Banyak orang Indonesia yang memiliki minat menjalankan bisnis sendiri, namun jumlah yang berani melaksanakan minat tersebut sangat sedikit. Apa solusinya?
Keinginan berwirausaha di Indonesia menempati peringkat kedua di Asia Tenggara setelah Filipina (Global Entrepreneurship Monitor (GEM), 2013). Setelah Indonesia, barulah menyusul Vietnam, Thailand, Singapura, dan Malaysia.
Namun kenyataan di lapangan berbanding terbalik dengan minat wirausaha masyarakat Indonesia yang menggebu-gebu. M Hanif Dhakiri, Menteri Ketenagakerjaan RI, mengungkapkan bahwa persentase jumlah pelaku wirausaha di Indonesia baru mencapai 1.65%. Sementara Malaysia sudah mencapai angka empat persen dan Thailand mencapai tujuh persen.
Temuan di atas mengindikasikan adanya jurang antara harapan dan keinginan dengan kenyataan. Ringkasnya, banyak masyarakat Indonesia baru sampai pada level sekedar berbicara dan sangat sedikit yang berani melaksanakan ucapannya secara riil dalam konteks berwirausaha. Penyebabnya bermacam-macam.
Hasil berbagai studi menyebut alasan-alasan yang membuat banyak di antara orang Indonesia takut berbisnis, antara lain tidak ada modal, risiko terlalu besar, tidak punya koneksi, sulit melakukan pemasaran dan penjualan, serta masih bingung mengenai bisnis yang ingin dilakukan.
Alasan-alasan yang menjadi hambatan untuk menjalankan bisnis tersebut sebenarnya sudah terdengar sejak zaman kuda gigit besi. Alasan-alasan tersebut bisa dikatakan klise dan sayangnya, menjadi semakin tidak relevan di era informasi dan pemerintahan terkini.
Potensi dan hambatan industri digital di Indonesia
Dalam konteks era informasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika mengeluarkan rilis pers yang menyatakan potensi industri digital di Indonesia tidak dapat dipandang remeh (Kominfo.go.id, 17 Juni 2016).
Dalam rilis pers tersebut, disampaikan bahwa kini sudah ada 71 juta pengguna perangkat telepon pintar dan 93,4 juta pengguna internet di Indonesia. Paparan data tersebut mengindikasikan bahwa akses informasi menuju pengetahuan berwirausaha sekaligus akses komunikasi pelaku wirausaha menuju konsumen semakin mudah.
Dalam konteks pemasaran dan penjualan, pengguna internet dan pengguna perangkat telepon pintar di Indonesia yang tinggi tentunya semakin memudahkan para pemilik bisnis dan marketer membuat program-program kampanye yang tersampaikan menjadi lebih personal bagi para pelanggan.
Pemerintah Indonesia pun mendukung potensi angka yang ada menciptakan peta jalan perdagangan daring dan ekosistem industri digital demi mewujudkan capaian volume bisnis perdagangan daring sebesar USD 130 Miliar pada 2020.
Meski demikian, harus diakui bahwa infrastruktur teknis dan nonteknis pendukung ekonomi Indonesia masih banyak masalah, mulai dari makro hingga mikro. Dalam hal makro, salah satu masalah yang ada adalah biaya logistik dan distribusi di Indonesia diketahui sangat tidak sehat dan bahkan menunjukkan indikasi penurunan.
Penurunan tersebut ditunjukkan data Logistics Performance Index Indonesia tahun 2015 yang turun 10 peringkat menjadi urutan 63 dibandingkan dengan tahun 2014.
Akibat dari biaya distribusi dan logistik yang tidak sehat, menjadi hal lumrah mengetahui biaya pengadaan kebutuhan pokok di Papua jauh lebih tinggi daripada di Pulau Jawa.
Saat kita memasuki urusan mikro, urusannya pun tidak kalah memusingkan. Alasan masih bingung mengenai bisnis yang ingin dilakukan, sulit modal, dan risiko yang dianggap besar menjadi terasa relevan.
Spesifik berbicara mengenai pengetahuan wirausaha yang minim dan sumber modal berbisnis adalah dua contoh masalah yang dihadapi tidak hanya oleh segmentasi masyarakat yang masih berangan-angan berwirausaha.
Segmentasi penduduk Indonesia yang sudah berwirausaha secara riil pun mengalami masalah tersebut, antara lain pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM).
Masalah pengetahuan dan permodalan juga memiliki banyak turunan. Contoh turunan-turunan masalah tersebut adalah minim pengetahuan optimalisasi teknologi digital dan internet, pengetahuan administrasi bisnis yang rendah, pengetahuan pemasaran digital yang minim, dan kesulitan akses bantuan finansial.
Urun solusi bagi yang masih ragu berbisnis
Bagi para individu yang masih takut berbisnis, khususnya dengan alasan minim pengetahuan pemasaran, alasan finansial, dan alasan risiko tinggi, era informasi sudah memberikan solusinya dalam bentuk ‘peluru-peluru’ yang bisa menjadi sarana minim biaya, berisiko rendah, sekaligus memberikan nilai tambah marketing.
Melalui perspektif riset dan akademis, Jim Collins dan Morten Hansen melalui buku berjudul ‘Great by Choice’ (2011) memberikan kita masukan sangat berharga mengenai strategi yang dilakukan perusahaan-perusahaan dengan pencapaian 10x lipat di atas rata-rata. Mereka tidak hanya asal kreatif, mereka bersikap kreatif empiris.
Dengan kata lain, perusahaan dengan performa luar biasa tidak berinovasi secara buta dan menghabiskan sumber daya secara masif untuk ide baru. Tindakan ini disebut ‘Tembakkan peluru, baru meriam’.
Idenya adalah menembakkan peluru-peluru kecil (tes produk baru, teknologi, layanan, dan/atau proses) sebagai cek realitas. Mana hal yang bekerja dan mana yang tidak. Setelah ide-ide baru sudah dites dan divalidasi, perusahaan baru menembakkan meriam. Peluru sulit menenggelamkan kapal, sulit menghentikan tank, atau sulit menghancurkan pesawat. Tetapi meriam lebih mudah.
Jadi, bagi para peminat wirausaha, sebaiknya menembakkan meriam (menggunakan biaya tinggi dalam sumber daya, baik manusia dan permodalan) hanya setelah mereka menembakkan banyak peluru-peluru kecil (mengetes ide-ide baru untuk membuktikan apakah mereka bekerja atau tidak).
Collins dan Hansen mendeskripsikan sebuah peluru sebagai, “Sebuah tes empiris yang ditujukan untuk memahami mana yang bekerja dan memenuhi tiga kriteria.”
- Sebuah peluru berbiaya rendah (ukuran dan biaya peluru bertambah seiring dengan pertumbuhan perusahaan),
- Sebuah peluru berisiko rendah (risiko-risiko yang ditimbulkan memiliki konsekuensi kecil jika keadaan berjalan tidak sesuai harapan),
- Sebuah peluru tidak mengganggu fokus (peluru yang ditembakkan perusahaan tidak akan menarik seluruh fokus perusahaan).
Gunakan teknologi internet yang sudah ada
Dari perspektif para individu yang benar-benar ingin mewujudkan mimpi berwirausaha dengan risiko rendah, menembakkan peluru kecil untuk mengatasi dua contoh masalah, yaitu biaya modal dan biaya marketing. Memecahkan masalah tersebut dapat diatasi dengan memilih pelantar (platform) marketplace yang tersedia di pasar, misalnya Bukalapak, Tokopedia, dan Ralali.
Membuat akun di pelantar marketplace dapat memenuhi tiga deskripsi ‘Menembakkan peluru sebelum meriam’.
- Akun dalam pelantar marketplace berbiaya rendah (perusahaan dapat semakin mengembangkan akun yang dimiliki setelah omzet dan basis konsumen semakin kuat dengan membuat situs sendiri. Meski demikian , keberadaan akun tetap dapat dimiliki dengan diposisikan sebagai perantara),
- Akun dalam pelantar marketplace berisiko rendah (risiko-risiko yang ditimbulkan dengan memiliki akun terhitung kecil jika keadaan berjalan tidak sesuai harapan. Maksud risiko kecil adalah kita tidak perlu memusingkan biaya pengembangan situs, biaya server, dsb),
- Akun dalam pelantar marketplace tidak mengganggu fokus (menggunakan akun, khususnya di tahap-tahap awal, tidak akan menarik seluruh fokus pelaku wirausaha (khususnya yang masih menjadikannya sebagai sambilan). Ingat bahwa fokus perusahaan yang utama adalah membuat produk yang berorientasi konsumen. Jadi, keberadaan produk melalui toko daring memiliki fungsi sebagai validasi pasar).
Menurut Collins dan Hansen, di balik layar perusahaan-perusahaan yang luar biasa sukses sebenarnya melakukan sangat banyak penembakan peluru-peluru kecil, dan banyak dari peluru-peluru tersebut yang tidak mengenai target sama sekali, bahkan sekedar menyerempet pun tidak. Perusahaan-perusahaan luar biasa tersebut memiliki optimisme tinggi, namun tetap menyadari realitas bahwa mereka tidak benar-benar mengetahui ide yang pasti sukses.
Tetapi saat kumpulan-kumpulan kecil kesuksesan mulai muncul, perusahaan-perusahaan tersebut mulai menembakkan lebih banyak peluru, melakukan validasi kreativitas, dan pada akhirnya menembakkan meriam. Apa yang terlihat sebagai kesuksesan dalam semalam sebenarnya adalah proses empiris dari banyak percobaan, gagal, mencoba lagi, gagal lagi, mencoba lagi, hingga akhirnya sukses.
Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Marketing edisi September 2016
saya kadang masih banyak keraguan jika menjalankan suatu bisnis
Yang penting hajar aja Bos. Ragu mulu malah ngga jalan-jalan.
benar mas, orang takut berbisnis saya rasa dari segi modalnya kali, saya juga merasa demikian soalnya
Iya, modal emang faktor krusial. Sekarang lagi ngerasain.
makasih nasihatnya gan
Sama-sama Gan.
mantap gan 🙂 jadi pengen bikin bisinis
Yuk jalanin bisnis 🙂
banyak yang masih takut untuk berbisnis karna masih terbayang di benak fikiranya ada kata kata gagal. ini lah penyebab ketakutan timbul untuk berbisnis.
Padahal pembelajaran terbaik justru saat gagal dalam bisnis 🙂
Meskipun sudah direncanain matang-matang, endingnya tetep ragu kalau mau melangkah. Masih takut kalau jatuh gan.
Menjadi pebisnis sejati berarti kalau jatuh delapan kali, bangkit sembilan kali. Yang ngomong itu pengusaha lho :-).
Terima kasih Pak Andika. Selalu belajar banyak kalau baca tulisan Bapak.
Izin curi istilah ‘pelantar’ ya, baru tahu soalnya :p
Hahaha, Rizyan. Gimana kabar kamu? Kalau ngga salah, saya dengar dari Ramce, kamu di Yesboss?
Silahkan pakai pelantar, mau bikin tulisan soal platform (pelantar)?
karna kebanyakan org indonesia mikirnya hanya mencari kerja, bukannya membuka lapngan kerja, dan juga karna susahnya mencari modal
Hahaha, sepakat. Banyak yang pola pikirnya masih gitu.
Saya juga termasuk ragu ketika ingin mulai berbisnis karena memang ilmu untuk berbisnis kurang mumpuni
Yang penting jatuh 5x, bangkit 6x 🙂
Memang masih banyak yg takut untuk ikut berbisnis,,, tapi jika dilakoni dengan tekun dan pandai melihat kondisi , ,saya yakin bisnis itu akan lancar
Amin lancar. Salah satu kunci sukses bisnis emang tekun.
banget ini gan. hehe. masih takut gagal
Kudu berani mencoba 🙂
Orang indonesia takut rugi emang kebanyakan
Kebanyakan wirausaha di indonesia memang sedikit yang mencapai kata sukses,kebanyakan alasannya yaitu kurangnya modal.
Makasih kang infonya
Hal yang paling penting adalah meniatkan dan bertekad kuat karrna kebaikan, misalnya berbisnis untuk menghidupkan dapur keluarga atau membantu orangtua.. Hal itu lebih bisa memberi keberanian berbisnis.. jangan ragu. lakukan..
awal bisnis emang mencekamm. ketar ketir sndiri. tapi karena motivasi yg kuat akhirnya bisa ter acc
Betul mas, saya ingin berbisnis namun terbentur hal. Misalnya sulit untuk memulai dan saat baru mulai sudah banyak mendapat masalah dan itu kadang membuat mental turun dan enggan berbisnis lagi. Memang perlu mental yg prima.
FAKTOR SDM JUGA PENGARUH BOSS
Sewa Tenda Amira tent ,Menyewakan Bermacam Jenis Tenda Dan Perlengkapan Pesta , untuk membantu pihak perusahaan/Perorangan yang ingin mengadakan event (Untuk Acara Wedding ,Launching ,Grand Opening & Birthday ).
Kunjungi Web Kami : http://www.amira-tent.com/
• Jl. H. Taiman No. 9, Kelurahan Gedong, Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur
•
• 021-22877059
• 08129326603
• 087880018688