Analisis Penyebab Tiket Mahal Pesawat Domestik di Indonesia

Pramugari Garuda Indonesia

Beberapa waktu terakhir, saya selalu bertanya-tanya apa penyebab harga tiket pesawat domestik Indonesia mahal, bahkan lebih mahal daripada harga tiket antara bangsa.

Apakah penyebabnya avtur, sewa ruangan, sewa lahan, sewa hanggar, biaya pendaratan, biaya garbarata, atau lainnya? Akumulasikah atau hanya beberapa?

Meski tiket pesawat sebenarnya masuk kategori tersier, tak dapat dinafikan sudah ada 4 maskapai bangkrut dalam 11 tahun terakhir. Dengan sikon politik Indonesia, isu ini jadi gorengan. Fanatik 01 menyatakan solusinya naik tol, fanatik dikasih penjelasan ibarat masuk kuping kiri keluar kuping kiri alias mental, dan golongan sok golput memberi analisis sok tahu.

Membaca tulisan Lae Hiras Simorangkir berikut cukup memberikan saya pencerahan terhadap kondisi negara kepulauan Indonesia dan rute pesawat yang dari dulu tingkat keterisian 100% ibarat mukjizat.

Bahkan kini saya sampai berani menyatakan bahwa mayoritas rute domestik tidak cocok dilayani pesawat setipe Boeing 737 dan Airbus A320, apalagi tipe yang lebih besar.

Berikut tulisan Lae Hiras Simorangkir.

———————-

Kira-kira begini teman-teman kalau kita bicara mengenai sengkarut Harga Tiket Pesawat Domestik.

Banyak orang berteriak tentang harga tiket yang mahal, melebihi harga yang selama ini “terkesan murah”. Memang itu benar, saya sendiri mengalami bhw memang jauh lebih mahal dari sebelum2nya. Pertanyaannya, mengapa bisa jadi begitu mahal??

1. Jumlah Maskapai berkurang atau menciut

Salah satu alasan mengapa harga tiket naik tajam adalah semakin sedikitnya jumlah maskapai yang melayani penerbangan reguler di Indonesia. Praktis pemain domestik yg tersisa hanya GARUDA INDONESIA Group (BUMN) dan LION AIR (swasta). Ditambah pemain luar (AIR ASIA) Hal ini membuat mereka leluasa menaik-turunkan harga tiket sesuai beban operasional dan target profit yg ingin diraih. Pemerintah hanya berwenang menentukan harga tiket batas bawah atau harga terendah agar tidak terjadi kanibalisasi sesama maskapai dan batas atas atau harga tiket termahal, agar maskapai tidak semaunya menarik keuntungan. Pemerintah juga berwenang menentukan standar kelayakan operasional maskapai dari aspek keselamatan penerbangan. Hanya di situ peran pemerintah, dalam hal ini Kementrian Perhubungan berdasarkan UU.

2. Beban Biaya Maskapai Meningkat

Beban maskapai itu artinya biaya operasional yang menjadi acuan dalam pembentukan harga tiket, lazim dikenal sebagai harga pokok produksi (HPP). Apa saja itu? Banyak, diantaranya: operasional tekhnis pesawat utk mengudara; avtur, SDM (pilot, crew tekhnisi) dan management perusahaan (gaji, kantor, asuransi, dll), ground handling atau operasional pesawat di darat; (apron, parkir, otoritas bandara, terminal penumpang, dll); bunga bank yg harus dibayar utk pembelian dan atau penyewaan pesawat; biaya perawatan (maintenance) pesawat; pengembangan SDM (pelatihan, baik utk crew, pilot, tekhnisi maupun manajemen); biaya pemasaran (marketing), kerja sama pihak ketiga yg memangkas profit (travel, online ticketing, dll). Biaya-biaya di atas terus meningkat setiap tahun sementara konsumen berharap harga tidak pernah naik secara signifikan.

3. Beban Rute dan Tingkat Okupansi

Karena maskapai yg beroperasi dengan rute begitu banyak hanya tersisa dua maskapai besar maka mayoritas rute yang dilayani seringkali sangat tidak menguntungkan. Karena jumlah penumpang yg diangkut (seats occupancy) sangat rendah, fluktuatif dan hanya mengandalkan peak seasons yang hanya 4-5 kali setahun. Akibatnya, tidak terjadi subsidi silang (margin yg memadai) antara rute gemuk dgn rute kering, kesenjangannya semakin jauh. Hal ini terjadi karena ekspansi besar-besaran kedua Group Maskapai di atas pada masa lalu, yg akhirnya mematikan semua pesaing mereka, dan skrg menjadi beban bagi mereka dan merugikan penumpang. Celakanya, semakin naik harga tiket demand tidak selalu berarti memperbesar profit mereka secara signifikan. Tetapi tidak bisa dihindarkan karena beban yang terlanjur besar. Penutupan rute yg merugi bagi maskapai bisa berdampak munculnya saingan, yg akan semakin mempersulit mereka atau bahkan mungkin penalti dari pemerintah. Itulah kenapa Presiden Jokowi beberapa hari lalu mengundang investor/maskapai asing utk beroperasi di Indonesia. Tiada lain agar terjadi kompetisi yang lebih sehat dan rasionalisasi dari dua maskapai besar yg saya sebut di atas.

4. Terjadi perubahan Pola Konsumsi

Sampai kurang lebih lima tahun lalu, preferensi konsumen lebih besar pada penerbangan dalam negeri, terutama untuk kebutuhan leissure (piknik). Tetapi trend sudah berubah, beberapa tahun terakhir orang Indonesia semakin intens berkeliling dunia untuk berwisata. Potensi pasar ini dimanfaatkan benar oleh maskapai-maskapai besar luar negeri, yang memang basis operasi utamanya adalah penerbangan internasional. Akibatnya, harga yg mereka tawarkan tidak dapat disaingi oleh Garuda dan Lion yg sejatinya adalah penerbangan domestik. Hanya beberapa rute di Asia yg memberikan keuntungan bagi Garuda dan Lion, utamanya tujuan ke negara2 ASEAN….di luar itu semuanya merugi, padahal investasi sudah kadung dilakukan.

5. Lalu harus bagaimana?

Salah satu cara yang paling cepat adalah mengurangi rute dan atau frekewensi penerbangan, sehingga beban dan HPP maskapai berkurang. Meskipun itu belum tentu dapat segera mendorong harga turun, konskwekensi nya sdh dapat diduga….merumahkan/PHK karyawan.

Cara lain, bisa dengan mendorong pemerintah utk membantu memangkas biaya operasional bandara (ground handling) dan biaya avtur pesawat. Tetapi ini tentu menyangkut dua entitas usaha lain yang berpotensi dirugikan, yaitu Angkasa Pura dan Pertamina.

Yang paling tepat, agar sifatnya holistik dan jangka panjang adalah bila pemerintah mampu mengundang pemain baru di pasar domestik agar terjadi persaingan yang lebih sehat secara alamiah. Dengan demikian, rasionalisasi dua maskapai besar itu juga akan terjadi secara natural! Sebab sekarang, tidak ada lagi istilah penerbangan murah (low cheap carrier) dan semboyan “everybody can fly” adalah slogan usang belaka.

Untuk negara kepulauan seperti Indonesia dan melihat potensi pasar online…. harga tiket dan logistik yang tinggi akan berdampak buruk!

Semoga bermanfaat

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s