Pengalaman hidup manusia adalah data yang sangat berharga bagi kemajuan peradaban. Itulah sebabnya Harvard membuat riset longitudal berusia 75 tahun.
Tahun lalu per 25 Desember 2016, saya mencanangkan program pribadi “Satu Bulan Satu Buku”. Dalam program ini, saya akan membuat ulasan mengenai buku-buku yang saya baca ke dalam blog. Tujuannya antara lain dapat turut berkontribusi pada peningkatan minat membaca buku-buku yang sarat akan ilmu pengetahuan. Pada akhirnya, semoga gerakan ini dapat ikut mengangkat minat membaca buku bangsa kita yang masuk golongan buncit dunia.
Namun ternyata saya agak terlalu cepat dalam membaca dan membuat ulasan, sehingga per April 2017, saya sudah membuat tujuh ulasan buku dalam dan luar negeri dalam lima bulan. Saya akhirnya memutuskan untuk sedikit mengerem ulasan saya, namun tetap membaca buku-buku, dan membuat ulasan buku yang ke delapan per Agustus 2017.
Triumphs of Experience: The Men of the Harvard Grant Study
Dari begitu banyak buku yang ada dalam koleksi, hanya sedikit yang masuk dalam koleksi spesial saya. Buku-buku yang masuk dalam koleksi spesial saya adalah buku-buku yang sedapat mungkin selalu saya baca dan pahami ulang karena isinya yang sangat menarik dan berkesan.
Triumphs of Experience: The Men of the Harvard Grant Study adalah buku dengan jumlah halaman lebih dari 370 yang masuk dalam koleksi spesial saya. Penyebab utamanya adalah buku ini memuat data berusia 75 tahun pengalaman para manusia yang menjadi bahan riset. Riset yang dilakukan memiliki tujuan mengetahui bagaimana sekumpulan pria beradaptasi dengan kehidupan dan memahami diri sendiri.
Dimulai pada 1939 dan berakhir pada 2014 (75 tahun), sebanyak 268 pelajar Harvard yang semuanya pria, direkrut untuk keperluan studi psikologi longitudinal. Melalui studi ini, para periset berharap bisa mengetahui hal-ha apa saja yang mampu memberikan kehidupan yang superior, pendapatan tinggi, kesehatan fisik serta mental yang baik, kisah perkawinan yang bahagia, dan kemampuan sebagai orang tua yang berkualitas.
Salah satu bentuk studi yang dilakukan adalah mewawancarai mereka secara rutin selama puluhan tahun, baik wawancara langsung maupun tidak langsung (dengan mengirim daftar pertanyaan yang harus diisi dan dikirim balik). Selain wawancara, mereka juga mengecek darah dan melakukan scan otak.
Riset jangka panjang ini perlu dilakukan jika kita ingin memelajari kehidupan manusia secara mendalam dengan data tervalidasi dengan rentang waktu yang sangat dan jika perlu, sesuai rata-rata harapan hidup usia manusia. Jadi, kita bisa mengetahui, minimal apa saja yang menentukan kesuksesan dan kegagalan hidup seseorang, baik dalam karier, kehidupan publik, dan kehidupan pribadi.
Melalui Harvard Grant Study, kita bisa mengetahui bagaimana profil pria kulit putih dengan profil pendidikan Harvard, otak cerdas, dan hal-hal setipe lainnya melihat kehidupan, beradaptasi dengan kehidupan, sekaligus melihat bagaimana kehidupan membentuk mereka.
Dalam opini saya, ada minimal tiga catatan penting yang dapat berlaku umum alias tidak spesifik hanya kepada para pria Harvard yang ada dalam buku.
Catatan pertama, manusia sangat unik dan sangat kompleks. Tidak ada manusia yang benar-benar baik dan tidak ada manusia yang benar-benar jelek. Masing-masing subyek memiliki sisi cerah dan sisi kelam yang jika ditelusuri, bisa berasal dari masa kecil yang buruk, pengalaman hidup saat dewasa, atau konsumsi pangan yang tidak baik.
Ada individu yang terlihat memberikan masa depan cerah, namun ternyata kenyataan berkata sebaliknya. Ada pula individu yang seakan masa depannya buruk, ternyata saat masuk dunia kerja berkata lain. Seseorang yang terlihat tidak memiliki karier yang baik saat usia 20, 30, dan 40, ternyata bisa memiliki karier yang sangat baik saat mulai memasuki usia 50.
Selain urusan karier, apa yang menjadi keyakinan seseorang di usia 20 dan 30, ternyata bisa berubah pada usia 40 dan seterusnya. Apa yang menentukan kesuksesan dalam keluarga dalam usia 30, ternyata berbeda saat usia memasuki 80. Seseorang yang memiliki hubungan baik dengan kakeknya hingga usia tiga tahun, ternyata bisa memiliki masa depan yang lebih baik dalam hal tertentu dibandingkan dengan subyek yang tidak dekat dengan kakeknya.
Catatan kedua, pertumbuhan dan pengembangan diri selalu berjalan. Tidak perlu berapa pun usia kita, pengembangan diri tidak pernah berhenti. Selalu ada temuan-temuan baru bahkan saat usia kita sudah mencapai 80 tahun, atau mungkin lebih.
Penyebab sukses kita saat berusia 20, tidak sama dengan penyebab sukses saat usia 30. Penyebab sukses saat usia 30 tidak sama dengan penyebab sukses saat usia 40, dan seterusnya. Namun bisa dikatakan, pembelajaran yang kita lakukan saat usia lanjut lebih kepada refleksi diri terhadap hal-hal baik dan buruk yang sudah dilakukan di masa lalu, dan bukan lagi kepada merencanakan masa depan.
Saat muda, kita memimpikan masa depan dan memikirkan hal-hal yang bisa kita lakukan untuk membentuk masa depan. Sedangkan saat kita tua, justru kita memimpikan masa lalu, memikirkan hal-hal baik terduga dan tak terduga yang sudah dirasakan, dan mencoba menarik pemahaman. Saat kita tua, kita mencoba menajamkan ulang masa lalu.
Catatan ketiga, kesepian, rokok, dan alkohol membentukmu, sekaligus membunuhmu. Memiliki hubungan yang baik dengan orang-orang di sekitar kita, khususnya pasangan hidup kita, tidak saja melindungi tubuh kita, tetapi juga otak kita. Hubungan tersebut tentu saja tidak harus selalu mulus, karena hubungan yang sehat, riil, dan manusiawi justru hubungan yang diselingi dengan hal-hal baik dan buruk. Catatan terpenting adalah, seburuk apa pun pertengkaran yang dihadapi, sepanjang dapat kembali berbaikan dengan pasangan dan tetap bergantung satu sama lain saat keadaan di luar lingkaran inti memburuk, kita dapat memiliki kehidupan fisik, mental, dan spiritual yang sehat bahkan di usia 80.
Selain hubungan dengan orang lain, rokok dan alkohol memiliki pengaruh negatif yang sangat signifikan terhadap kehidupan seseorang. Keluarga dan karier bisa berantakan, kesehatan fisik dan mental menurun dan bahkan memburuk yang berpengaruh hingga ke otak.
Catatan penutup
Selain tiga catatan di atas, ada hal-hal menarik lainnya yang saya temukan, namun mustahil saya rangkum semua dalam artikel ini. Sebagai contoh, perspektif politik memiliki pengaruh terhadap hubungan intim dan kehidupan seksual. Rata-rata pria yang memiliki pandangan sangat konservatif berhenti berhubungan seks pada usia 68. Sedangkan pria-pria yang memiliki pandangan sangat liberal masih memiliki kehidupan seks aktif pada usia 80an.
Lalu, para pria yang memiliki hubungan masa kecil yang baik dengan ibu berpengaruh dengan masa dewasa secara jangka panjang. Pendapatan mereka lebih tinggi daripada para pria yang tidak memiliki hubungan dengan ibunya dan mampu bekerja lebih efektif. Namun hubungan baik dengan ibu justru tidak lagi memiliki pengaruh signifikan saat subyek mencapai usia 75 tahun.
Sedangkan hubungan baik masa kecil dengan ayah berkorelasi positif dengan sikap mampu menjaga emosi (antara lain stres dan khawatir) secara optimal, menikmati liburan secara lebih maksimal, dan kebahagiaan dan kepuasan hidup pada usia 75 tahun.
Intinya, kebahagiaan adalah cinta. Titik.
Bagus mas …thanks informasi yang d berikan sangat detail dan lengkap. freenet2015.blogspot.com
Bagus gan infonya lengkap dan jelas sehingga saya mudah memahaminya .
Mau saya terapkan d blog saya freenet2015.blogspot.com
Suka sekali sama kalimat “kebahagiaan adalah cinta”.
Suka sekali sama kalimat “kebahagiaan adalah cinta”.
Memang setiap pekerjaan pasti ada history ( riwayat )….
namun riwayat yg ditampilkan adalah riwayat saat2 menuju kesuksesan.
Sangat inspiratif sekali …. terimakasih. admin.