Siapa lima perusahaan rintisan Indonesia yang berhasil mendapatkan pendanaan terbesar di tahun 2016 dan bagaimana cara mengelola risiko pendanaan?
Indonesia menutup tahun 2016 dengan berita membanggakan mengenai perusahaan rintisan (start-ups) dan salah satunya adalah ada startup asal Indonesia yang sudah resmi menjadi perusahaan unicorn. Ya, tidak dapat dipungkiri bahwa semangat kewirausahaan Indonesia yang semakin menggebu beberapa terahun ini turut mendongkrak istilah startup.
Sebenarnya apa itu startup? Sesuai dengan terjemahan letterlijk ke dalam Bahasa Indonesia, startup adalah perusahaan rintisan alias perusahaan yang belum lama beroperasi dan mulai meraih kepopuleran secara global pada masa gelembung dotcom di Amerika Serikat pada dekade 90an. Dimulai dari masa tersebut dan masih berlangsung hingga kini, sebuah perusahaan yang ditahbiskan sebagai startup juga harus memenuhi ciri-ciri berbasis teknologi dan eksis dalam dunia dotcom.
Startup biasanya lekat, bahkan sangat lekat, dengan istilah ‘pendanaan’. Sebuah perusahaan startup dapat berkilau dalam ruang kasak-kusuk dunia wirausaha dan publikasi media saat mampu meraih pendanaan dengan skala juta dolar. Untuk tahun 2016, terdapat nama-nama familiar dalam lima startup di Indonesia yang berhasil memuncaki perolehan tertinggi pendanaan (Indonesia’s biggest funding rounds this year, Techinasia.com, 2016). Perusahaan-perusahaan tersebut adalah:
Go-Jek
Go-Jek resmi menjadi startup unicorn pertama asal Indonesia melalui perolehan pendanaan sebesar USD 550.000.000 yang dipublikasikan pada bulan Agustus 2016. Melalui perolehan dana jumbo ini, Go-Jek juga menjadikan dirinya sebagai perusahaan rintisan dengan perolehan dana terbesar dan belum pernah diraih startup Indonesia lainnya.
Perusahaan-perusahaan yang bersedia berinvestasi di Go-Jek antara lain Capital Group Private Markets, Farallon Capital, Warburg Pincus, dan KKR. Selain nama-nama tersebut, para pemegang saham lama turut berinvestasi kembali.
Tokopedia
Willis Wee dari Tech in Asia berhasil mendapatkan informasi dari sejumlah narasumber terpercaya bahwa Tokopedia telah mendapatkan pendanaan senilai USD 147.000.000 yang tidak dipublikasikan secara resmi oleh pihak Tokopedia dengan alasan kerahasiaan.
Agar kita ketahui bersama, Tokopedia adalah online marketplace terbesar di Indonesia, antara lain dari sisi nilai perusahaan.
Jadi secara total dengan perolehan pendanaan sebesar USD 100.000.000 sebelumnya, Tokopedia berhasil mendapatkan pendanaan sekitar USD 247.000.000. Para pendana Tokopedia antara lain Sequoia Capital dan Softbank.
MatahariMall
Grup Matahari, yang berkorelasi erat dengan Grup Lippo, dan di dalamnya terdapat situs belanja MatahariMall berhasil mendapatkan pendanaan sebesar USD 100.000.000 dari perusahaan Jepang, Mitsui.
Mitsui adalah mitra investasi jangka panjang Grup Lippo dan pada 2014, Grup Lippo mengajak Mitsui menjadi mitra strategis dengan berinvestasi sebesar hingga US$ 5 miliar di Indonesia di berbagai perusahaan gabungan di bidang teknologi, media, telekomunikasi, termasuk pertanian. Sangat dimungkinkan jika US$ 100 juta yang sudah mengucur antara lain untuk MatahariMall adalah bagian dari realisasi negosiasi tersebut.
Elevenia
Bagi Anda yang belum mengetahui, Elevenia adalah ecommerce marketplace yang sahamnya dimiliki antara lain oleh perusahaan telekomunikasi Indonesia, XL Axiata dan perusahaan Korea Selatan, SK Planet. Tahun 2016, Elevenia berhasil meraih pendanaan Seri C sebesar USD 50.000.000 dari investor-investor sebelumnya.
Elevenia didirikan pada 2014 dengan dana awal sebesar USD 18.300.000 dari XL Axiata dan SK Planet. Dilanjutkan dengan investasi-investasi berikutnya, termasuk pendanaan Seri C, maka total pendanaan yang didapatkan Elevenia berkisar di angka USD 110.000.000.
Monetisasi Elevenia antara lain berasal dari penagihan komisi produk terjual melalui pelantar (platform) Elevenia. Sebagai gantinya, Elevenia memberikan layanan tambahan kepada para pedagang, misalnya studio foto agar produk-produk yang ditampilkan dapat difoto secara profesional.
Oto
Oto adalah situs otomotif yang merupakan perusahaan gabungan startup India, Girnar Software dan konglomerat Indonesia, Emtek.
Sebelumnya, Girnar sudah beroperasi di Indonesia dengan melalui situs CarBay, yang merupakan versi Indonesia dari situs utamanya yang berbasis di India, yaitu CarDekho. Juru bicara Oto menyatakan bahwa kedua belah pihak sepakat menyuntikkan dana sebesar USD 25.000.000 untuk membangun perusahaan (Tech in Asia, 2016).
Bersama dana, datanglah risiko
Bersama dengan invasi dana-dana ke perusahaan-perusahaan rintisan Indonesia, datang pula risiko-risiko, antara lain dalam bentuk objek pemberitaan dan meroketnya stres karena kewajiban pengelolaan dana dan manajemen perusahaan yang meningkat pesat.
Objek pemberitaan bagai pedang bermata dua, di satu sisi turut mengangkat nama perusahaan di mata calon investor, investor, calon konsumen, dan pelanggan. Sedangkan di sisi lain, opini-opini skeptis, sinis, dan sarkas turut bermunculan, misalnya mempertanyakan kembali tujuan didirikannya perusahaan dan layak tidaknya mendapatkan valuasi perusahaan sedemikian tinggi.
Memang diakui, mendirikan startup adalah hal yang sangat sulit. Sudah banyak perusahaan rintisan yang beroperasi di Indonesia, baik lokal maupun luar, yang gagal mengambil nafas jangka panjang. Salah satu sebab utamanya karena kehabisan pendanaan. Sedangkan jika mengejar dana menjadi salah satu fokus, perusahaan dapat menjadi objek sarkasme berupa melupakan tujuan didirikan perusahaan, yaitu menciptakan produk bagi konsumen, meraih pendapatan dengan keuntungan.
(Baca: Simbiosis Venture Capital dan Startups)
Bahan-bahan sinisme dan sarkasme lainnya adalah kepantasan sebuah perusahaan rintisan mendapatkan pendanaan, apakah di bawah nilai pasar, di atas nilai pasar, atau terlalu jauh di atas nilai pasar. Meski demikian, pelaku bisnis internasional khususnya yang memahami luar dalam dunia startup memahami bahwa berinvestasi di start-ups di Indonesia berarti harus memiliki perspektif jangka panjang, bahkan hingga lebih dari satu dekade di pasar dengan besaran kelas menengah yang sangat menarik.
Mengelola risiko

Anthony Tan of Grab in Forbes Global CEO Conference 2016, Jakarta – photo source Weber Shandwick 2016
Anthony Tan, pendiri dan CEO Grab yang menjadi salah satu pembicara dalam Forbes Global CEO Conference di Jakarta dengan tema Managing Risks – Mengelola Risiko menyatakan bahwa mayoritas perusahaan rintisan gagal melanjutkan operasional karena kehabisan uang. Anthony Tan memberikan tiga masukan untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, yaitu:
Pertama, mendapatkan investasi jumbo. Dengan investasi jumbo, startup memiliki dana di bank dalam jumlah raksasa yang menjamin operasional perusahaan dalam jangka panjang. Anthony mengambil contoh dari Grab dan menyampaikan bahwa Grab sudah berhasil mengumpulkan pendanaan lebih dari US$ 1.4 miliar sejak didirikan tahun 2012. Dari total pendanaan tersebut, per 1 Desember 2016 Anthony menyatakan bahwa Grab masih memiliki sekitar US$ 1 miliar dalam akun bank.
Kedua, memiliki basis biaya rendah. Agar startup memiliki nafas jangka panjang, Anthony menyampaika bahwa basis biara rendah wajib dijalankan perusahaan. Maksud dari basis biaya rendah antara lain dari struktur pengambilan sebuah keputusan strategis yang harus dijalankan secepat mungkin dan tidak meletakkan sumber pendapatan perusahaan pada banyak produk.
Ketiga, jalankan fokus sangat maksimal. Sejalan dengan saran nomor dua, Anthony menunjuk model bisnis Grab yang super fokus menjamin basis biaya rendah. Salah satu bentuk fokus tersebut adalah pasar yang hanya berada di Asia Tenggara dan tiadanya minat meluaskan pasar ke wilayah lain meski tawaran terus berdatangan. Sehubungan dengan tawaran ekspansi, Anthony menyampaikan bahwa dia terus mendapatkan pertanyaan-pertanyaan mengenai kemungkinan ekspansi ke luar Asia Tenggara dan Anthony menjawabnya dengan prinsip bisnis Grab untuk super fokus hanya kepada pasar Asia Tenggara.
Selain ketiga hal di atas, Anthony juga menyampaikan masukan-masukan untuk memastikan keberlangsungan usia perusahaan rintisan dan salah satu yang paling krusial adalah pemahaman kebutuhan dan masalah konsumen secara sangat mendalam dan detail. Dalam konteks Grab, konsumen terbagi menjadi dua, yaitu pemilik dan/atau pengelola kendaraan dan pengguna kendaraan tersebut.
Kemudian, Anthony meneruskan sarannya agar jangan memberikan ikan kepada konsumen, tetapi berikan pancing. Pastikan juga agar pancing tersebut mampu mengikat konsumen secara eksklusif.
Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Marketing edisi Januari 2017