Proses Penjualan Era Digital

Tugas salesman di era digital semakin tergantikan oleh teknologi. Benarkah demikian?

Wiraniaga (Salesman) Sedang Beraksi – sumber blog.limitless.media

Tugas wiraniaga, atau biasa disebut juga sebagai tenaga penjualan atau salesman di era digital terasa semakin berat. Alasan-alasan yang biasa mengemuka adalah keberadaan teknologi, misal situs pasar daring atau pelantar business-to-business (B2B), membuat para pelanggan memilih berkomunikasi secara langsung dengan produsen. Keberadaan perantara bernama wiraniaga sudah kurang dibutuhkan.

Asumsi negatif tersebut sebenarnya tidak beralasan, khususnya jika kita melihat dalam perspektif Indonesia. Secara umum, keberadaan seorang wiraniaga justru masih sangat dibutuhkan, khususnya dalam pasar B2B, business-to-government (B2G), dan business-to-consumer (B2C) untuk produk-produk tertentu.

Pekerjaan sebagai seorang tenaga penjualan profesional masih sangat dibutuhkan oleh para pemilik bisnis dan pengelola perusahaan yang menginginkan para konsumennya mendapatkan informasi fitur produk-produk mereka sebaik mungkin. Ujungnya tentu saja demi meningkatkan pundi-pundi pendapatan perusahaan.

Sebagai contoh dalam pasar B2B. Saat bagian pengadaan barang ingin melakukan pembelian, tentunya mereka memiliki kewajiban untuk mengetahui spesifikasi produk-produk yang dibutuhkan secara langsung dengan melihat dan merasakan fisik. Jika mereka sudah mengetahui merek yang dibutuhkan, mereka tetap berkewajiban untuk mengetahui informasi terbaru dari sebuah produk. Pada fase tersebut, tentunya peran wiraniaga menjadi krusial.

Hal sama berlaku dalam pasar B2G. Peran salesman terasa penting karena pemerintah biasanya memiliki seleksi pengadaan barang yang lebih ketat karena dibatasi oleh peraturan dan perundangan yang bisa berujung bui jika terbukti ada pelanggaran. Dalam pasar B2G, peran tenaga penjualan antara lain mencari informasi kapan tender akan diadakan, hal-hal apa saja yang harus dipersiapkan dalam seleksi pengadaan barang, lobi, dan masih banyak lagi.

Sedangkan dalam pasar B2C, peran wiraniaga terlihat khususnya dalam barang-barang untuk konsumen dengan segmentasi sempit, misalnya kendaraan bermotor. Contohnya seorang calon konsumen pembeli sedan secara umum sebelum memutuskan melakukan pembelian selalu memilih melihat langsung sedan yang diinginkan, mengorek informasi mengenai fitur-fitur yang tersedia, harga kendaraan, dan masih banyak lagi.

Jadi, pekerjaan sebagai wiraniaga tetap eksis dan krusial di pasar Indonesia dalam jangka waktu yang cukup lama. Keberadaan seorang wiraniaga semakin perlu karena diuntungkan oleh faktor budaya dan faktor sosial bangsa Indonesia yang sangat menyukai obrolan.

Faktor teknologi memiliki peran mendukung penjualan tersebut agar berjalan lebih efektif dan efisien, misalnya untuk keperluan database elektronik sehingga seorang wiraniaga lebih dimudahkan saat menjalani proses penjualan.

Sepuluh langkah proses penjualan era digital

The Selling Process – Proses Penjualan

Secara umum para salesman mengetahui ada 10 langkah penting dalam proses penjualan. Sepuluh langkah tersebut sudah baku sejak zaman penjualan konvensional dan tetap berlaku di era digital. Sepuluh langkah tersebut adalah:

  1. Prospecting (Prospek konsumen)
  2. Pre-approach / Planning (Perencanaan penjualan)
  3. Approach (Pendekatan)
  4. Presentation (Presentasi produk)
  5. Trial close (Percobaan transaksi)
  6. Determine objections (Mengetahui hal yang memberatkan konsumen)
  7. Meet objections (Mengatasi hal-hal yang memberatkan)
  8. Trial close (Percobaan transaksi)
  9. Close (Eksekusi transaksi)
  10. Follow-up & Service (Tindak lanjut dan pelayanan)

Sebelum para tenaga penjual melakukan 10 langkah penting proses penjualan tersebut, tentunya mereka harus memiliki kolaborasi apik dengan tenaga marketing agar rasio keberhasilan menciptakan transaksi penjualan semakin meningkat. Pemahaman kolaborasi ini sekaligus menjelaskan bahwa marketing dan sales memiliki peran berbeda.

Patut menjadi catatan bahwa terdapat perbedaan antara marketing dan sales. Marketing berorientasi kepada konsumen, sedangkan sales berorientasi kepada produk. Marketing berorientasi kepada konsumen karena adanya kewajiban mengetahui apa yang menjadi kebutuhan dan masalah konsumen melalui riset pasar, lalu menunjukkan bahwa ada produk yang mampu memenuhi kebutuhan dan memberikan solusi dari masalah yang dialami.

Setelah konsumen menunjukkan rasa tertarik terhadap produk tersebut, wiraniaga mulai memainkan peran dengan menjelaskan dan memberikan informasi mengenai fitur-fitur produk yang sesuai dengan kebutuhan dan masalah konsumen.

Untuk memudahkan pemahaman, artikel ini mengambil contoh proses penjualan pasar B2C untuk produk jasa berupa penyewaan gudang ukuran kecil dan menengah yang diperuntukkan bagi rumah tangga yang membutuhkan ruangan untuk meletakkan barang-barang.

Anggap bagian marketing dari perusahaan jasa ini sudah melakukan kegiatan pemasaran dengan mediasi pelantar-pelantar digital, misal search engine marketing di situs penelusur, iklan di jejaring sosial, dan iklan di pasar daring yang semua kegiatan marketing tersebut ditujukan untuk ibu rumah tangga yang berlokasi di wilayah Jakarta, menggunakan ponsel pintar android dan/atau iOS, dan berpendidikan tinggi.

Melalui kegiatan tersebut, pihak marketing berhasil mendapatkan database awal para konsumen yang membutuhkan jasa sewa gudang untuk keperluan rumah tangga dengan berbagai latar belakang alasan. Lalu, bagian penjualan mulai melakukan sebagian dari langkah-langkah dalam proses penjualan sebelum melakukan presentasi penjualan atau mendapatkan perjanjian presentasi produk dengan prospek (konsumen).

Langkah awal ini sangat krusial untuk memastikan kesuksesan penjualan dan seorang wiraniaga harus bisa melakukan sub-segmentasi konsumen berbasis latar belakang alasan menyewa gudang. Secara umum, alokasi waktu yang menjadi pegangan adalah 40 persen persiapan, 40 persen tindak lanjut, dan 20 persen presentasi penjualan.

Berikut adalah penjelasan proses penjualan dalam konsep 10 langkah dalam era digital.

Langkah pertama, Prospecting (Prospek konsumen). Prospecting adalah langkah pertama dalam proses penjualan. Prospek adalah seseorang yang memenuhi kualifikasi untuk membeli produk yang ditawarkan perusahaan. Untuk mengetahui prospek berkualitas, seorang wiraniaga dapat mengetes dengan tiga pertanyaan berikut:

  1. Apakah prospek memiliki uang untuk menyewa gudang?
  2. Apakah prospek memiliki otoritas untuk melakukan transaksi sewa gudang?
  3. Apakah prospek memiliki keinginan untuk menyewa gudang?

Untuk mendapatkan prospek berkualitas, bekerja sama dengan bagian marketing menjadi kewajiban karena mereka dapat membantu meringankan beban tenaga penjual dengan signifikan. Misal dengan iklan digital yang menargetkan hanya kepada pengguna iOS atau android high-end sudah mengindikasikan bahwa konsumen memiliki uang untuk membeli. Jika mereka merespon iklan, berarti mengindikasikan konsumen memiliki keinginan untuk membeli.

Langkah kedua, Pre-approach / Planning (Perencanaan penjualan). Saat salesman sudah mengetahui prospek berkualitas, salesman harus melakukan persiapan sebelum melakukan pendekatan kepada konsumen. Seorang wiraniaga dengan performa tinggi mampu menjadi pemecah masalah secara strategis untuk para prospek. Strategis di sini merujuk kepada program, tujuan, dan masalah yang ada di peringkat teratas dalam benak konsumen.

Setiap konsumen memiliki keunikan masalahnya masing-masing. Kemampuan seorang wiraniaga dalam meramu solusi yang sesuai dengan setiap konsumen sudah menjadi titik kritis di era digital. Sebagai contoh, wiraniaga harus memiliki aplikasi messenger yang populer digunakan oleh konsumen karena ada kemungkinan mereka tidak nyaman jika ditelepon. Pastikan juga selain pengetahuan fitur produk, wiraniaga juga mengetahui semua varian sistem pembayaran yang biasa digunakan konsumen dan bisa dipenuhi perusahaan, sebagai contoh transaksi e-banking.

Langkah ketiga, Approach (Pendekatan). Saat kontak dengan konsumen terjadi, baik dengan telepon langsung atau messenger, wiraniaga wajib mengetahui etika komunikasi dan usahakan kontak tersebut bersifat spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan terjadwal.

Dalam komunikasi, jika langkah-langkah sebelumnya sudah dilakukan dengan baik, berarti wiraniaga tidak perlu membuang-buang waktu lagi melakukan perkenalan mengenai perusahaan maupun produk yang ditawarkan karena konsumen memang mencari produk tersebut. Hanya saja mereka membutuhkan informasi tambahan sebelum teryakinkan untuk membeli.

Langkah keempat, Presentation (Presentasi produk). Di dalam presentasi, konsumen perlu mengetahui fitur-fitur produk, kelebihan produk, dan manfaat yang diperoleh dengan menggunakan produk tersebut. Maka, secara umum saat seorang konsumen ibu rumah tangga ingin menyewa gudang, dia memerlukan nilai konsumen berupa keamanan saat barang-barangnya ditempatkan di dalam gudang yang notabene jauh dari rumah.

Sang wiraniaga harus memastikan bahwa rasa khawatir tersebut dapat diatasi dengan menyatakan ada tenaga keamanan atau jika fasilitasnya tersedia, terdapat CCTV yang dapat diakses melalui jaringan internet.

Selain rasa aman, asumsikan konsumen ingin melihat bentuk gudang dan ketersediaan lift barang melalui foto sebelum berkunjung ke gudang. Wiraniaga dapat memberdayakan teknologi surel dan/atau messenger untuk mengirim foto-foto yang diperlukan dengan cepat dan efisien.

Langkah kelima, Trial close (Percobaan transaksi). Asumsikan bahwa konsumen sudah mengetahui semua fitur, kelebihan, dan manfaat dari gudang yang ditawarkan. Berdasarkan penjelasan wiraniaga, konsumen sudah mengetahui harga sewa gudang per bulan, ukuran gudang, jaminan keamanan, akses menuju gudang, jam kerja, keberadaan lift barang, hingga metode pembayaran yang tersedia.

Semua informasi tersebut sudah mampu memberikan gambaran kepada konsumen bahwa gudang yang tersedia mampu memenuhi kebutuhan ruangan untuk penyimpanan barang-barang rumah tangga selama beberapa bulan ke depan. Berarti, konsumen sudah tidak memberikan sinyal merah (menolak melakukan transaksi).

Maka, cobalah melakukan ajakan transaksi untuk menyewa gudang kepada konsumen.

Langkah keenam, Determine objections (Mengetahui hal yang memberatkan konsumen). Melalui pengajuan penawaran transaksi, ternyata konsumen belum bersedia memberikan persetujuan. Berarti, konsumen belum memberikan sinyal hijau (setuju) dan menunjukkan sinyal kuning (hati-hati).

Berarti wiraniaga harus mengetahui hal-hal yang menjadi keberatan konsumen melakukan transaksi, misal dengan mengajukan pertanyaan, “Adakah hal-hal yang masih mengganjal Ibu terhadap penawaran sewa gudang yang kami ajukan?”

Langkah ketujuh, Meet objections (Mengatasi hal-hal yang memberatkan). Melalui jawaban yang diberikan konsumen, ternyata konsumen belum terpuaskan hanya dengan sekedar mengetahui harga sewa gudang per bulan, ukuran gudang, jaminan keamanan, akses menuju gudang, jam kerja, keberadaan lift barang, hingga metode pembayaran yang tersedia.

Konsumen masih ingin melihat secara langsung gudang yang ditawarkan. Kejadian ini menegaskan bahwa teknologi digital semata belum mampu memberikan solusi terhadap semua kekhawatiran yang mungkin dialami konsumen sebelum melakukan transaksi.

Langkah kedelapan, Trial close (Percobaan transaksi). Untuk menghilangkan rasa khawatir tersebut, lalu wiraniaga mengajak konsumen untuk berkunjung langsung ke lokasi gudang agar keinginan melihat dengan mata kepala sendiri benar-benar terpuaskan.

Pada tahap ini, peran teknologi digital untuk mendukung penjualan dapat kembali memainkan peranan. Sebagai contoh, karena konsumen belum pernah berkunjung ke lokasi gudang, ada kemungkinan dia kesulitan mengetahui lokasi gudang hanya berbasis alamat. Maka, wiraniaga dapat mengirim peta lokasi digital yang membantu memberikan petunjuk arah kepada konsumen dari titik dia berangkat hingga sampai di lokasi gudang.

Langkah kesembilan, Close (Eksekusi transaksi). Saat tiba di lokasi gudang, konsumen melakukan validasi penyampaian wiraniaga mengenai fasilitas-fasilitas gudang, termasuk keberadaan jasa pengamanan dan lift barang. Ternyata wiraniaga benar-benar berintegritas sehingga konsumen pun teryakinkan untuk memberikan sinyal hijau (siap transaksi).

Saat konsumen memberikan sinyal hijau, wiraniaga harus segera kembali mengajak konsumen untuk bertransaksi agar tercipta penjualan.

Langkah kesepuluh, Follow-up & Service (Tindak lanjut dan pelayanan). Akhirnya, transaksi sewa gudang berhasil terwujud. Meski demikian, wiraniaga yang baik wajib menjaga komunikasi dengan konsumen. Misal dengan menanyakan keluhan-keluhan dan masukan yang mungkin dimiliki oleh konsumen. Komunikasi tersebut dapat dilakukan perantaraan teknologi digital, misal messenger dan surel. Melalui tindakan tersebut, kemungkinan konsumen menjadi pelanggan berulang akan membesar.

Jakarta, 24 April 2017

(Andika Priyandana)

Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Marketing edisi Mei 2017

 

 

Iklan

One thought on “Proses Penjualan Era Digital

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s