9++ Wajib Tahu bagi Calon Pemilik dan Penghuni Rumah Susun

Bisa membayar lunas rumah ternyata belum tentu memiliki rumah. Loh kenapa? Dan apa saja wajib tahu lainnya?

Ilustrasi apartemen – sumber: equityapartments.com

Rumah susun (vertical housing) atau kadang disebut sebagai apartemen atau kondomium di Indonesia memiliki banyak masalah yang cocok dibuat film horor berseri. Masalah-masalah yang ada sudah diakui pemerintah dan sudah menimbulkan banyak korban, antara lain status legal kepemilikan yang entah terwujud kapan (meski sudah bayar lunas), hingga tagihan tanpa basis legal resmi dan minus transparansi.

Dalam UU 20/2011 tentang Rumah Susun, pasal 1 nomor 1, rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

Berdasarkan definisi rumah susun di atas, tidak peduli kita menyebutnya sebagai apartemen atau kondominium, tetap saja bangunan tersebut adalah rumah susun dalam perspektif hukum positif di Indonesia. Jika kita memiliki berbagai macam masalah yang berhubungan dengan rumah susun, para penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, dan pengacara) pun menjadikan UU 20/2011 (dan semua hasil peninjauan kembali di Mahkamah Konstitusi) sebagai rujukan utama yang legal.

Latar belakang masalah di rumah susun

Sebelum saya membahas 9++ wajib tahu bagi calon pemilik dan penghuni rumah susun, dengan pengetahuan yang terbatas, saya mencoba membahas latar belakang masalah di rumah susun

Kita sebagai warga negara Indonesia memiliki hak konstitusional bertempat tinggal dan memiliki rumah yang mampu meningkatkan kualitas hidup, standar hidup, kepercayaan diri, pembangunan karakter, dan banyak hal lain.

Realitasnya, pemerintah Republik Indonesia memiliki kesulitan mewujudkan hak-hak konstitusional warga negara dalam bertempat tinggal dan memiliki rumah. Penyebab-penyebab kesulitannya mulai dari:

  • Wilayah laut yang luas,
  • Peruntukan lahan untuk hunian,
  • Hingga rendahnya ketersediaan dana untuk membangun hunian-hunian tersebut.

Contoh riil masalah penyediaan rumah tersebut adalah selisih antara kebutuhan rumah dan pasokan rumah sebesar minus 11.400.000 per 2016 (BPS).

Untuk mengatasi ketidakmampuan penyediaan rumah, maka pemerintah bekerjasama dengan swasta, termasuk urusan pengadaan rumah susun. Contoh terkenal usaha ini adalah Program 1000 menara rumah sejahtera susun milik (rusunami) periode 2007 – 2012 yang lumayan lancar pembangunan fisiknya dan sangat terkendala dalam pembangunan nonfisik (regulasi, perizinan, ketentuan harga, hingga pengawasan pelaksanaan regulasi yang sudah eksis).

Sehubungan dengan regulasi rumah susun, meski sudah ada UU 20/2011, hingga kini belum ada aturan turunan dalam bentuk Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, dan Peraturan Daerah yang membahas teknis pelaksanaan UU 20/2011. Kapan terbitnya? Ngga tau. Coba tanya pemerintah.

Lebih parah lagi, jumlah karya ilmiah dalam bentuk buku, esai, dan jurnal akademik yang membahas rumah susun di Indonesia masih sangat terbatas.

Akibatnya, konflik antara pengembang dan pengelola dengan pemilik dan penghuni rumah susun yang berhubungan dengan kepemilikan, pengelolaan dana, keamanan, hingga pemeliharaan lingkungan terus terjadi. Kasus rusun-rusun ternama yang bermunculan di berbagai media hanyalah puncak dari gunung es masalah rusun di Indonesia.

9++ Wajib Tahu bagi Calon Pemilik dan Penghuni Rumah Susun

#1. Wajib Tahu Tujuan.

Apa sebenarnya tujuan kita membeli rumah susun? Apakah untuk tujuan pribadi yang berarti sebagai tempat tinggal sendiri dan kelak bersama anggota keluarga lainnya? Atau untuk tujuan komersial?

Kalau tujuan kita adalah tujuan pribadi, berarti kita harus tahu bahwa suasana hidup di rumah susun berbeda dengan rumah tapak. Basis hukum rumah susun dan rumah tapak pun berbeda. Saat memiliki untuk tujuan pribadi, tentunya berkas resmi kepemilikan properti yang diakui pemerintah wajib menjadi perhatian. Dalam konteks rusun, berkas tersebut minimal AJB (Akta Jual Beli) dan paling bagus SHMSRS (Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun).

Kalau kita adalah tujuan komersial, berarti kita harus memikirkan imbal hasil baik dari sisi kenaikan nilai rusun, sewa rusun, dan berbagai sumber pemasukan lain yang dihasilkan rusun yang kita beli. Intinya, pemasukan yang kita dapatkan dari rusun yang kita beli harus lebih tinggi daripada pengeluaran (termasuk inflasi).

#2. Wajib Tahu Landasan Hukum.

Landasan hukum rusun di Indonesia adalah UU 20/2011 (dan semua hasil peninjauan kembali di Mahkamah Konstitusi). Namun ada hal sangat penting yang patut jadi catatan. UU 20/2011 belum memiliki peraturan turunan dalam bentuk PP (Peraturan Pemerintah), Permen (Peraturan Menteri), Perda (Peraturan Daerah), dan berbagai bentuk peraturan turunan lainnya. Kapan terbitnya? Ngga tau. Coba tanya pemerintah.

Padahal peraturan turunan tersebut sangat penting sebagai panduan teknis pelaksanaan hukum dan aturan negara mengenai rumah susun. Akibat belum adanya peraturan turunan tersebut, ada celah-celah hukum yang bisa merugikan para calon pemilik dan penghuni rumah susun dalam hal kedaulatan dan kemaslahatan.

Sebenarnya sebelum UU 20/2011, ada UU 16/1985 mengenai Rusun dengan PP 4/1988 mengenai Rusun sebagai panduan teknis. Namun, UU dan PP tersebut sudah kurang relevan dengan keadaan terkini dan karenanya perlu pembaruan. Sayangnya pembaruan baru di level UU dan belum sampai level PP.

Selain UU 20/2011, calon pemilik dan penghuni rusun di kawasan superblok wajib tahu bahwa belum ada UU Superblok. Pada 2015 pernah ada bahasan RUU Superblok oleh pemerintah dan DPR, namun kelanjutannya belum jelas. Jadi, kepemilikan rusun di kawasan superblok memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan kepemilikan rusun di kawasan murni untuk rusun karena ketiadaan payung hukum yang kuat untuk calon pemilik dan penghuni rusun.

#3. Wajib tahu status tanah dan bangunan rusun yang kita incar.

Saat kita berbicara status tanah, ada HM (Hak Milik), HGB (Hak Guna Bangunan), dan HPL (Hak Pengelolaan Lahan). Tanah HPL berarti dikuasai negara dan pengelolaannya diberikan kepada instansi pemerintah (termasuk Pemda), BUMN, BUMD, PT Persero, Badan Otorita, dan badan-badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah.

Kemudian, saat kita berbicara spesifik status rusun, secara umum dikenal dua, yaitu HGB murni dan HBG di atas HPL. Rusun HGB murni lebih mudah dikelola daripada HGB di atas HPL. HGB murni berarti lahan tempat kompleks dibangun murni milik pengembang sehingga urusan hukum lebih mudah.

Sedangkan HGB di atas HPL menyulitkan karena minimal ada tiga pihak terlibat, yaitu:

  • Negara sebagai pemilik tanah,
  • Pemegang HPL, dan
  • Pengembang rusun.

Jadi, saat perpanjangan HGB, siap-siap saja mengeluarkan biaya ekstra untuk mendapatkan rekomendasi perpanjangan dari yang punya lahan, yaitu pemerintah. Ingin keribetan berkurang dengan pemindahtanganan tanah melalui penjualan? Pihak yang harus terlibat antara lain Menteri Keuangan dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan pengajuan harus oleh si pemegang HPL, bukan si pengguna HPL. Makin ribet kan?

Ringkasnya, membeli rusun HGB di atas HPL lebih berisiko dibandingkan dengan membeli rusun HGB murni. Ini sebabnya, jika ada rusun di atas HPL sebaiknya berbentuk rusunawa karena beban risiko di sisi penghuni rusun menjadi turun.

#4. Wajib tahu bahwa bisa melunasi harga rusun berbeda dengan memiliki rumah susun.

Banyak di sekitar kita iklan-iklan rusun dengan penekanan kemudahan pembayaran, mulai dari DP Rp 0, DP 0%, cicilan bunga flat, dll. Kita wajib tahu bahwa meski kita bisa melunasi harga penawaran rusun, kita belum tentu memiliki rusun tersebut. KOK BISA?

Ya, bisa membayar lunas rumah susun ternyata belum tentu memiliki rumah susun.

Prinsip sama berlaku saat kita berhadapan dengan jual beli mobil dan jual beli rumah tapak. Meski kita bisa membayar lunas, belum tentu kita memiliki barang yang kita beli, sepanjang nama kita belum tertera dalam berkas resmi kepemilikan yang dikeluarkan pemerintah.

Jadi, kalau kita sudah membayar lunas kendaraan bermotor, tapi nama kita belum tertera dalam BPKB, berarti kita belum memiliki kendaraan bermotor tersebut secara legal tertulis. Kalau kita sudah membayar lunas rumah tapak, tapi nama kita belum tertera dalam SHM (Sertifikat Hak Milik), berarti kita belum memiliki rumah tapak tersebut secara legal tertulis.

Sekali lagi, prinsip sama berlaku pada rumah susun. Kalau kita sudah membayar lunas rumah susun, tapi nama kita belum tertera dalam SHMSRS (Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun), berarti kita belum memiliki rumah susun tersebut secara legal tertulis. Jika belum bisa sampai tahap SHMSRS, minimal kita sebagai calon pemilik dan penghuni rumah susun bisa sampai pada tahap AJB (Akta Jual Beli).

Kalau kita ingin tetap membeli rusun yang baru level PPJB, silahkan saja. Namun risikonya tentu lebih tinggi dibandingkan dengan rusun yang sudah AJB dan/atau SHMSRS. Namun kalau baru PPJB, utamakan PPJB yang dibuat di hadapan notaris. Kalau kita memilih rusun dengan PPJB tidak dibuat di hadapan notaris? Risiko makin tinggi lagi bagi kita.

Ingat untuk baca, perhatikan, dan pahami baik-baik pasal per pasal PPJB, baik yang di hadapan notaris maupun tidak. Apakah seimbang atau justru memberatkan calon pemilik dan penghuni rumah susun? Jika ada masalah dengan PPJB dan kita terlanjur tanda tangan, risiko hukum tertinggi ada di pundak kita dan lihatlah dari sudut pandang hukum perdata, bukan pidana.

#5. Wajib Tahu Proses Menuju SHMSRS.

Membicarakan SHMSRS berarti membicarakan kedaulatan di rumah susun. Kedaulatan di rumah susun berarti membicarakan kepemilikan rumah susun yang dibuktikan dengan kepemilikan berkas Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS).

Proses Menuju SHMSRS

Proses Menuju SHMSRS

UU 20/2011 pasal 1 ayat 11 menyebutkan sertifikat hak milik sarusun yang selanjutnya disebut SHM sarusun adalah tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai di atas tanah negara, serta hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan.

Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai representasi pemerintah adalah satu-satunya pihak yang berhak mengeluarkan berkas SHM Sarusun.

Jadi, meski kita memiliki bukti pelunasan pembayaran unit rusun dan memiliki PPJB, kita belum menjadi pemilik sarusun yang sah dan meyakinkan di mata hukum.

Untuk memudahkan pemahaman ini, kita bisa melihat dalam konteks kepemilikan kendaraan bermotor bekas. Meski kita sudah membayar lunas kepada pemilik sebelumnya, sepanjang nama kita belum tertera dalam buku Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) yang dikeluarkan hanya dan hanya oleh Satuan Lalu Lintas Polri (Satlantas Polri), kita belum secara sah dan meyakinkan di mata hukum menjadi pemilik kendaraan bermotor tersebut.

Buktinya adalah saat kita ingin memperpanjang STNK, kita tetap memerlukan KTP pemilik terdahulu yang tertera dalam BPKB jika nama kita belum tertera sebagai pemilik baru.

Sudah ada kasus-kasus para pemilik rusun belum memiliki SHMSRS hingga bertahun-tahun meski sudah melunasi proses jual beli. Pengembang berkewajiban membantu proses penerbitan SHMSRS, namun kenyataan di lapangan menunjukkan penundaan hingga tahunan dengan berbagai alasan, antara lain pembangunan rusun belum selesai (tanpa ada tenggat waktu jelas dan tertulis) dan belum melakukan pertelaan.

Salah satu referensi:

http://properti.bisnis.com/read/20160518/49/548901/aperssi-penyelesaian-sertifikat-rusun-harus-sebelum-jual-beli

#6. Wajib Tahu Berkas-Berkas Legal Gedung Rusun.

Banyak lho kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi saat kita membangun gedung. Salah satunya IMB (Izin Mendirikan Bangunan). Saat bangunan sudah selesai, harus ada SLF (Sertifikat Laik Fungsi). SLF diterbitkan pemerintah daerah untuk menyatakan kelaikan fungsi suatu bangunan gedung baik secara administratif maupun teknis sebelum pemanfaatannya.

SLF wajib dimiliki setiap bangunan gedung dan berlaku lima tahun untuk bangunan umum serta 10 tahun untuk bangunan rumah tinggal. Sebelum masa berlaku SLF habis, harus diajukan kembali permohonan perpanjangan SLF.

Jadi, kalau kita tinggal di rusun dengan lift sering ngadat, sistem keselamatan kebakaran tidak jelas, tidak ada lift lebar yang bisa memasukkan jenazah, sebaiknya kita mempertanyakan keberadaan SLF rusun tersebut.

#7. Wajib Tahu Pengelola Rusun

UU 20/2011 pasal 56 tentang Rusun mewajibkan adanya keberadaan pengelola rumah susun. Lalu, badan Pengelola yang bersifat tetap harus terdaftar dan berbasis peraturan berlaku saat ini, harus mendapatkan izin usaha dari Gubernur DKI Jakarta (konteks Jakarta).

Kalau ternyata Badan Pengelola Rusun tidak terdaftar dan tidak memiliki izin usaha dari Gubernur DKI Jakarta, lalu kita memutuskan membeli rusun tersebut, berarti kita sudah menambah risiko.

Di sini, PPPSRS menjadi entitas yang keberadaannya wajib dalam rusun. Pelaku pembangunan wajib memfasilitasi terbentuknya PPPSRS. Setelah PPPSRS terbentuk, pelaku pembangunan wajib menyerahkan pengelolaan benda bersama, bagian bersama, dan tanah bersama kepada PPPSRS.

#8. Wajib Tahu Keberadaan RT / RW

Keberadaan RT dan RW berfungsi sebagai anasir terkecil dari struktur administrasi kependudukan yang berfungsi melakukan pendataan kependudukan dan bertugas dalam rangka pelayanan administrasi pemerintahan. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan.

Keberadaan RT dan RW adalah Lembaga kemasyarakatan yang melayani administrasi pemerintahan yang menjadi bagian terpenting dari penyelenggaraan administrasi kependudukan untuk dokumen kependudukan seperti KTP (Kartu Tanda Penduduk), KK (Kartu Keluarga), dan PBB.

Jadi, fungsi RT/RW berkaitan dengan penghunian dan administrasi kependudukan, yang melakukan pelayanan kependudukan seperti KK, KTP, dan pengawasan warga. Pembentukan RT/RW dilakukan pemerintah daerah yang eksekusinya dilaksanakan kelurahan. Jika rusun yang mau kita beli tidak ada RT/RW, siap-siap saja dengan penghuni dengan identitas tidak jelas dan terjadinya berbagai kegiatan-kegiatan ilegal.

#9. Wajib Tahu IPL dan Biaya-Biaya Lain.

IPL (Iuran Pengelolaan Lingkungan) adalah biaya yang dikenakan kepada nama yang terdaftar sebagai penanggung jawab rusun, baik dalam keadaan terhuni maupun tidak. Basis biaya IPL adalah NPP (Nilai Perbandingan Proporsional). Jadi, meski rusun sudah dibeli dan tidak dihuni selama tahunan, kita tetap wajib membayar IPL. Jika kita tidak membayar IPL, siap-siap saja menerima kemungkinan blokir akses terbatas dan risiko-risiko lainnya.

Lakukan juga perbandingan IPL antar satu rusun dengan rusun lainnya. Siapa tahu biaya IPL yang dikenakan terlalu mahal karena ada rusun lain dengan lokasi sama-sama strategis, fasilitas lebih lengkap, tetapi IPL lebih murah.

Selain IPL, kita perlu membayar biaya-biaya lainnya, misal listrik, air, hingga PBB. Jika listrik dan rusun adalah pasca bayar, siap-siap saja membayar biaya abodemen listrik dan biaya abonemen air meski rusun tidak dihuni dan penggunaannya nol.

Ketahui juga kewajiban pembayaran PBB (jika ada). PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) adalah kewajiban pajak yang harus kita bayar ke kas negara, tanpa perantara. Para pemilik rusun wajib membayar PBB setelah menerima SPPT P2 atas nama pemilik. Secara ringkas, SPPT P2 dapat keluar kalau sudah ada pertelaan (salah satu syarat mendapatkan IMB) dan pemecahan sertifikat oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional). Melalui pertelaan pula, kita bisa mengetahui NPP (Nilai Perbandingan Proporsional) yang menjadi basis perhitungan IPL.

Cek juga biaya parkir. Ketahui sebelumnya bahwa benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun melainkan bagian yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama (Pasal 1 angka 6 UU Rusun).

Yang dimaksud benda bersama yaitu, antara lain, adalah ruang pertemuan, tanaman, bangunan pertamanan, bangunan sarana sosial, tempat ibadah, tempat bermain, dan tempat parkir yang terpisah atau menyatu dengan struktur bangunan rumah susun. (Penjelasan Pasal 25 Ayat (1)).

Bahwa dengan demikian tempat parkir adalah termasuk benda bersama yang dimiliki bersama oleh warga secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama. Tempat parkir sebagai benda bersama tidak bisa dipisah-pisah apalagi dibatasi penggunaannya.

Jadi, mengalihfungsikan benda bersama menjadi area komersial (parkir), dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana Pasal 111 ayat 1 UU Rusun, Setiap orang yang mengalihfungsikan prasarana, sarana, dan utilitas umum, serta benda bersama, bagian bersama, dan tanah bersama dalam pembangunan atau pengelolaan rumah susun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Apakah masih ada biaya-biaya lainnya? Tentu. Misalnya sinking fund. Jadi, bagi kita para calon pemilik dan penghuni rusun, wajib mengetahui biaya-biaya yang sudah muncul, sedang berjalan, dan akan muncul.

Tambahan, cari tahu juga keberadaan transparansi laporan keuangan penggunaan IPL. Kalau tidak ada, berarti kita kembali menambah risiko ke pihak kita.

Penutup

Sebagai calon pemilik dan penghuni rumah susun, bisa mengetahui sembilan hal di atas sudah baik. Cara mengetahui sebaiknya melalui berbagai pihak dan sumber, antara lain:

  • Pemilik dan penghuni rusun yang sudah ada,
  • Forum-forum para pemilik dan penghuni rusun, baik di internet maupun bukan,
  • Wiraniaga penjual unit rusun,
  • Media-media yang bisa ditelusuri di internet.

Jika bisa mengetahui lebih banyak dan lebih mendalam, tentunya jauh lebih baik lagi. Jadi, kita bisa mengetahui harga yang pantas untuk rusun yang kita mau beli. Semakin tinggi risikonya, tentu harganya semakin rendah. Karena besaran harga rusun tidak pantas jika melulu ditetapkan berdasarkan lokasi, kelengkapan fasilitas, dan hal-hal fisikal lainnya.

Apakah Anda sekalian mengetahui ++ lainnya yang wajib diketahui para calon pemilik dan penghuni rusun? Silahkan berikan masukan Anda di kolom komentar.

Depok, 31 Januari 2018

Andika Priyandana

Iklan

6 thoughts on “9++ Wajib Tahu bagi Calon Pemilik dan Penghuni Rumah Susun

  1. Sebenarnya pihak Pemerintah dlm hal ini Pemerintah DKI Jakarta sbg Pembina n Pengawas Rusun di DKI Jakarta sudah sangat mengerti n memahami permasalahan Rusun ini, ……. tp kenapa hal ini terjadi & dibiarkan atau dilakukan pembiaran oleh Pemerintah itu sendiri ? Jawabnya sangatlah mudah dan praktis yaitu : …. yg berwenang atau yg bertanggungjawab thd hal ini sdh tersandera oleh kepentingan pengembang & pihak2 lain yg mengambil keuntungan dari carut-marutnya penyelesaian masalah Rusun……

      • Bukan sama ato diam aja tapi karena hal ini menurut nya bukan prioritas & ngg penting, lihat kenyataannya : …. setelah urus Reklamasi terus Alexis terus tata Tanah Abang terus malah urus Becak sedangkan Rusun ato Apartemen dilewatin tuh…. knp yaa, krn : ….. kembali ke kalimat awal, hehehe 😂

      • Pemprov DKI Jakarta sekarang menurut saya tidak memiliki skala prioritas dalam bekerja, Pak.

        Atau kalau punya, lebih meletakkan prioritas ke pekerjaan yang bersifat seremonial atau memberikan sorotan citra yang kuat.

        Kalau ada yang nyenggol rusun, justru sangat blunder. Yaitu jualan rusunami dengan jargon Rp 0 di atas tanah milik pemerintah. Jualan rusunami dengan status HGB di atas HPL.

  2. transaksi ratusan juta hanya menggunakan PPJB bawah tangan ibarat beli mobil tanpa BPKB. tapi herannya banyak juga dari kalangan pengacara atau ahli hukum yang ikut-2an “tertipu” membeli apartemen/rusun tanpa surat-surat yang absah.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s