Jika kita interpretasikan secara harfiah, POD adalah sesuatu yang membuat produk Anda berbeda dari para kompetitor Anda.
Jika ada Points-of-Parity, tentu ada Points-of-Difference. Bagi insan marketing, khususnya akademisi, pasti mengetahui Kevin Lane Keller yang menelurkan Customer Based Brand Equity yang daripadanya ada Points-of-Parity (PoP) dan Points-of-Difference (PoD).
Saat menentukan Points-of-Difference (PoD), kita tidak bisa sembarangan. Kita harus benar-benar memahami konsumen sebaik mungkin, memahami konsumen sebagai makhluk dinamis, dan karenanya, harus mengetahui apa yang paling dianggap menarik oleh konsumen dan konsumen percaya bahwa perusahaan mampu memberikan hal menarik tersebut. Jika konsumen berpandangan bahwa kedua hal tersebut mampu terpenuhi, PoD memiliki potensi menjadi jenama yang terasosiasi dengan kuat, idola, dan unik.
Sekarang, mari kita telaah dua faktor yang menentukan Points-of-Difference.
Faktor pertama. Diinginkan. Ada tiga kriteria kunci yang menentukan faktor diinginkan dari PoD, yaitu relevan, berbeda, dan dapat dipercaya. Seorang marketer harus mengetahui perspektif konsumen dalam tiga hal tersebut dan mampu memuaskan konsumen dalam tiga hal tersebut.
- Relevan. Segmen konsumen yang menjadi tujuan jenama perlu merasakan bahwa PoD adalah relevan dan penting. Sebagai contoh, para konsumen jenama air minum dalam kemasan memandang bahwa merek yang mereka konsumsi perlu mencerminkan kemurnian.
Dari sisi penyedia produk, kemurnian tersebut ditunjukkan dengan kejernihan air sehingga kemasan yang digunakan adalah tembus pandang. Tujuannya, saat konsumen mampu melihat kejernihan air minum secara langsung, mereka akan mengasosiasikan kejernihan air minum tersebut dengan adalah relevan dengan murni.
- Berbeda. Segmen konsumen yang menjadi tujuan jenama perlu dapat merasakan perbedaan dibandingkan dengan para kompetitor yang karenanya, menjadi lebih superior. Saat seorang marketer memasuki kategori produk yang di dalamnya sudah ada jenama-jenama mapan, tantangannya adalah menemukan basis kuat berbasis kebutuhan konsumen untuk mewujudkan diferensiasi yang nyata.
Namun perlu diketahui juga bahwa kadangkala, sebuah jenama dengan persepsi kepemilikan PoD yang mendominasi di kategorinya belum tentu dianggap penting di mata konsumen. Misalnya sebuah jenama pereda rasa sakit menemukan bahwa PoD yang ditawarkan ke pasar mendapatkan respon terbatas terhadap klaim efek konsumsi jenama yang tahan lama dan karenanya, memerlukan kuantitas konsumsi yang lebih rendah. Kenyataannya di mata mayoritas konsumen, mereka lebih menginginkan sembuh dari rasa sakit yang lebih cepat dan bukan hilang dari rasa sakit dalam kurun waktu lama.
- Dapat dipercaya. Sebuah jenama harus memiliki basis kuat dan tak tergoyahkan dalam memilih sebuah opsi diferensiasi dibandingkan dengan yang lain. Mungkin pendekatan paling simpel adalah memilih atribut unik yang terdapat pada produk. Jadi sedari awal, jenama memang benar-benar mampu memberikan perbedaan karena perbedaan tersebut sudah melekat kepada produk sedari awal.
Di sisi lain, jika menilik PoD yang abstrak atau berbasis citra, klaim perbedaan juga dapat muncul berbasis asosiasi umum yang melekat pada perusahaan karena usia. Sebagai contoh, sebuah jenama parfum dengan usia satu abad dapat membuat klaim sebagai parfum paling elegan dan paling berkelas. Klaim paling elegan dan paling berkelas tersebut berbasis usia jenama parfum dan segmen konsumen yang konsisten di papan atas.
Faktor kedua. Disampaikan. Ada tiga kriteria kunci yang menentukan faktor disampaikan dari PoD, yaitu kelayakan, komunikasi, dan keberlanjutan. Jika perusahaan dapat memenuhi tiga kriteria tersebut, positioning sebuah jenama memiliki potensi untuk bertahan lama.
- Kelayakan. Dapatkan sebuah perusahaan benar-benar menciptakan PoD? Produk dan pemasaran harus didesain untuk mendukung asosiasi yang ingin diciptakan demi memenuhi hasrat konsumen. Tentu lebih mudah untuk meyakinkan konsumen mengenai beberapa fakta dari sebuah jenama yang mungkin sebelumnya kurang dipandang atau diremehkan daripada membuat perubahan-perubahan pada produk dan meyakinkan konsumen mengenai nilai-nilai dari perubahan tersebut.
- Komunikasi. Isu kunci mengenai komunikasi adalah persepsi konsumen mengenai jenama dan asosiasi yang muncul terhadap jenama. Adalah hal yang sangat sulit untuk menciptakan asosiasi yang tidak sesuai dengan persepsi awal konsumen, atau konsumen tersebut, untuk alasan apa pun, memiliki kesulitan untuk memercayai asosiasi yang ditawarkan konsumen.
Jadi, bukti-bukti faktual terverifikasi apa yang dapat dikomunikasikan oleh pemasar sebagai dukungan, sehingga konsumen pada akhirnya percaya dengan jenama dan asosiasi-asosiasi yang ditawarkan? Mari pikirkan pertanyaan tersebut dan mencari jawabannya sebaik mungkin.
- Keberlanjutan. Apakah positioning yang dipilih bersifat proaktif, dapat dibela, dan sulit diserang? Dapatkah asosiasi jenama terus diperkuat secara berkelanjutan? Jika memang demikian, berarti positioning yang dipilih memiliki potensi bertahan selama tahunan. Keberlanjutan bergantung pada komitmen internal dan penggunaan sumber daya maupun dorongan-dorongan dari luar pasar.
Pada akhirnya, positioning jenama harus benar-benar terlihat berbeda agar efektif. Tiga pertimbangan yang telah disampaikan untuk membangun positioning yang optimal selaras dengan tiga perspektif yang mana setiap jenama harus rutin mengevaluasi, yaitu perspektif konsumen, perspektif perusahaan, dan perspektif kompetitor.
Sifat diinginkan diukur dari sudut pandang konsumen dan disampaikan berbasis pada kemampuan-kemampuan internal perusahaan, dan diferensiasi diukur secara relatif kepada kompetitor.
(Andika Priyandana; disadur dari Strategic Brand Management oleh Kevin Lane Keller (2008))
Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Marketing edisi Februari 2019