Merek Keluarga Bisa Juga untuk Jomblo

Penciptaan keterlekatan emosional kepada setiap anggota keluarga dalam segmen keluarga turut menjamin kelanggengan merek.

Ada sebuah kisah dalam diskusi para pengelola merek mie instan ternama mengenai pertumbuhan yang relatif lambat cenderung stagnan. Hasil tersebut relatif tidak bisa semata menyalahkan manajemen internal karena situasi makro dan mikro negara memang berpengaruh. Secara makro, pertumbuhan ekonomi negara tersebut relatif stagnan dan tidak termasuk kategori bagus menurut rata-rata dunia. Jumlah kelas menengah dan bawah juga cenderung sama dan besaran pasar sudah mentok. Faktor-faktor tersebut sangat dipahami pemimpin perusahaan dan dia sekaligus melihat hal-hal yang belum bisa dilihat para bawahannya, yaitu pertumbuhan eksponensial yang akan diraih jenama tersebut beberapa waktu mendatang.

Para bawahannya merasa sulit percaya bahwa pertumbuhan eksponensial tersebut dapat diraih karena alasan yang sudah dikemukakan sebelumnya. Namun, sang atasan tetap meyakinkan tim bahwa pertumbuhan eksponensial tersebut akan tiba. Tahun demi tahun telah berlalu, namun pertumbuhan eksponensial belum juga tiba. Para anggota tim manajemen pun semakin merasa pesimis dengan kemungkinan pertumbuhan eksponensial. Kemudian secara tak terduga, penjualan mie instan tersebut mendapatkan lonjakan penjualan. Padahal usaha pemasaran yang dilakukan relatif sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Ternyata ucapan sang pemimpin perusahaan menjadi kenyataan.

Pemimpin perusahaan kemudian menyatakan bahwa sejak lama dia meyakini bahwa pertumbuhan eksponensial akan tiba karena jenama mie instan tersebut sudah sangat lekat dengan citra keluarga. Saat anak-anak dalam keluarga yang sudah menjadi konsumen mie instan tersebut beranjak dewasa dan mampu hidup mandiri, rasa dan keterlekatan emosi mie instan tersebut tetap melekat dalam benak dan akhirnya, mie instan tersebut tetap dikonsumsi meski  sudah hidup terpisah orang tua. Riset pun dilakukan sebagai validasi alasan yang dikemukaan pemimpin perusahaan dan ternyata temuan yang dihasilkan adalah selaras.

Jenama untuk keluarga yang berkelanjutan

Saat kita berbicara jenama untuk segmen keluarga, jenama-jenama seperti Toyota Kijang, Indomie, Taman Safari, dan Dunia Fantasi mungkin segera terlintas dalam benak. Jenama-jenama tersebut sudah berusia puluhan tahun di Indonesia yang berarti sudah lintas generasi. Bagi generasi xennial, langgas, dan Z, khususnya yang tinggal di wilayah perkotaan hampir bisa dipastikan mengetahui jenama-jenama tersebut dan sangat mungkin pernah mengonsumsi saat mereka anak-anak.

Jenama yang menyasar segmen keluarga dan ingin agar bertahan lama, tentu mengetahui manusia merasakan pengalaman-pengalaman signifikan saat akhir masa kanak-kanak, remaja, dan menuju dewasa. Kumpulan pengalaman tersebut menimbulkan dampak nilai-nilai sosial, perilaku, dan preferensi berbasis pengalaman yang dibagi bersama sesama anggota keluarga. Preferensi tersebut bisa merujuk ke musik, makanan, taman ria, dan produk-produk lainnya.

Saat jenama-jenama yang menyasar segmen keluarga tersebut berhasil mengambil hati konsumen dan memengaruhi nilai-nilai sosial, perilaku, dan preferensi berbasis pengalaman yang dibagi bersama sesama anggota keluarga, signifikansi tumbuh eksponensial saat anggota keluarga yang dulu kanak-kanak menjadi dewasa akan meningkat.

Sebagai contoh, ada jenama menyasar segmen keluarga yang memiliki preferensi terhadap wisata pendidikan flora dan fauna melalui pengalaman riil. Ketertarikan terhadap produk tersebut diwujudkan dalam bentuk taman skala hektar dengan bentuk bagai hutan yang di dalamnya terdapat beragam flora dan fauna. Para konsumen yang berkunjung ke taman tersebut dapat berinteraksi dengan hewan-hewan yang sudah jinak secara langsung dan hewan-hewan yang masih liar dengan kendaraan tertutup.

Jenama tersebut juga menyadari bahwa setiap anggota keluarga terlibat dalam keputusan konsumsi produk mereka, antara lain anak-anak memberi masukan kepada orang tuanya mengenai wahana permainan dan interaksi dengan binatang, ibu menjadi pengambil keputusan, dan bapak menjadi pihak yang membiayai semua kegiatan konsumsi di tempat wisata pendidikan flora dan fauna tersebut.

Maka, bentuk komunikasi pemasaran pun disesuaikan dan terdapat kampanye yang ditujukan kepada masing-masing anggota keluarga. Misal iklan untuk anak-anak yang muncul saat lagu anak-anak diputar di media streaming video,  iklan untuk ibu yang muncul saat acara memasak di televisi, dan iklan untuk bapak pada baliho di wilayah bisnis.

Harapan akhir yang ingin diperoleh selain keluarga tersebut memutuskan melakukan konsumsi di tempat wisata pendidikan flora dan fauna tersebut, anak-anak juga merasakan pengalaman berkesan saat berkeliling dan menikmati fasilitas yang tersedia.

Jomblo juga bisa menikmati jenama keluarga

Pantai Bali – sumber Pixabay – Sasint

Anak-anak yang sudah menikmati tempat wisata tersebut tentu akan beranjak remaja dan menjadi manusia dewasa yang membentuk keluarga sendiri. Saat mereka beranjak remaja, mereka mengingat pengalaman positif saat berkunjung ke tempat wisata dan ingin mengulangi kembali pengalaman positif tersebut, tetapi tidak bersama orang tua. Alasan tidak ingin bersama orang tua karena mereka sudah memiliki dunia sendiri bersama dengan teman-teman sebaya.

Lalu, teman-teman sebaya dengan pengalaman positif yang sama diajak untuk kembali berkunjung ke tempat wisata tersebut. Jika para remaja ini belum punya pacar, mengajak teman-teman sebaya semakin terasa menjadi kewajiban agar saat berkunjung tidak merasa kesepian. Jika ada teman-teman sebaya belum pernah berkunjung ke tempat wisata tersebut, para remaja yang sudah menikmati tempat wisata tersebut akan menjadi duta merek yang mendorong teman-temannya untuk mengonsumsi produk.

Saat para remaja memasuki usia dewasa muda, dan masih belum punya pasangan, namun masih ingin mengulang pengalaman positif menikmati produk tempat wisata pendidikan flora dan fauna, tentunya mereka kembali ingin mengajak teman-temannya untuk ikut menikmati bersama-sama.

Kini bagi para pemilik dan pengelola jenama keluarga, silahkan pikirkan cara terbaik memberikan pengalaman positif kepada generasi konsumen penerus, yaitu anak-anak dan remaja. Jika mereka benar-benar merasakan pengalaman positif, hampir bisa dipastikan jenama Anda akan langgeng dan berkelanjutan.

Depok, 8 Maret 2019

(Andika Priyandana; dari berbagai sumber)

Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Marketing edisi April 2019

 

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s