Catatan Blogger Akhir Pekan: Bung Hatta Menolak Hidup dalam Gelembung Imajiner

Otobiografi Mohammad Hatta, yang juga dikenal dengan panggilan Bung Hatta, menjadi pilihan pertama saya untuk seri blog ‘Satu Bulan Satu Buku’. Saya memulai seri blog ini dengan harapan agar langkah kecil saya mampu mendorong bangsa Indonesia lebih gemar membaca buku-buku yang sarat dan padat dengan ilmu pengetahuan, termasuk sejarah dan pengalaman dari para pendahulu kita.

Sudah cukup berbagai riset dan studi internasional menempatkan bangsa kita sebagai bangsa level jongkok dalam hal minat membaca buku, analisis, riset, hingga produksi karya-karya ilmiah serta buah pikiran dalam bentuk buku bermutu tinggi. Meski sekedar langkah-langkah kecil, namun jika terakumulasi dan dilakukan ribuan hingga jutaan orang, tentu mampu membawa bangsa kita menjadi bangsa terpelajar yang diakui masyarakat internasional dan tervalidasi melalui berbagai tolok ukur sahih yang berlaku global.

Blog Andika Priyandana - Mohammad Hatta Untuk Negeriku 1: Bukittinggi - Rotterdam Lewat Betawi

Blog Andika Priyandana – Mohammad Hatta Untuk Negeriku 1: Bukittinggi – Rotterdam Lewat Betawi

Mohammad Hatta adalah pahlawan bangsa Indonesia yang sangat pantas menjadi rujukan dan panutan kita sehubungan dengan penerapan agama Islam, minat membaca buku, sekaligus level intelektualitas yang sebaiknya diraih dan jika perlu, dilewati kita. Dalam Otobiografi Mohammad Hatta: Untuk Negeriku bagian pertama dari tiga buku, saya juga mendapatkan kesan yang sangat kuat mengenai karakter Bung Hatta sebagai seseorang yang menolak hidup dalam gelembung imajiner.

Saya merasa selaras dengan perspektif Bung Hatta terhadap ajaran dan penerapan agama Islam. Pada halaman dua, Bung Hatta menulis sebagai berikut:

Mereka lupa bahwa hukum yang setinggi-tingginya dalam Islam ialah damai. Damai membawa kesejahteraan kepada segala golongan dan memperbesar rasa bakti kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Di atas dasar damai itulah Nabi Muhammad SAW membiarkan berlaku hukum kebiasaan di Tanah Arab yang menjamin keselamatan umum. Tetapi, menurut kebiasaan, pengikut-pengikut baru dalam Islam yang belum memahami ajaran Islam seutuhnya untuk dunia dan akhirat lebih fanatik dibandingkan dengan Rasul dan pengikut-pengikut yang pertama.

Apakah Anda ingin mengetahui siapa ‘mereka’ yang dimaksud Bung Hatta dan apa yang melatarbelakangi Bung Hatta membuat tulisan tersebut? Beli dan baca bukunya dong!

Dalam hal minat membaca, Bung Hatta pun menunjukkan minat luar biasa bahkan sejak masih menempuh pendidikan dasar di Bukiitinggi. Minat beliau membaca buku pun terus membubung tinggi saat kuliah di Rotterdam, Belanda. Pada halaman 154, ada satu subbab khusus membahas tingginya minat Bung Hatta terhadap buku dengan judul ‘Memborong Buku’. Bung Hatta mengisahkan dirinya berkunjung ke Jerman dan memanfaatkan hiperinflasi yang sedang terjadi di sana untuk membeli puluhan buku dengan total puluhan ribu halaman.

Buku-buku yang dibeli Bung Hatta terdiri dari beragam tema, mulai dari kapitalisme, sosialisme, politik, ekonomi, keuangan, hingga kolonialisme. Kegilaan Bung Hatta untuk mengoleksi buku, membaca dan belajar darinya terus dipelihara saat beliau studi di Rotterdam maupun berkunjung ke kota-kota Eropa lainnya, antara lain Paris. Tema-tema yang beliau baca pun semakin luas dan bervariasi, termasuk kooperasi dan komunisme.

Menilik langkah-langkah beliau dalam belajar, jelas Bung Hatta tipe orang yang menolak hidup dalam gelembung imajiner. Bung Hatta secara terang-terangan menyatakan dirinya mendukung kemerdekaan Indonesia dan bersikap non-cooperation sejak bergabung Indische Vereeninging, yang kemudian berubah menjadi Indonesische Vereeniging, dam akhirnya menjadi Perhimpunan Indonesia. Namun di saat sama, Bung Hatta membaca buku-buku kolonialisme, politik kolonialisme, ekonomi negara jajahan, mengikuti kuliah kolonialisme, dan berdiskusi dengan tokoh-tokoh pendukung kolonialisme.

Sehubungan dengan paham kebangsaan, Mohammad Hatta juga memilih paham nasionalisme dan cenderung menghindari paham-paham yang menonjolkan kesukuan dan agama. Sebagai contoh, meski tergabung dalam Jong Sumatranen Bond, Bung Hatta jelas menunjukkan ketertarikan lebih mendalam terhadap perkumpulan yang menonjolkan paham nasionalisme, misalnya Young India.

Bahkan, meski Bung Hatta sudah jelas menyatakan tidak ingin bergabung dalam paham komunisme, beliau tetap membaca buku-buku dan literatur komunisme, bertemu dan berdiskusi dengan tokoh-tokoh komunisme, antara lain Semaun dan Darsono. Bahkan ada subbab khusus pada halaman 270 berjudul ‘Konvensi Semaun-Hatta’ sebagai dasar mendirikan partai nasional baru. Dalam konvensi tersebut, Bung Hatta mewakili Perhimpunan Indonesia dan Semaun mewakili Partai Komunis Indonesia.

Berbicara mengenai intelektualitas Bung Hatta, otobiografi yang ditulis Bung Hatta, serta baris demi baris alinea yang sudah ditulis sebelumnya sudah sangat menunjukkan tingginya level intelektualitas beliau, bahkan di abad 21. Bung Hatta juga mampu berbicara Bahasa Minang, Bahasa Melayu, Bahasa Belanda, Bahasa Jerman, Bahasa Perancis, dan Bahasa Inggris. Perlu Anda sekalian ketahui bahwa semua itu sudah diraih Mohammad Hatta sebelum berusia 27 tahun.

Sungguh sangat besar harapan saya agar pikiran-pikiran dan gagasan Bung Hatta dapat terus hidup dalam hati sanubari bangsa Indonesia. Lebih bagus lagi pikiran-pikiran dan gagasan Bung Hatta, baik sebagian atau seutuhnya (dengan pembaruan sesuai konteks zaman), dijalankan oleh bangsa Indonesia demi kemajuan negara kita tercinta.

Kembali menegaskan, buku ini baru bagian pertama dari tiga bagian. Jumlah halaman buku pertama adalah 358 halaman yang terdiri dari 44 halaman pengantar dan 314 halaman inti. Jadi, sebenarnya tidak terlalu tebal dan dapat menjadi penganan mengasyikkan untuk mengisi waktu. Saran saya, bacalah juga kata-kata pengantar karena Anda dapat menemukan perspektif-perspektif menarik mengenai sosok Bung Hatta dari lingkungan keluarga maupun nonkeluarga.

Depok, 25 Desember 2016

Andika Priyandana

Iklan

14 thoughts on “Catatan Blogger Akhir Pekan: Bung Hatta Menolak Hidup dalam Gelembung Imajiner

  1. Ping-balik: Catatan Blogger Akhir Pekan: Otobiografi Bung Hatta | WebLog Andika Priyandana

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s