Mengenakan Baju Adat Nusantara sebagai Gaya Hidup

Setelah lama tenggelam dan dikenakan hanya sekedar seremonial, baju adat Indonesia kembali menaiki tren busana di nusantara.

Gadis Sumatera Barat – sumber Pixabay – ihsanadity

Pada 3 Juli 2019, ada momen spesial Garuda Indonesia dalam rute Jakarta – Semarang GA 238. Momen tersebut adalah para pramugari Garuda Indonesia mengenakan seragam kebaya karya Anne Avantie. Pada waktu yang sama melalui siaran pers, Ari Askhara sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia menyatakan bahwa Garuda Indonesia melestarikan warisan budaya Indonesia yang sudah menjadi identitas wanita Indonesia.

Sontak langkah komunikasi publik Garuda Indonesia meredakan tensi kasus laporan keuangan yang membelit Garuda Indonesia. Apalagi kasus tersebut membuat Garuda Indonesia dikenakan sanksi oleh BEI, harus membuat ulang laporan keuangan, dan sempat memberikan sentimen negatif kepada harga saham Garuda Indonesia pada akhir Juni 2019.

Melalui komunikasi kebaya pula, terlepas dari faktor kebetulan dalam konteks jadwal, Garuda Indonesia dapat bernafas lega karena seragam kebaya rancangan Anne Avantie viral di media sosial dan media massa. Banyak warganet yang membicarakan kecantikan para pramugari yang semakin menonjol karena rancangan kebaya yang sangat baik. Tak pelak, obrolan warganet mengenai kebaya menjadi salah satu faktor yang menurunkan sentimen negatif terhadap Garuda Indonesia.

Masyarakat bangga berbusana daerah

Program Garuda Indonesia yang bertajuk Kebaya Pertiwi muncul di waktu yang sangat tepat. Keinginan masyarakat Indonesia untuk kembali ke budaya leluhur memang sedang meraih momentum awal dan kemungkinan akan terus meningkat beberapa tahun ke depan. Apalagi, dorongan untuk mengenakan busana daerah (dan berbicara bahasa daerah) tidak hanya muncul dari BUMN, tetapi juga pemerintah pusat dan daerah, swasta, serta masyarakat umum.

Jika kita hanya menilik dari sudut pandang perusahaan, bentuk komunikasi konsumen melalui budaya daerah dapat menjadi terobosan di tengah kemonotonan komunikasi pemasaran yang sudah berlangsung selama ini.

Blog Andika Priyandana – Balinese Dancer – Pixabay – Atlantios

Melihat suku bangsa di Indonesia, terdapat 1.340 suku bangsa menurut sensus BPS 2010. Dari suku bangsa-suku bangsa yang terdapat di Indonesia, ada suku Bugis, suku Cirebon, suku Dayak, suku Sasak, suku Bali, suku Banjar, suku Jawa, suku Sunda, suku Batak, dan masih banyak lagi. Masing-masing suku memiliki ciri khas antara lain dalam bentuk bahasa daerah, baju adat, kuliner, hingga abjad yang dipakai.

Saking kuatnya pengaruh budaya daerah, banyak masyarakat yang menganggap bahwa bahasa daerah adalah Bahasa Ibu, baru kemudian Bahasa Indonesia. Kemudian dari sisi penutur, Bahasa Jawa memiliki jumlah penutur sebanyak 82 juta jiwa dan masuk pada peringkat 12 penutur terbanyak dunia, mengalahkan Bahasa Indonesia (Nationalencyklopedin, 2007).

Kemudian kembali pada kebanggaan masyarakat dengan budaya daerah. Bagi yang sudah mengetahui, ada komunitas Perempuan Berkebaya. Para perempuan yang tergabung dalam komunitas ini mengenakan kebaya tidak hanya saat berinteraksi dengan teman-teman satu komunitas, tetapi juga di waktu-waktu lain yang mereka inginkan, misal saat mereka pergi ke kantor, bertemu dengan klien, termasuk saat berakhir pekan di pusat keramaian.

Lalu saat kita menelusuri forum-forum media sosial, misal Facebook, kita dapat menemukan grup “Pecinta Budaya Nusantara” dengan 10.000 anggota, “Bangkitlah Budaya Nusantara, Jayalah Indonesia” dengan 23.000 anggota, “Beranda Budaya Indonesia” dengan 24.000 anggota, “Pecinta Adat Dayak Kalimantan” dengan 77.000 anggota, dan masih banyak lagi forum-forum lainnya dengan fokus kecintaan pada budaya daerah. Hal yang paling menarik adalah, mayoritas grup-grup medsos tersebut aktif dalam produksi konten baru dan konten yang paling banyak dibagikan adalah produk budaya baju adat dari berbagai suku di Indonesia.

Contoh dari komunikasi yang intens terjadi adalah perihal kain kebaya. Para anggota komunitas dapat berdiskusi dengan semangat mengenai kain katun dengan tekstur tertentu, kain brokat, hingga kain tulle agar kebaya yang mereka kenakan benar-benar memuaskan dan memenuhi ekspektasi personal. Contoh lain adalah obrolan mengenai busana Suku Dayak yang masih terbagi lagi menjadi Dayak Ngaju, Dayak Kenyah, dll. Khusus mengenai Dayak Kenyah, akan ada diskusi mengenai busana tradisional sapei sapaq untuk kaum laki-laki dan ta’a untuk kaum perempuan. Urusan busana tradisional ini biasanya dibicarakan secara serius. Misalnya ikat kepala da’a yang dibuat dari pandan.

Urusan keseriusan bicara baju adat juga bisa kita temukan pada komunitas pecinta batik. DI benak pecintanya, motif batik dipandang sangat serius dan wajib dikenakan sesuai konteks. Alasannya karena masing-masing motif memiliki filosofinya sendiri. Sebagai contoh batik parang yang sudah dikenal sejak zaman Mataram Kartasura. Motif batik parang memiliki filosofi agar tidak pernah menyerah sebagaimana ombak laut yang tidak pernah berhenti bergerak.

Mode Budaya Tradisional Indonesia – sumber Pixabay – abdulhakimsantoso1987

Dengan basis data-data yang ada, tentu saja perusahaan dapat melakukan komunikasi pemasaran kepada segmen konsumen dalam bentuk selain bahasa daerah yang tidak mudah dipelajari segera. Bentuk komunikasi tersebut adalah dengan mengenakan busana daerah saat berinteraksi dengan konsumen, seperti yang sudah dicontohkan oleh Garuda Indonesia.

Mode Budaya Indonesia – sumber Pixabay – abdulhakimsantoso1987

Contoh-contoh komunikasi pemasaran yang dapat dieksekusi perusahaan adalah dengan membuat desain baju karyawan/karyawati yang memasukkan unsur etnis atau suku tertentu di Indonesia. Atau contoh lainnya adalah dengan mengalokasikan satu hari khusus untuk mengenakan baju adat indonesia saat berinteraksi dengan konsumen.

Penggunaan baju adat terasa semakin meningkat signifikansinya dengan tujuan pemerintah untuk melakukan deradekalisasi semaksimal mungkin dan menguatkan jati diri bangsa dengan peningkatan kecintaan terhadap budaya daerah.

Depok, 14 Juli 2019

(Andika Priyandana)

Catatan: Versi tersunting artikel ini telah tayang di Majalah Marketing edisi Agustus 2019

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s