Gambaran dan Potensi Financial Technology di Indonesia

Di tengah-tengah target ambisius pertumbuhan perekonomian nasional dan transaksi perdagangan, teknologi finansial menjadi salah satu faktor tercapainya target tersebut.

Man with tablet – pic source: Cuncon – Pixabay.com

Membicarakan teknologi finansial harus terkait dengan Internet of Things (IoT). Membicaraka IoT meski di negara maju sekalipun masih ada di tahap awal, IoT sudah mengubah cara manusia hidup dan bekerja. IoT juga membantu proses bisnis bergerak lebih efektif dan efisien, serta membantu perusahaan menjalin hubungan lebih mendalam dengan para pelanggan.

Beberapa hal yang mendorong pertumbuhan IoT antara lain meningkatnya penetrasi gawai bergerak, teknologi komputer yang lebih cepat dan lebih murah, biaya piranti keras yang lebih rendah, serta protokol keamanan yang semakin baik. IoT memengaruhi semua industri dan secara bersama-sama saling menghubungkan manusia, alat, dan informasi melalui jalur baru.

Cara perusahaan menggunakan teknologi Internet of Things

IoT sebagai ekosistem terinterkoneksi antara objek-objek dengan kemampuan akses internet, antara lain jaringan, gawai, sensor, prosesor mikro, mesin, data hub, piranti lunak artificial intelligence, dan program analitik, memiliki banyak penerapan dalam industri jasa finansial.

Contoh penerapan-penerapan tersebut adalah pelacakan perilaku mengemudi yang berguna untuk jasa asuransi, penggunaan data biometrik untuk mengonfirmasi identitas pengguna ATM, penggunaan sensor untuk mengetahui kelayakan barang agunan, atau dari jarak jauh melakukan kendali terhadap kendaraan. Teknologi finansial dalam kerangka IoT memberikan era saat benda-benda ‘pintar’ dapat diatur manusia untuk mengoleksi, berbagi, dan menganalisis data waktu riil.

Hasil wawancara dengan Niki Luhur, Ketua Asosiasi FinTech Indonesia, menunjukkan penyampaian berbeda namun memiliki akar pemahaman relatif sama mengenai teknologi finansial sesuai penjelasan sebelumnya.

Niki menyampaikan, “Layanan dan usaha teknologi finansial merujuk pada pelaku industri jasa keuangan berbasis teknologi informasi, kala proses pembayaran, transfer, jual beli, hingga pembiayaan diharapkan semakin praktis, aman, dan modern. Kegiatan transaksi pun dapat dilakukan secara elektronik melalui telepon pintar, sabak, atau perangkat genggam lainnya.”

Niki menjabarkan lebih lanjut bahwa teknologi finansial saat ini memiliki banyak fungsi yang tidak sekedar layanan transaksi keuangan daring, tetapi juga sudah berkembang ke ranah uang elektronik, akun virtual, aggregator, lending, crowdfunfding, dan lainnya.

Financial technology sebagai salah satu solusi masalah keuangan di Indonesia

Membicarakan pemahaman dan literasi keuangan di Indonesia berarti membicarakan tantangan sangat berat. Contoh-contoh tantangan dalam literasi keuangan adalah hanya sekitar 60 juta orang dari total populasi penduduk Indonesia sudah memiliki rekening bank (Statistik Simpanan Bank Umum, 2015) dan penetrasi kantor cabang bank per 100.000 jumlah penduduk hanya 1/6 tingkat penetrasi wilayah Eropa.

Dalam konteks kebutuhan kredit pembangunan yang masih sangat besar di tahun 2016, terdapat 49.000.000 unit UKM belum terakses layanan keuangan dan perbankan, ada jurang pembiayaan pembangunan sebesar Rp 988 triliun, dan pembiayaan P2P lending yang masih di bawah Rp 150 miliar. Masalah lain juga ada dalam ranah transaksi daring yang pada 2016 diprediksi sebesar US$ 14,8 miliar dan ditargetkan dengan sangat ambisius menjadi US$ 130 miliar pada tahun 2020.

Niki merasa sangat optimis bahwa teknologi finansial memiliki peran memecahkan masalah-masalah keuangan di Indonesia dan semakin berperan dalam membuka akses terhadap layanan keuangan yang berkualitas untuk masyarakat Indonesia. Niki juga menyampaikan bahwa teknologi finansial memiliki peran strategis membantu negara mewujudkan inklusi keuangan untuk semua lapisan dan berpeluang sangat besar menumbuhkembangkan perekonomian Indonesia.

Memang dalam konteks teknologi dan pertumbuhan perdagangan daring, teknologi finansial semakin menjadi keniscayaan, khususnya dalam perdagangan daring. Sesuai dengan konteks perdagangan yang terjadi secara daring, tentunya keberadaan solusi pembayaran yang efektif dan efisien adalah kewajiban.

Namun hingga kini, transfer bank masih menjadi solusi pembayaran paling populer dengan persentase 57 persen, disusul cash on delivery (COD) sebesar 28 persen, kartu kredit sebesar tujuh persen, dan lain-lain sebesar delapan persen. Niki berharap agar teknologi finansial dapat mengembangkan dan mengoptimalkan moda-moda pembayaran lainnya secara lebih jauh.

Rupa teknologi mobile phone yang digunakan pengguna internet di Asia Tenggara

Niki memiliki harapan agar teknologi finansial mampu mengoptimalkan moda-moda pembayaran dalam transaksi perdagangan secara lebih jauh. Data MasterCard, “Mobile Shopping Survey 2016 Asia Pacific,” Feb 18, 2016, menunjukkan bahwa harapan Niki bukan sekedar harapan kosong. Meski memerlukan penelusuran dan pengecekan lebih mendalam mengenai profil responden dalam temuan MasterCard, hal menarik dalam data tersebut adalah 27,7 persen responden menyatakan menggunakan aplikasi mobile banking.

Selain kepemilikan aplikasi mobile banking, temuan-temuan lainnya mengenai penggunaan teknologi telepon bergerak oleh pengguna internet di Indonesia adalah sebagai berikut:
• 12,5 persen responden menggunakan In-app shopping,
• 11,2 persen responden menggunakan In-social network marketplace apps,
• 11,1 persen responden menggunakan Digital wallets,
• 10,9 persen responden menggunakan In-browser apps,
• 10,7 persen responden menggunakan SMS/text-based atau MMS-based payments,
• 9,4 persen responden menggunakan In-game-app shopping,
• 8,8 persen responden menggunakan Financial investment apps,
• 7,2 persen responden menggunakan Group buying,
• 6,4 persen responden menggunakan QR code payments,
• 5,6 persen responden menggunakan Peer-to-peer mobile payments,
• 4,7 persen responden menggunakan Geotagging apps for deals,
• 3,4 persen responden menggunakan Mobile NFC,

Konsumen Indonesia yang memiliki mobile phone, akun bank, dan akun uang mobile

Lantas, bagaimana dengan potensi penggunaan teknologi finansial untuk piramida bawah alias masyarakat berpendapatan rendah? Data Financial Inclusion Insights dan InterMedia “Indonesia Wave Report” (2016) menunjukkan teknologi finansial memang memiliki potensi meningkatkan literasi finansial masyarakat Indonesia.

Dalam data tersebut disampaikan bahwa 40 persen penduduk kategori sangat miskin pun memiliki telepon bergerak dan yang menarik, 0,1 persen dari 40 persen penduduk kategori sangat miskin sudah memiliki akun mobile money.

Sebagai tambahan informasi, Indonesia menempati peringkat pertama pertumbuhan tercepat koneksi internet di dunia, peringkat ketiga pertumbuhan pengguna internet tercepat di dunia, peringkat keempat pengguna Facebook, dan peringkat kelima pengguna Twitter. Meski masih sangat kecil, eksistensi angka ini jelas menunjukkan potensi teknologi finansial meningkatkan literasi keuangan di Indonesia dan mendorong pertumbuhan perekonomian nasional melalui transaksi perdagangan.

Internet of Things, Financial Technology, dan hal-hal yang harus diketahui marketer

Penggunaan data secara lebih strategis, yaitu dengan menghubungkan dan mengoordinasikan interaksi antara kana-kanal berbeda, membuka kesempatan transformasi model pelayanan, marketing, dan penjualan.

Diagram kue penggunaan Internet of Things

Dalam konteks global mengenai penggunaan data secara strategis, perusahaan menggunakan IoT dalam konteks layanan perbankan dan finansial untuk memonitor produk dan pelanggan mereka (Tata Consultancy Services, 22 Juli 2015).

Saat melihat pasar Indonesia, layanan teknologi finansial semakin terlihat menarik dengan kenyataan masih luasnya peluang pasar yang belum terjangkau dan terlayani oleh layanan keuangan, bahkan oleh pembayaran tradisional.

Niki memberikan contoh manfaat-manfaat teknologi finansial, “P2P lending melayani usaha atau kegiatan yang tidak bankable. E-Wallet juga mendukung masyarakat yang sulit mendapatkan akses ke simpanan di bank. Sementara payment gateway berperan membantu merchant untuk bisa memenuhi persyaratan di bank agar bisa menerima berbagai metode pembayaran. Terakhir, perusahaan financial product marketplace memiliki pangsa pasar konsumen kelas menengah yang kesulitan memilih produk-produk keuangan.”

Mewujudkan semua potensi-potensi tersebut tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan atau sekedar berbicara di depan publik. Sangat banyak hambatan-hambatan lapangan yang harus diterabas dan Niki mengakui tantangan-tantangan yang ada.

Niki berujar bahwa salah satu hambatan tersebut adalah kurangnya instrument kebijakan yang mengawal proses kerja Teknologi Finansial dari hulu ke hilir. Maka, perlu ada produk kebijakan yang mencakup keamanan (catatan: Indonesia menempati peringkat pertama negara risiko tertinggi serangan malware, disusul China, Thailand, Filipina, dan Malaysia), penggunaan tanda tangan elektronik, penyelenggaraan know your customer digital, elektronifikasi pembayaran, dan kepastian hukum pinjaman berbasis daring.

Selain hambatan-hambatan yang sudah disampaikan sebelumnya, ketersediaan sumber daya manusia untuk teknologi finansial patut menjadi perhatian. Meski berasal dari kalangan profesional, SDM industri teknologi finansial di Indonesia belum sepenuhnya siap menjalankan layanan keuangan daring.

Hingga kini menurut Niki, SDM masih bekerja pada dua sektor, yaitu industri keuangan dan teknologi. Sementara, teknologi finansial fokus pada manajemen risiko konsumen, terutama pada perusahaan-perusahaan yang usianya baru satu hingga dua tahun karena mereka fokus pada analisis data. Perusahaan-perusahaan rintisan ini memerlukan jump-start untuk boosting up, dan ketika sudah lebih matang secara perlahan fokus pada manajemen risiko.

Manfaat Internet of Things bagi departemen-departemen dalam perusahaan

Setelah mengetahui dan memahami data-data yang disampaikan, tentunya para marketer Indonesia diharapkan mampu mengolah kumpulan data tersebut menjadi informasi yang berguna untuk kelangsungan dan tumbuh kembang perusahaan, serta mampu menarik manfaat-manfaat yang diberikan IoT dan teknologi finansial, seperti rekan-rekannya yang berada di departemen lain, antara lain produk dan inovasi.

Catatan penutup, ingat peran perbankan dan asosiasi teknologi finansial di Indonesia. Meski pemahaman perbankan terhadap posisi dan kontribusi teknologi finansial masih beragam, mereka dapat menjadi mitra potensial karena masalah penurunan pangsa pasar dan tekanan laba.

Bank, dalam arus transformasi digital, juga memerlukan cara mengakselerasi waktu mereka ke pasar dan memberikan nilai-nilai konsumen yang baru dan menarik. Pada kondisi inilah, perusahaan rintisan teknologi finansial dengan karakter mobile, lincah, dan dibangun demi memenuhi kebutuhan pelanggan dapat menjalin kolaborasi cantik dengan perbankan. Potensi kerja sama ini potensial diwujudkan dengan basis survei IDC Financial Insights yang menyatakan, satu dari tiga bank (34 persen) siap berkolaborasi dengan perusahaan teknologi finansial dan satu dari empat (25 persen) mempertimbangkan akuisisi perusahaan teknologi finansial.

Perusahaan teknologi finansial juga perlu memikirkan peran asosiasi teknologi finansial (Asosiasi FinTech Indonesia) karena para perusahaan anggota mendapatkan manfaat advokasi, perluasan jejaring, kolaborasi, dan akses terhadap data.

Jakarta, 20 Oktober 2016
(Andika Priyandana; dari berbagai sumber)

Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Marketing edisi November 2016

2 thoughts on “Gambaran dan Potensi Financial Technology di Indonesia

  1. Ping-balik: Mengapa Fintech Akan Menjadi Tren Berikutnya di Indonesia? – Tuhu Nugraha Official Site

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s