Teknologi yang berpotensi memiliki pengaruh terhebat dalam beberapa dekade ke depan telah tiba, Dan itu bukan media sosial, bukan big data, bukan robot, dan bahkan bukan AI… Teknologi itu disebut blockchain (Don Tapscott, Chairman & co-Founder Blockchain Research Institute).
Petuah-petuah bijak masa lampau semakin terasa kuno dan kehilangan nilainya di era terkini. Salah satunya adalah “Berhati-hatilah saat berinteraksi dengan orang asing.”. Atau, “Jangan sembarangan menerima pemberian dari orang asing,” dan “Jangan masuk ke dalam mobil bersama dengan orang asing.”
Namun saat ini jutaan orang sudah menggunakan teknologi yang memfasilitasi berbagi tumpangan bernama Uber. AirBnB semakin meraih popularitas di seluruh dunia, termasuk Indonesia, melalui teknologi pelantar berbagi ruang rumah dengan orang asing. Gojek meraih pijakan sangat kuat di benak konsumen Indonesia antara lain dengan pengelolaan jaringan pengemudi kendaraan pribadi roda dua untuk melayani kebutuhan-kebutuhan pribadi dan profesional golongan konsumen lain yang memerlukan jasa tersebut.
Melalui perantaraan teknologi digital, kepercayaan dengan orang-orang asing meningkat dan peran institusi-institusi tradisional semakin menurun. Sebagai contoh, banyak orang percaya menggunakan kendaraan orang asing yang dikelola Gojek dan Uber padahal belum menjalani uji KIR dan peruntukannya bukan untuk kendaraan umum.
Hal tersebut menunjukkan semakin kuatnya model distribusi dalam kehidupan masyarakat. Model distribusi semakin mengakar di masyarakat karena kejadian-kejadian skala dunia yang melemahkan kepercayaan publik dengan institusi tradisional, seperti bank, pemerintah, dan agama. Saat kepercayaan terhadap institusi-institusi tradisional tersebut semakin memudar, model distribusi, yang salah satunya “ekonomi berbagi”, meraih pertumbuhan berganda dengan basis teknologi.
Blockchain adalah contoh sistem ekonomi berbagi dengan basis teknologi, yang di masa depan dapat menggantikan peran sekaligus kebutuhan terhadap pihak ketiga secara utuh. Saat kepercayaan menjadi semakin terbagi, semakin lokal, dan tetap berbasis akuntabilitas, teknologi akan tetap menggeser kekuatan semakin jauh dari institusi ekonomi tradisional dan membaginya ke tangan semua anggota masyarakat.
Pengenalan terhadap blockchain
Secara simpel, blockchain adalah pusat data terdistribusi yang mencatat secara terbuka semua transaksi atau kejadian-kejadian di dunia digital yang sudah tereksekusi dan terbagi di antara pihak-pihak yang berpartisipasi. Setiap transaksi dalam catatan publik diverifikasi oleh kesepakatan bersama dari mayoritas partisipan di dalam sistem. Dan, sekali terverifikasi, informasi tidak dapat dihapus.
Untuk memudahkan pemahaman kekuatan blockchain dalam mengolah dan mengelola informasi, kita dapat menggunakan analogi mencuri. Mencuri makanan dari meja makan di tempat yang tidak ada orang, lalu menyimpannya di tempat tertutup, jauh lebih mudah daripada mencuri makanan di meja makan yang ada di tempat terbuka dengan pengawasan ribuan orang.
Catatan transaksi dalam blockchain bersifat sangat transparan, sangat terbuka, dan terdesentralisasi. Salah satu contoh penggunaan blockchain paling terkenal ada dalam dunia keuangan dan memiliki peran yang semakin kuat dalam transaksi global.
Blockchain menciptakan uang masa depan
Uang dapat dikatakan sebagai fiksi terbesar ciptaan manusia yang dipercaya secara sangat mayoritas di seluruh dunia sejak masa lampau. Tidak ada alasan kenapa sekeping uang logam atau selembar mata uang Rupiah harus memiliki nilai, selain bahwa kita percaya memang sekeping logam dan selembar kertas tersebut memiliki nilai. Uang benar-benar menggambarkan hubungan yang dimiliki antar satu manusia dengan manusia lainnya. Uang adalah fiksi kolektif mengenai nilai oleh masyarakat.
Uang analog seperti uang tunai dan uang digital kartu kredit, keduanya memiliki faktor yang melambatkan pergerakan dan perputaran, misalnya harus dicetak dulu oleh lembaga percetakan yang ditunjuk khusus oleh institusi berwenang.
Teknologi blockchain menerobos kelemahan-kelemahan tersebut dan menciptakan cryptocurrency yang mana kepopulerannya semakin diterima secara global. Bitcoin adalah contoh terpopuler cryptocurrency yang secara intrinsik terikat dengan teknologi blockchain. Bitcoin dirilis pertama kali pada 9 Januari 2009 oleh tokoh pseudonim bernama Satoshi Nakamoto dengan bahasa pemrograman C++.
Bitcoin juga menjadi cryptocurrency paling kontroversial karena mampu menciptakan pasar global bernilai miliaran dolar melalui transaksi-transaksi tanpa nama minus pengawasan pemerintah. Padahal transaksi keuangan tradisional harus terikat dengan berbagai peraturan yang berlaku domestik maupun internasional yang melibatkan pemerintah dan institusi keuangan.
Selain Bitcoin, masih ada cryptocurrency lain seperti Ethereum dan Stellar yang menunjukkan dunia keuangan global mulai memasuki era “uang yang dapat diprogram”, sebuah era yang mana setiap orang dapat membayar orang lain secara aman tanpa perlu mendaftar ke bank, meminta izin, melakukan penukaran mata uang, atau takut transfer uang bakal macet. Berkat teknologi blockchain, uang pun dapat didemokratisasi.
Demokratisasi uang dengan perantaraan teknologi blockchain dapat merevolusi dunia keuangan dan dunia digital dengan persetujuan terdistribusi untuk setiap dan semua transaksi yang melibatkan aset digital dalam jaringan di masa lalu, kini, dan masa depan. Semua hal ini dapat terwujud tanpa kompromi terhadap privasi para pihak dan aset digital yang terlibat. Persetujuan terdistribusi dan anonimitas adalah dua karakteristik penting dari teknologi blockchain.
Penerapan blockchain dalam dunia non-finansial
Penerapan blockchain dalam dunia non-finansial pun tak terbatas. Kita dapat menerapkan teknologi blockchain untuk validasi keberadaan semua dokumen legal, catatan kesehatan, pembayaran royalti catatan notaris, catatan pernikahan, sampai pemilu. Dengan menyimpan “sidik jari” aset digital dan bukan menyimpan aset digital tersebut, anonimitas dan privasi para pihak yang terlibat tetap terjaga.
Agar kita memiliki pemahaman lebih jelas mengenai penerapan blockchain dalam dunia non keuangan, pemilu akan dijadikan sebagai contoh. Sebagaimana kita ketahui, pemilu hingga kini masih dijalankan secara luar jaringan di lapangan, di atas kertas. Dengan perantaraan blockhain, e-voting dapat menjadi salah satu alternatif pemilu yang dapat dipercaya dan mungkin menjadi perkembangan tak terhindarkan yang dapat memercepat keterikatan antaranggota masyarakat. Pada saat sama, penerapan teknologi blockchain dalam e-voting dapat merevolusi hubungan antara warga negara dan pemerintah.
Blockchain-enabled e-voting (BEV) atau penerapan teknologi blockchain dalam e-voting menggeser kekuatan dari pemerintah ke tangan para pemilik hak suara untuk terlibat dalam pemilihan umum dengan memungkinkan mereka untuk memegang salinan catatan pemilihan / voting. Sekali tercatat dan terverifikasi, BEV tidak dapat diubah karena pemilik hak suara lain akan melihat bahwa catatan mereka berbeda dengan lainnya.
Suara tidak terlegitimasi tidak dapat masuk karena pemilik suara lainnya dapat melihat bahwa suara tersebut tidak sesuai aturan (misal karena sudah dihitung sebelumnya atau tidak terasosiasi dengan catatan nama pemilik hak suara tervalidasi). BEV, sekali lagi, akan menggeser kekuatan dan kepercayaan dari actor utama, yaitu otoritas pemilihan umum seperti Bawaslu serta KPU, dan menumbuhkan kesepakatan komunitas berbasis teknologi.
Cara blockchain bekerja

Cara blockchain bekerja – sumber: technofaq.org
Setelah menjabarkan mengenai berbagai manfaat dan keunggulan teknologi blockchain, kini saatnya kita masuk penjelasan teknis secara sangat ringkas mengenai cara blockchain bekerja. Catatan utama terkait teknologi blockchain adalah hanya dapat diterapkan hanya kepada semua transaksi yang dilakukan dalam jaringan. Lalu, cara kerja blockchain secara umum terbagi tiga:
- Validasi masukan data,
- Mengamankan data yang sudah masuk,
- Menyimpan catatan secara historis.
Seperti yang sudah disampaikan sebelumya, blockchain menawarkan fungsionalitas penyimpatan catatan tanpa sistem terpusat, melainkan terdistribusi. Untuk memastikan bahwa setiap transaksi terlegitimasi tanpa ada pengecekan otoritas pusat, pencatatan dilakukan secara terdesentralisasi sehingga setiap pihak memiliki catatan transaksi.
Setiap orang dapat meminta setiap transaksi masuk dalam blockchain, tetapi transaksi hanya dapat masuk jika semua pengguna setuju bahwa transaksi tersebut terlegitimasi. Sebagai contoh dalam transaksi jual beli rumah, permintaan transaksi berasal dari para pihak tervalidasi, bahwa penjual rumah belum menjual rumah dan pembeli rumah belum mengeluarkan uangnya. Semua pengecekan ini diselesaikan berbasis kepercayaan dan secara otomatis berdasarkan persetujuan setiap pengguna, sehingga tercipta sistem pencatatan yang sangat cepat, aman, dan tervalidasi.
Setiap transaksi baru dicatat dan disimpan bersama dengan transaksi-transaksi baru lainnya ke dalam “block – blok”, yang ditambahkan ke tautan blok terakhir dalam rantai panjang sejarah transaksi. Rantai ini menciptakan catatan blockchain yang disimpan semua pengguna. Pengerjaan ini disebut “mining – menambang”. Setiap orang dapat menjadi penambang dan bersaing untuk menjadi yang pertama memecahkan masalah matematika rumit sebagai bagian dari penciptaan blok transaksi terenkripsi nan valid untuk ditambahkan ke dalam blockchain.
Ada berbagai cara untuk menghargai usaha orang-orang yang melakukan dan menyelesaikan validasi tersebut. Salah satu contoh yang paling terkenal adalah Bitcoin.
Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Marketing edisi Juli 2018