Segmen Gemuk Upacara Pernikahan di Indonesia

Segmen muda yang masif dan budaya perkawinan Indonesia menjadikan usaha pengelola perkawinan (wedding organizer) sebagai bisnis gurih.

Wanita Indonesia – sumber Pixabay – agoengadyrirawan76

Bagi banyak orang, perkawinan adalah hal sakral dan karenanya tidak bisa diurus sebatas pergi mendaftarkan perkawinan ke Kantor Urusan Agama (KUA). Karenanya perkawinan, yang harapannya terjadi hanya sekali seumur hidup, adalah hal yang perlu dipersiapkan sebaik mungkin, merencanakan dan mencatat detail sejak jauh-jauh hari (bahkan setahun sebelumnya), dan hingga hari H resepsi perkawinan, ada banyak tetek bengek yang harus dipastikan telah terlaksana dengan baik.

Apalagi saat membicarakan pernikahan dalam konteks Asia, khususnya Indonesia, yang sangat kental dengan nuansa komunal. Upacara perkawinan dengan segala kelengkapannya seakan menjadi kewajiban bagi banyak orang Indonesia yang ingin melangsungkan perkawinan. Bahkan jikalau individu yang ingin melangsungkan perkawinan tidak tertarik melaksanakan resepsi yang kompleks, bisa jadi justru orang tua atau kerabat mereka yang menginginkan pelaksanaan resepsi perkawinan dengan segala tradisinya.

Kemudian saat kita menelisik tradisi perkawinan di Indonesia dari berbagai suku, kita akan menemukan berbagai varian yang menunjukkan kekayaan ragam budaya Indonesia, sekaligus kompleksitas eksekusi.

Sebagai contoh adalah adat penghadangan suku Ogan yang yang mendiami dataran tinggi Sumatera Selatan. Pengantin pria akan dihalangi untuk bertemu pengantin wanita dengan memakai selendang panjang dan agar dapat menemui pasangan, calon mempelai pria harus membawakan benda-benda yang diminta penjaga pengantin wanita.

Adat perkawinan yang serupa dengan suku Oga adalah adat Palang Pintu suku Betawi. Pengantin pria mendatangi rumah pengantin wanita dengan membawa rombongan. Agar bisa memasuki rumah, rombongan pengantin pria harus beradu pantun terlebih dahulu dengan keluarga pengantin wanita. Kemudian, perwakilan rombongan pengantin pria beradu silat dengan perwakilan rombongan pengantin wanita sebelum akhirnya benar-benar menemui pengantin wanita.

Saat kita berkunjung ke acara pernikahan orang Banyumas, kita mungkin menemui adat Begalan. Dalam adat Begalan, calon pengantin diberikan petuah yang disampaikan melalui komedi dan tarian. Sekelompok orang akan menari sambil membawa peralatan rumah tangga yang kemudian doa dan nasehat disampaikan secara humoris.

Kembali ke tanah Sumatra. Dalam adat perkawinan suku Batak, kita bisa menemui prosesi Sinamot yang di dalamnya terdapat perundingan antara keluarga mempelai pria dan wanita mengenai mas kawin. Besaran mas kawin umumnya ditentukan status sosial keluarga wanita, karier, dan tingkat pendidikan mempelai wanita. Semakin tinggi strata sosial, semakin tinggi pula besaran mahar.

Selain contoh-contoh di atas, masih ada ratusan adat perkawinan di Indonesia dengan nuansa komunal yang kuat dan seakan menjadi suatu keharusan untuk dilaksanakan meski sangat menyita waktu, biaya, dan tenaga. Tentu saja dari perspektif bisnis, ada masalah berarti ada pasar. Ada pasar, apalagi jika nilainya besar, mampu menjamin kelanggengan bisnis yang memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar tersebut.

Lebih jauh mengenai potensi pasar wedding organizer

Survei penduduk antarsensus (Supas) 2015 memberikan proyeksi jumlah penduduk Indonesia per 2019 mencapai 266,91 juta jiwa. Saat melihat ke kelompok usia produktif (15 s.d. 64 tahun), jumlah penduduk Indonesia sebesar 183,36 juta jiwa. Jika kita ingin memampatkan lagi kelompok usia tersebut yang antara lain mengeluarkan masalah perkawinan anak di Indonesia dan generasi X ke atas, kita masih mendapati lebih dari 40 juta jiwa penduduk Indonesia usia 25 s.d. 34 tahun. Berarti, terdapat sekitar 14 persen populasi penduduk Indonesia dalam usia matang untuk menikah.

Jumlah Penduduk Indonesia 2019

Kemudian, saat kita memerhatikan data peristiwa perkawinan di Indonesia tahun 2019, Kementerian Agama Republik Indonesia menunjukkan data lebih dari 1,7 juta perkawinan terjadi di Indonesia sepanjang Januari hingga Juli 2019. Dari angka tersebut, jika menilik adat istiadat Indonesia, sangat kecil kemungkinan para pasangan yang melangsungkan pernikahan hanya dengan mencatatkan di catatan sipil. Terindikasi kuat bahwa sebagian besar menjalankan resepsi perkawinan dengan berbagai kelengkapannya.

Bagi yang sudah pernah mengurus perkawinan, tentu mengetahui dan merasakan secara langsung bahwa menyiapkan resepsi perkawinan sangat memakan energi. Berikut adalah sembilan catatan yang perlu diketahui untuk melaksanakan resepsi perkawinan.

Satu, penentuan basis eksekusi. Perkawinan mau dilaksanakan berbasis tujuan atau berbasis anggaran? Jika berbasis tujuan, anggaran resepsi sebaiknya sangat besar atau bahkan tak terbatas. Pasangan yang akan menikah bisa menentukan sesuka hati mulai dari lokasi perkawinan, jumlah tamu yang diundang, bentuk kartu undangan, hingga daftar hidangan yang tersedia. Namun jika resepsi dilaksanakan berbasis anggaran, tentu saja mulai dari lokasi perkawinan hingga daftar hidangan harus dalam batas ketersediaan anggaran.

Dua, KUA. KUA adalah unsur yang sangat penting karena tanpa KUA, pernikahan tidak sah di mata negara. Melalui KUA pula, pasangan mendapatkan penghulu untuk akad nikah. Dalam konteks resepsi, pelaksanaan akad dilakukan sebelum resepsi dan biasanya di lokasi yang sama.

Tiga, tema resepsi perkawinan. Seperti apa tema yang diinginkan dalam perkawinan? Apakah berbasis adat Jawa, adat Sunda, adat Bali, adat Dayak, adat Serui, adat China, atau lainnya? Jika berbasis adat, tentu ada berbagai prosedur yang harus dipenuhi agar resepsi tersebut dinyatakan sah sesuai adat yang diinginkan.

Empat, gedung/lokasi perkawinan dan dekorasi. Hanya sekedar menyewa gedung / lokasi perkawinan bisa membuat stres. Alasannya karena tempat dan waktu yang diinginkan bisa jadi sudah habis dipesan sejak setahun sebelumnya. Kalau sangat ngebet dengan lokasi yang diinginkan, mau tidak mau harus menyesuaikan dengan waktu yang tersedia. Ukuran gedung / lokasi perkawinan akan menentukan pula kompleksitas dekorasi yang diperlukan.

Lima, katering. Adat Indonesia, termasuk perkawinan, saat erat dengan kuliner yang tersedia. Bagi para tamu undangan, bagus tidaknya sebuah resepsi perkawinan sangat ditentukan lezat tidaknya hidangan yang tersedia. Jika hidangan yang tersedia tidak memenuhi harapan, meski dilaksanakan di hotel bintang lima, besar kemungkinan resepsi yang berlangsung mendapat cap jelek. Selain urusan rasa, ketersediaan menu yang tidak cepat habis turut menjadi tolok ukur.

Enam, rias dan baju pengantin. Rias dan baju pengantin sangat ditentukan oleh tema perkawinan. Jika pasangan menikah dengan adat Batak, rias dan baju pengantin harus sesuai dengan adat Batak. Jika dilaksanakan dengan adat lainnya, rias dan baju pengantin menyesuaikan. Untuk pasangan dengan anggaran berlebih, baju pengantin dapat dijadikan koleksi yang menjadi nostalgia di masa depan. Namun untuk pasangan dengan anggaran terbatas atau memikirkan efesiensi, lebih memilih menyewa baju pengantin.

Tujuh, undangan dan suvenir. Desain undangan, material undangan, dan suvenir undangan dapat menentukan prestise upacara perkawinan di Indonesia. Tentu saja undangan yang dicetak juga harus disesuaikan dengan jumlah undangan. Namun di era digital, ada juga undangan yang bentuknya murni digital. Hal tersebut memang menarik, lebih ramah lingkungan, namun prestise yang dihadirkan belum setinggi versi cetak.

Delapan, seragam panitia. Ingat, dalam adat komunal khas Indonesia, keberadaan panitia perkawinan juga turut diperhatikan hingga level seragam. Seragam tentu harus diselaraskan dengan tema perkawinan dan adat yang dipakai. Untuk perkawinan dengan anggaran berlebih, seragam panitia dapat diberikan kepada pengguna yang kelak bisa dipakai lagi jika ada resepsi kerabat dengan tema sama. Namun untuk resepsi dengan anggaran terbatas atau memikirkan efesiensi, lebih memilih menyewa seragam panitia.

Sembilan, dokumentasi. Akad dan resepsi perkawinan bagaikan sayur tanpa garam jika tidak ada dokumentasi. Dokumentasi masa kini dilakukan dalam bentuk foto dan video. Foto dan video yang dilakukan biasanya sudah sejak pra perkawinan hingga hari H.

Sudah jelas bahwa merencanakan dan melaksanakan sembilan catatan di atas sangat menguras energi meski dilakukan secara parsial, apalagi seluruhnya. Maka, segmen upacara pernikahan di Indonesia memang menjadi segmen yang sangat gemuk. Tak heran jika pengelola perkawinan (wedding organizer) menjadi bisnis dengan masa depan cerah di Indonesia.

Wanita Aceh menikah – sumber Pixabay – saifulmulia

Maka, demi menjadi wedding organizer dengan citra positif, silahkan pastikan bahwa perusahaan mampu merencanakan dan melaksanakan baik parsial maupun seluruh upacara perkawinan para konsumen, termasuk sembilan catatan yang sudah disampaikan sebelumnya.

Depok, 12 Juli 2019

(Andika Priyandana)

Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Marketing edisi Agustus 2019

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s