Manusia bisa menjalin ikatan batin dengan hewan peliharaan, begitu pula sebaliknya. Atas dasar ikatan batin tersebut, manusia bersedia memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan demi menjaga kelanggengan ikatan batin tersebut.
“Saya sangat menyayangi Chicco seperti anak sendiri. Sejak pertama kali melihatnya 13 tahun yang lalu, saya sudah jatuh cinta kepadanya. Melihat tingkah lakunya yang lucu, kadang bandel, kadang bikin bete, namun lebih sering membahagiakan hati dan menghilangkan stres. Saya beberapa kali tidur bersamanya, memeluknya, dan Chicco memeluk balik saya. Namun Chicco kini sudah meninggal. Saya…,” ucap Sudrajat yang kemudian tidak dapat menahan tangisnya.
Bagi Anda yang ingin mengetahui, Chicco adalah anjing Doberman yang dipelihara Sudrajat dan mati karena tua pada usia 13 tahun. Melalui penyampaian kenangan sepenuh hati, meski terbata-bata dan terisak, Sudrajat tampak sangat mencintai Chicco. Setelah cukup tenang, Sudrajat melanjutkan penyampaiannya, “Kini Chicco sudah tenang di sana. Saya kini juga sudah memiliki Chicco Junior yang saya cintai dan rawat sepenuh hati seperti Chicco senior.”
Kisah Sudrajat dengan Chicco Senior dan Chicco Junior bukan kasus tunggal di Indonesia. Ada pula kisah Ria dengan Cemong dan keluarga. Ria berkisah, “Ada Cemong, Belang, Cyber, dan keluarga sangat membantu saya meredakan stres dan cemas. Menemui mereka di rumah, lalu membelai mereka, membuat hati saya lebih tenang. Mood saya juga lebih baik kala sedih atau merasa depresi saat bermain bersama Cemong dan lainnya.” Cemong dan keluarga adalah kucing-kucing yang dipelihara Ria di rumahnya.
Memahami segmen pecinta hewan di Indonesia
Memiliki hewan peliharaan bukan hal mudah. Biaya jutaan rupiah per hewan per bulan dapat habis demi memenuhi kebutuhan hewan, atau lebih tepatnya keinginan sang pemilik. Namun uang yang habis untuk makan, salon, dokter, dan perawatan lainnya bisa jadi bukan masalah bagi sang pemilik. Alasannya, kebahagiaan hewan peliharaan adalah kebahagiaan sang pemilik.
Dari perspektif bisnis, pemenuhan kebutuhan hewan peliharaan dan pemenuhan keinginan pemilik hewan peliharaan adalah pasar yang sangat potensial untuk dilayani. Hal ini dapat terlihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus melaju, meski lima tahun terakhir melambat, yang memicu kelahiran komunitas-komunitas pecinta hewan peliharaan sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat, antara lain SES menengah.
Berdasarkan data komunitas pecinta hewan (2016), Indonesia memiliki pangsa pasar hewan peliharaan dengan rasio 15,6% ke total pasar di Asia Tenggara. Lalu, pertumbuhan hewan peliharaan diprediksi mencapai 7,1% hingga 2020. Dari pemaparan ringkas tersebut sudah terlihat adanya kebutuhan layanan profesional, misal makanan hewan peliharaan, dokter hewan, perawatan hewan, dan masih banyak lagi. Berbicara spesifik mengenai pangsa pasar makanan hewan, per 2016 produk internasional masih menguasai pasar hingga 95% dan produk lokal hanya 5%. Angka ini dapat dilihat sebagai hambatan, sekaligus tantangan, memperbesar pasar untuk produk lokal.
Memahami pasar diawali dengan mengetahui dan memahami kebutuhan segmen pasar yang dilayani sebaik mungkin. Sebagai contoh pangsa pasar yang dilayani adalah:
- pemilik anjing (khususnya ras),
- pria dan wanita, berasal dari kelas menengah dan menengah atas,
- serta tinggal di wilayah Jabodetabek.
Untuk mengetahui sebaran kepemilikan anjing di wilayah Jabodetabek, data Yayasan Pencinta Satwa Jakarta (2016) dapat menjadi awal yang sangat baik. Melalui sebaran data ini, kita memiliki gambaran awal jika ingin mengetahui pola distribusi kebutuhan makanan hewan peliharaan atau ingin mengetahui lokasi tepat untuk membuka layanan kesehatan hingga jasa penitipan hewan peliharaan.
Langkah tersebut perlu dilakukan karena hingga saat ini, pemerintah belum membuat payung hukum yang memunculkan legalitas mengikat antara pemilik dan hewan peliharaan. Padahal dengan adanya legalitas mengikat, misal dalam bentuk identifikasi hewan peliharaan dengan pemiliknya (dapat kita asosiasikan dengan kepemilikan kendaraan bermotor), pemerintah dapat mengetahui sebaran hewan peliharaan yang memungkinkan langkah-langkah kontrol populasi hingga memetakan potensi sebaran penyakit dengan medium hewan peliharaan.
Potensi bisnis untuk hewan peliharaan
Setelah kita mengetahui profil awal customer (pemilik hewan peliharaan) dan user (hewan peliharaan), kita bisa memetakan menjadi lebih spesifik berbasis psikografi dan perilaku konsumen. Dari langkah-langkah tersebut, dapat ditentukan bentuk bisnis yang diperlukan untuk melayani segmen pasar tertentu sekaligus menghindari persaingan frontal dengan penyedia kebutuhan hewan peliharaan yang sudah eksis di suatu wilayah.
Yang patut diketahui pula dari potensi bisnis untuk hewan peliharaan adalah kemungkinan kesulitan muncul mencari Sumber Daya Manusia (SDM) untuk operasional bisnis. Kesulitan tersebut sangat mungkin muncul sejak urusan mencari petugas kebersihan hingga dokter hewan. Alasannya karena banyak pecinta hewan menyatakan bahwa banyak orang-orang Indonesia yang masih belum bisa memperlakukan hewan dengan baik, bahkan orang-orang demikian juga ada dalam bisnis-bisnis pemenuhan kebutuhan hewan peliharaan.
Mirna bertutur, “Saya kan pernah membawa kucing saya yang sedang sakit ke klinik hewan langganan dekat rumah. Kebetulan dokter hewan jaga saat itu belum pernah saya lihat karena ternyata memang masih baru dan sepertinya masih tahap percobaan. Saat si dokter mengecek keadaan fisik kucing saya, saya mulai merasa tidak nyaman. Raut mukanya terlihat jijik saat mengecek dubur, memegang pun terlihat jijik. Saat saya tanya kenapa, dia menjawab polos, “Kan kotorannya najis, Bu.” Saya langsung naik darah dan dalam hati berucap, “Kalau najis, ngapain lu jadi dokter hewan? Itu kan risikonya! Dasar brengsek!” Saya kemudian melaporkan kejadian tersebut ke pemilik klinik yang kemudian meminta maaf atas kejadian tersebut,”
Dari kejadian di atas, maka kita perlu sangat siap saat menjalankan bisnis ini karena tidak sedikit pemilik hewan peliharaan yang memerlakukan hewan kesayangan mereka layaknya manusia. Tentu kita tidak mau nama baik bisnis kita rusak karena ketidakpuasan pelanggan yang tersebar luas.
Kemudian secara umum, berikut adalah contoh-contoh bisnis untuk memenuhi kebutuhan hewan peliharaan:
Toko hewan peliharaan. Dalam toko hewan peliharaan, tersedia antara lain hewan-hewan peliharaan yang dijual, misal kucing, anjing, hamster, ikan, hingga iguana. Selain hewan-hewan tersebut, tersedia pula pakan basah dan pakan kering hewan peliharaan dari berbagai jenama, vitamin, obat, kandang, pasir buang air besar dan air kecil, tali, mainan, dan aksesori pelengkap lainnya.
Sekolah hewan peliharaan. Seperti laiknya manusia, hewan juga memiliki sekolah yang di dalamnya mereka berlatih bersama hewan-hewan lainnya untuk tujuan bersosialisasntuk tujuan bersosialisasi, latihan ketangkasan, membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, hingga tujuan pengamanan tempat tinggal.
Klinik hewan peliharaan. Memelihara hewan diikuti kewajiban menjaga kesehatan. Saat sakit, pemilik yang menyayangi akan membawa ke dokter hewan dan sangat mungkin mereka bersedia mengeluarkan biaya lebih tinggi daripada biaya ke dokter umum demi kesembuhan hewan kesayangan mereka. Hal yang sangat krusial demi kepuasan pelanggan adalah ketersediaan dokter hewan yang benar-benar menyayangi hewan sepenuh hati dan tentu saja siap jika terkena kotoran-kotoran hingga gigitan hewan.
Hotel hewan peliharaan. Pemilik hewan peliharaan saat berlibur atau tugas ke luar kota membuat mereka tidak mampu merawat hewan kesayangan mereka. Karenanya, mereka menitipkan hewan ke tempat penitipan dan bahkan hotel hewan peliharaan. Untuk golongan menengah atas, para pemilik hewan tidak segan-segan menitipkan di fasilitas VIP.
Agar pemilik merasa tenang saat jauh dari hewan peliharaan, pastikan tersedia kamera pemantau (CCTV) hingga kesempatan melakukan panggilan video dengan hewan-hewan yang mereka sayangi.
Epilog
Memiliki hewan peliharaan sudah menjadi bagian dari gaya hidup golongan menengah dan golongan atas Indonesia, khususnya yang tinggal di wilayah perkotaan. Interaksi sosial yang semakin terbatas dan sikap individualisme yang meningkat membuat banyak orang-orang golongan menengah dan golongan atas Indonesia membutuhkan “teman dekat”, bahkan “anggota keluarga” dalam bentuk hewan peliharaan.
Saat mereka memutuskan memelihara sepenuh hati, biasanya diikuti keinginan membahagiakan hewan yang mereka pelihara. Pastikan bisnis yang kita jalankan mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut secara berkelanjutan, maka pendapatan pun akan berkelanjutan.
Catatan: Versi tersunting artikel ini telah tayang di Majalah Marketing edisi Oktober 2019