Revolusi Pelayanan Pelanggan Era Digital

Kala era teknologi disruptif melanda, cinta seorang pelanggan menjadi semakin penting dibandingkan era lalu.

Oh, wow.

Pagi ini pesan B. Begitu orderan diterima, aku lihat rating pengemudi 3.00. Sangat jarang kutemukan rating 3.00. Biasanya 5.00. Agak tidak sreg. Tapi sudahlah.
Kutunggu beberapa menit, tak ada telepon, tak ada SMS. Tiba-tiba muncul tagihan Rp 20.000. Kuberi bintang terendah dan komentar, “Ini tagihan atas pemakaian apa ya? Saya pesan taksi tapi taksinya tidak datang.”

Tekan tombol kirim.

Baru selesai tekan tombol kirim, customer care B menelepon. Oh, wow. Rasanya baru beberapa detik. Ia minta maaf dan menglarifikasi komentarku. Tagihan dialihkan jadi tunai. Cepat sekali. Ini bedanya jika pakai B. Ada respons dari manusia bukan hanya mesin.

Lama-lama aku endorse B melulu. Apa melamar jadi bintang iklan sekalian?

———————————————————————————————

Kumpulan paragraf di atas adalah status curahan hati media sosial seorang pelanggan taksi, Ratna Hidayati, yang terkenal dengan kualitas pelayanan pelanggan yang melegenda di Indonesia. Status tersebut sekaligus memberikan beberapa pesan penting mengenai revolusi pelayanan pelanggan era digital, yaitu:

  • Era teknologi disruptif telah melanda dan merangsek hingga ranah pelayanan pelanggan,
  • Pelanggan dapat mengetahui rating seorang karyawan yang menjadi ujung tombak perusahaan dalam melayani pelanggan,
  • Kecepatan melayani keluhan pelanggan menjadi semakin krusial,
  • Meski teknologi semakin familiar dalam berbagai sektor, peranan manusia tetap sangat penting dan tidak bisa digantikan sepenuhnya.

Apa jadinya jika keluhan pelanggan lama ditanggapi? Bisa jadi Ratna merasa frustasi dan jengkel karena keluhannya bagai sekedar memenuhi kapasitas memori komputer, lalu Ratna membuat status keluhan di media sosial mengenai buruknya pelayanan pelanggan yang dia alami. Sebuah skenario yang mungkin terjadi dan sebenarnya familiar kita temui di jejaring sosial.

Namun kabar baiknya adalah taksi B memahami keluhan Ratna dengan baik. Lebih baik lagi, taksi B mampu menyinergikan pelayanan pelanggan dengan teknologi sehingga level tinggi yang sudah taksi B miliki semakin bertambah tinggi. Ada indikasi, taksi B memahami bahwa bisnis mereka tumbuh karena kepercayaan pelanggan terhadap kualitas dan fokus pada pelanggan yang mereka berikan. Maka, meski teknologi berbagi tumpangan sempat menggoncang pasar tempat taksi B berada, taksi B mampu menemukan keseimbangannya kembali dan kembali ke dalam permainan dengan warna baru.

Dimakan oleh kompetitor inovatif

Contact Centre Girl

Dalam sejarah, para innovator dan pengguna teknologi disruptif selalu mampu menimbulkan perasaan was-was dan kekacauan terhadap kemapanan yang dihuni para pemain lama. Teknologi mesin cetak ciptaan Guttenberg pada abad 15 mampu mengguncang dunia penyalinan buku yang semula sangat mengandalkan tulisan tangan manusia dan menakutkan para pemimpin negara otokrasi atas kemampuannya menyebarkan gagasan dengan cepat.

Teknologi mesin uap mempercepat mobilitas manusia dalam menjelajahi muka bumi. Teknologi digital pembantu distribusi manusia dengan berbagai kelebihannya memudahkan penumpang melakukan pemesanan dibandingkan dengan taksi.

Seringkali, perusahaan-perusahaan inovatif yang datang dengan teknologi disruptif mampu merontokkan dominasi pemain lama dengan cepat. Salah satu alasannya adalah perusahaan-perusahaan tersebut sudah lama menganggap pelangganlah yang membutuhkan mereka, bukan mereka yang membutuhkan pelanggan. Sikap ini muncul antara lain karena mereka sudah mengontrol pasar terlalu lama.

Saat perusahaan disruptif datang, pelanggan dengan senang pindah ke alternatif baru, dan meninggalkan para pemain lama bersusah payah mengikuti kecepatan pergerakan kemajuan zaman.

Kini pada titik tertentu, setiap sektor telah ditakdirkan mencicipi hempasan gelombang teknologi yang dikendalikan oleh internet, cepat atau lambat. Teknologi telepon bergerak nan pintar, akses internet yang semakin mudah dan terjangkau, serta komputasi awan murah sudah membuat perubahan lintas industri.

Bagi perusahaan-perusahaan yang tidak memusatkan perhatian dan pelayanan pada pelanggan, perusahaan-perusahaan tersebut rentan dengan gelombang teknologi disruptif karena para pelanggan mereka tidak memiliki insentif untuk bersikap loyal.

Keindahan ekonomi inklusif

Perusahaan telepon di Indonesia adalah contoh sangat baik pasar yang pernah dimonopoli. Telkom sebagai BUMN memiliki hak penguasaan pasar hingga terkenal memiliki laba abnormal. Relatif tidak banyak perubahan yang terjadi selama sekian dekade. Dengan tekanan kompetisi antarperusahaan yang relatif minim, mendapatkan pelanggan termasuk mudah.

Kemudian, era telepon bergerak tiba dan Telkom menelurkan Telkomsel. Telkomsel, antara lain dengan keistimewaan yang diberikan pemerintah mampu menguasai pasar meski banderol harga konsumen masuk kategori sangat tinggi. Pelanggan semakin banyak yang frustasi karena minim alternatif yang memuaskan dan Telkom serta Telkomsel semakin besar dan besar. Mereka semakin berfokus melindungi pundi-pundi pendapatan mereka daripada fokus kepada kebutuhan serta pelayanan pelanggan.

Lali saat keran persaingan dibuka, muncul pemain-pemain lain telekomunikasi seluler yang melayani pasar sama. Salah satu dari mereka, XL, memilih melakukan disrupsi pasar dengan menerapkan harga berkomunikasi murah yang sempat latah diikuti para pemain lainnya. Waktu berlanjut dan persaingan meluas ke penyediaan dan kemudahan akses internet.

Maksud dari gambaran ringkas ini adalah, persaingan dalam bentuk ekonomi inklusif memaksa para perusahaan menyesuaikan harga saat mencapai tingkat keekonomisan dan memungkinkan untuk diturunkan. Lalu, saat elemen pelayanan pelanggan masuk dalam rencana strategi, perusahaan dipaksa berfokus pada konsumen.

Kejadian tersebut belum tentu bisa terjadi dalam industri dengan kompetisi minim. Insentif minim untuk berinovasi menyebabkan perusahaan tidak termotivasi memberikan pelayanan terbaik pada pelanggan. Akhirnya, pelayanan pelanggan terabaikan dan pelanggan hanya bisa mengeluh tanpa bisa mendapatkan substitusi.

Mencari pertolongan

Saat teknologi disruptif memasuki pasar, reaksi pertama dari para pemain yang sudah sangat mapan dan malas berinovasi adalah memanfaatkan lobi-lobi ke pemerintah dan meminta bantuan demi dominasi pasar. Bantuan yang diharapkan datang dari pemerintah biasanya dalam bentuk Peraturan Menteri atau Peraturan Dirjen.

Di sela permintaan bantuan kepada pemerintah, bisa jadi para karyawan perusahaan mapan di lapangan turut terusik, tersulut emosi, dan berdemonstrasi di jalan. Masih ingat kasus para sopir taksi yang protes di jalanan ibukota karena kehilangan dominasi mereka?

Sebenarnya sikap reaktif mereka dipahami, namun tindakan mereka justru menjauhkan fokus mereka dari pelanggan. Pada akhirnya bumerang terjadi. Para pelanggan justru beropini negatif karena sikap reaktif yang ditunjukkan perusahaan dan memilih untuk mencicipi layanan alternatif dengan teknologi disruptif.

Utamakan pelanggan Anda

Jika sikap reaktif terlanjur terjadi, dan ulasan negatif para pelanggan bermunculan, perusahaan yang profesional mampu menyadari kesalahannya sesegera mungkin dan mencari solusi. Solusi yang selalu kita dengar berulang kali, yaitu pelanggan harus menjadi pusat dari setiap pengambilan keputusan perusahaan. Saat sebuah perusahaan terlalu dominan, bisa jadi ia kehilangan fokus. Tetapi saat sang pembawa teknologi disruptif datang, perusahaan lama tersadarkan dan kembali kepada fokus utama.

Sayangnya, kembali berfokus kepada pelanggan dan mencoba meraih kepercayaan serta loyalitas mereka sangat sulit dalam implementasi lapangan. Setiap pelaku industri belajar realitas pasar dengan keras saat masa-sama disruptif datang. Meski sangat sulit, bukan berarti tidak bisa. Perusahaan taksi B yang diceritakan di awal artikel adalah contoh perusahaan yang sempat terusik dengan perusahaan pembawa teknologi disruptif, namun mereka segera kembali kepada fokus utama. Fokus kepada pelanggan dan mengutamakan pelayanan terbaik kepada pelanggan, tentunya dengan memberdayakan teknologi terkini.

Depok, 22 Juli 2017

(Andika Priyandana)

Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Service Excellence edisi Agustus 2017

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s