi kata kunci yang sudah dipilih secara rutin karena meski sama-sama melaksanakan digital marketing, setiap perusahaan dalam industri sama dapat memiliki rumus berbeda untuk berkomunikasi dengan konsumen.
Media sosial. Facebook dan Instagram adalah dua media sosial paling populer di Indonesia. Secara umum, Facebook dicap sebagai media sosial orang tua dan setengah tua, yaitu generasi langgas, generasi X, dan baby boomers. Sedangkan Instagram dianggap media sosial untuk generasi Z dan yang lebih muda. Sebenarnya, data pun menyatakan demikian terlepas dari berbagai istilah tersebut. Kemudian, antara Facebook dan Instagram terlihat berbeda dalam hal tampilan untuk konsumen sehingga cara promosi pun perlu berbeda.
Karena media sosial lebih bersifat push marketing daripada pull marketing seperti situs penelusur, anggaran promosi media sosial sebaiknya tidak terlalu boros. Lagipula, audiens jauh lebih sering menghabiskan waktu di media sosial dan bukan di situs penelusur. Maka, usahakan agar segmen konsumen yang kita pilih menghabiskan waktu secara rutin di akun kita melalui konten-konten menarik dan sesuai kebutuhan serta keinginan mereka. Jika produk Anda adalah produk bumbu masakan, tampilkan video dan resep masakan yang menggunakan produk bumbu Anda. Jika Anda adalah seorang penyanyi, tampilkan video saat Anda menyanyi acapella atau video-video lama Anda.
Webinar. Sebelum pandemi, mungkin banyak orang menyatakan belum pernah mengikuti webinar. Namun saat pandemi, sangat banyak orang merasakan pengalaman pertama mengikuti webinar. Webinar sangat berguna jika bisnis Anda adalah tipe Business to Business (B2B). Contoh bisnis lainnya yang memerlukan keberadaan webinar adalah bisnis pendidikan.
Saat ini, Zoom sedang meraih popularitas luar biasa di Indonesia untuk keperluan webinar dan berbagai temu daring. Penggunaannya termasuk mudah, termasuk bagi para audiens yang sudah sibuk dalam keseharian. Dengan keadaan terkini, sudah terprediksi jika signifikasi webinar sebagai salah satu kanal digital marketing akan terus meningkat.
Pentingnya mempertahankan model marketing baru pasca pandemic COVID-19
Pasca pandemi, bisnis dapat semakin mengkapitalisasi kampanye digital marketing yang berfokus pada meningkatkan keterikatan dengan konsumen setelah pada masa pandemi, perusahaan berusaha seoptimal mungkin meningkatkan sorotan merek. Bangun loyalitas konsumen yang bukan sekedar jangka pendek, tetapi juga untuk jangka menengah dan panjang. Untuk mencapai tujuan tersebut, pengelolaan kanal-kanal digital marketing menjadi keharusan.
Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Marketing edisi November 2020