Mengganggu pasar kantor tradisional melalui kolaborasi bernama coworking space.
“Kantor gue memutuskan pindah dari kantor lama (di wilayah Sudirman, Jakarta) ke W (perusahaan penyedia jasa ruang kolaborasi (collaboration space)) karena merasa bahwa coworking space itu jauh lebih memudahkan perusahaan. Perusahaan ngga perlu lagi mikirin biaya kapital, biaya pengadaan inventaris kantor, termasuk penjualan kembali barang-barang yang sudah habis masa depresiasinya.” – Harry, karyawan sebuah perusahaan jasa asal Jepang.
“Make coworking space itu jauh lebih nyaman buat start-up (perusahaan pemula) kayak gue. Risiko kalau gue beli atau sewa properti itu gede jika perusahaan gagal mencapai target pertumbuhan. Risiko keuangan tambah gede kalau gue beli inventaris buat ngisi kantor. Jadi, mendingan gue makai jasa coworking space. Biaya dihitung per orang sekian juta per bulan. Tambah orang tinggal tambah lagi bayarannya. Kalau mau ruangan khusus buat start-up gue, tinggal pesen paket khusus.” – Ridho, karyawan sebuah perusahaan pemula berbasis teknologi.
Harry dan Ridho adalah perwakilan generasi Y Indonesia yang semakin menjadi penegas bahwa cara generasi milenial Indonesia berpikir, bersikap, dan bertindak memiliki perbedaan signifikan dengan generasi pendahulunya, khususnya isu konsep kepemilikan dalam dunia usaha. Mereka, bersama dengan yuniornya generasi Z, memiliki opini bersama bahwa kini adalah eranya ekonomi berbagi – sharing economy. Memiliki segalanya, baik untuk keperluan pribadi maupun profesional, semakin dianggap kuno. Tak ayal, coworking space sebagai bagian dari ekonomi berbagi pun meraih popularitas dan minat penggunaan dengan cepat di kalangan pekerja generasi Y dan Z.
Tentu saja opini mereka tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan berproses. Artikel ini mencoba mendalami faktor-faktor apa saja yang menyebabkan generasi Y dan generasi Z Indonesia memiliki ketertarikan tinggi menggunakan jasa coworking space.
Rasanya kerja di Indonesia dan coworking space
Indonesia adalah negara dengan dominasi penduduk usia muda yang sangat signifikan. Sekitar 162 juta penduduk Indonesia memiliki usia di bawah 35 tahun. Lalu, 88,1 juta penduduknya adalah pengguna internet aktif dan 55 juta tenaga kerja generasi langgas memiliki tingkat adopsi tinggi terhadap teknologi. Mereka juga memiliki semangat berwirausaha yang tinggi (Indonesia adalah salah satu pasar tenaga kerja mandiri terbesar di dunia) yang antara lain ditunjukkan dengan studi Linkedin (Linkedin Opportunity Index, 2018) yang menyatakan bahwa 50 persen responden Indonesia menyatakan “merintis bisnis milik sendiri” sebagai aspirasi tertinggi dari peluang di masa depan.
Cara-cara yang ditempuh untuk mewujudkan impian merintis bisnis milik sendiri antara lain melalui kolaborasi dan bergabung dalam komunitas-komunitas yang mendukung terwujudnya impian mendirikan bisnis sendiri. Selain itu, para pekerja muda Indonesia, khususnya yang tinggal di kota-kota besar semakin menjalani gaya hidup ekonomi berbagi dan coworking space adalah salah satu konsep ekonomi berbagi yang mereka jalankan dalam tataran profesional.
Minat terhadap ekonomi berbagi, khususnya coworking space dapat kita telusuri antara lain melalui data Google Trens. Berbasis data Google Trends 2013 s.d. 2018, penelusuran istilah “coworking space” memiliki tren positif dan mendapatkan lonjakan kenaikan minat yang signifikan dalam setahun terakhir.
Lalu jika dilihat dari asal wilayah penelusuran, lima daerah tertinggi yang memiliki minat dengan “coworking space” adalah:
- Bali,
- Banten,
- Daerah Istimewa Yogyakarta,
- DKI Jakarta,
- Jawa Barat.
Berbasis data-data yang sudah dipaparkan, tidak mengherankan jika permintaan coworking space yang naik secara signifikan khususnya selama setahun terakhir bukan hal yang mengherankan. Apalagi saat ini arah kebijakan pemerintah Indonesia semakin mendorong minat para pemuda pemudi Indonesia untuk mendirikan dan menjalankan perusahaan pemula serta mendukung pendekatan terhadap masalah-masalah dengan cara yang berbeda dari yang biasa dilakukan pemerintah. Lalu, meski masih terasa kurang cepat, pemerintah juga mendorong kemunculan bisnis-bisnis baru, khususnya berbasis jasa, sebagai kompensasi perlambatan pertumbuhan industri tradisional.
Karenanya, coworking space menjadi pilihan menarik di mata perusahaan pemula, pekerja mandiri, dan bahkan korporasi-korporasi besar yang mencari alternatif tempat kerja berbasis aktivitas untuk menumbuhkembangkan talenta-talenta perusahaan dan semakin mendorong pertumbuhan bisnis. Apalagi, desain coworking space memberikan ruang yang memungkinkan kolaborasi antarentitas berbeda dalam satu tempat.
Fleksibel, fasilitas, suasana
Ridho mengisahkan bahwa PT. Amanah Umroh Handal tempatnya bekerja memilih coworking space karena nilai tambah-nilai tambah yang ditawarkan.
“Coworking space itu sangat fleksibel. Saat ini kami sebagai perusahaan kecil baru terdiri dari lima orang. Namun saat kami tumbuh dan menjadi 10, 20 orang, atau bahkan lebih, dan di antara waktu tersebut ada yang mengundurkan diri, berarti kami memerlukan sesuatu yang mampu membuat biaya menjadi fleksibel dalam konteks biaya per individu. Coworking space mampu memberikan fleksibilitas dalam hal biaya per individu dibandingkan dengan mendirikan kantor baru dengan menyewa ruko atau gedung, lalu membeli perabotan, pendingin ruangan, renovasi, dll. Biaya ratusan bisa keluar di depan dan kemungkinan adanya fasilitas dengan utilitas rendah akan signifikan,” ujar Ridho.
“Selain fleksibel, sudah ada coworking space yang memberikan fasilitas-fasilitas berupa akses 24 jam, ruang kerja yang luas, keberadaan ruang rapat, bar, lalu fasilitas olahraga seperti meja biliar, meja ping pong, hingga pelayanan penerima tamu, jasa kebersihan, dan masih banyak lagi.”
Nilai tambah coworking space lainnya yang Ridho rasakan pun ia utarakan, “Yang paling memukau dari coworking space adalah suasananya. Suasana coworking space persis seperti di kantor-kantor perusahaan pemula berbasis teknologi. Anak-anak muda saling berkolaborasi, selonjoran sambil diskusi, sementara ada juga yang sedang rapat, pelatihan, dll. Kalau kerja di tempat gini, dijamin kinerja tim bakal kebawa semangatnya. Jadi, suasana kantor tidak terasa kaku dan tidak berkesan terlalu berorientasi agama”.
Apa yang disampaikan Ridho bisa dikatakan mewakili opini rerata segmen konsumen yang dituju penyedia jasa coworking space. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, perusahaan pemula, pekerja mandiri, dan korporasi besar mencari alternatif tempat kerja berbasis aktivitas untuk menumbuhkembangkan talenta dan mendorong pertumbuhan bisnis. Keberadaan jasa coworking space memberikan solusi menghindari biaya pengeluaran modal yang berlebihan, penggunaan ruang kerja efisien, dan fleksibilitas untuk meneruskan atau mengakhiri kontrak kerja sama dengan waktu pemberitahuan yang pendek.
Maka dapat diestimasi bahwa permintaan dari perusahaan-perusahaan dengan tenaga kerja yang didominasi generasi Y dan generasi Z menjadi salah satu faktor utama pertumbuhan jasa coworking space di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Kebutuhan tempat kerja dengan nilai tambah berupa fleksibilitas dan penekanan budaya kolaborasi mampu dilihat dengan jeli oleh para penyedia jasa coworking space.
Selain itu, penyedia jasa coworking space juga memahami kebutuhan biaya tenaga kerja yang efisien dari perusahaan-perusahaan besar, khususnya yang memiliki tenaga kerja lebih dari 100 orang sehingga bagi yang memahami pembacaan pasar, terindikasi bahwa jumlah klien coworking space di Indonesia sudah tumbuh lebih dari 100 persen dalam setahun terakhir.
Selain perusahaan baik kecil, menengah, dan besar, perlu diingat juga segmen konsumen pekerja mandiri. Para pekerja mandiri yang membutuhkan suasana kerja kolaboratif dengan biaya fleksibel tentu juga membutuhkan jasa coworking space. Dengan bekerja di coworking space, para pekerja mandiri tidak perlu merasakan suasana monoton karena bekerja sendirian di rumah atau di kafe. Mereka dapat bekerja sambil berinteraksi dengan para individu sesama pekerja mandiri maupun dari perusahaan. Bahkan, sangat mungkin kerja sama komersial tercipta dari pertemuan rutin sesama pengguna jasa coworking space.
(Andika Priyandana; dari berbagai sumber)
Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Marketing edisi Januari 2019
Ping-balik: Agar Start-Up Bertahan Lama | WebLog Andika Priyandana