Menciptakan sinergi pelayanan pelanggan dan penjualan personal. Bagaimana prosesnya?
Pada awal 1940 di negeri Paman Sam, terjadi perubahan perilaku dan kebutuhan pelanggan secara signifikan. Kebutuhan perang yang tinggi menyebabkan kekurangan barang dan jasa bagi rakyat Amerika Serikat. Kekurangan barang dan jasa ini terus berlanjut meski perang telah usai dan akibatnya, kebutuhan konsumen semakin meningkat dengan kuat.
Dunia bisnis dengan cepat mulai mengendus peluang tersebut dan mencoba memenuhi kebutuhan pasar. Beberapa tahun pasca perang, para pelanggan sudah memiliki banyak varian produk yang dapat dipilih dan dibeli sesuai kebutuhan mereka. Dalam prosesnya, para produsen kemudian menyadari karena banyaknya pilihan di depan pelanggan, penjualan personal dan iklan menjadi metode penting penjamin penjualan.
Hal yang kemudian terjadi adalah, para produsen dan pengelola merek mengiklankan produk mereka, dan menugaskan para wiraniaga untuk menghubungi kosumen dan memenuhi pesanan mereka.
Para wiraniaga, dipersenjatai teknik penjualan yang sangat konvensional, diminta untuk menghubungi pelanggan potensial, menunjukkan mereka produk, dan mengerjakan pesanan mereka. Pelatihan untuk para wiraniaga lebih kepada materi pengetahuan produk. Para wiraniaga harus mengandalkan kemampuan natural dalam membangun dan mempresentasikan produk.
Pada zaman tersebut, masih sedikit perusahaan yang memahami pentingnya pemahaman dan pelayanan pelanggan dan menjadikannya sebagai materi penting dalam pelatihan bagi wiraniaga. Namun, seiring waktu berlalu, dunia bisnis menyadari bahwa mereka harus berorientasi pasar dan bukan berorientasi penjualan.
Pada awal 1950, marketing beserta pelayanan pelanggan mulai menjadi foksu dalam aktivitas penjualan dunia bisnis. Para pelaku bisnis mulai menyadari pentingnya pemahaman marketing dan pelayanan pelanggan bagi kesuksesan perusahaan. Hal tersebut adalah cara berpikir yang benar-benar baru pada masanya. Filosofi baru pun mulai tercipta dengan orientasi pada pelanggan.
Perusahaan mulai memikirkan penerapan pelayanan pelanggan sebelum, saat, dan sesudah penjualan. Persepsi kesuksesan dari interaksi perusahaan – pelanggan bergantung pada para karyawannya, termasuk para wiraniaga, yang dapat menciptakan suasana hangat dengan pelanggan dan mampu menciptakan simbiosis mutualisme dengan pelanggan secara tulus. Dalam penerapan pelayanan pelanggan, perusahaan mulai menyadari hal-hal tidak berwujud dan sulit diukur, misalnya integritas.
Dari perspektif proses penjualan produk perusahaan, pelayanan pelanggan memainkan peran penting dalam kemampuan organisasi untuk menciptakan penjualan dan pemasukan. Berdasarkan perspektif tersebut, pelayanan pelanggan harus dimasukkan sebagai bagian dari pendekatan menyeluruh untuk perbaikan sistematik. Pengalaman pelanggan yang positif terhadap pelayanan yang diterima olehnya dapat mengubah persepsi seorang pelanggan secara utuh terhadap perusahaan.
Menciptakan hubungan dengan pelanggan
Perusahaan masa kini menargetkan pelanggan kini dan pelanggan baru. Penekanan strategi bisnis pun berubah dari menciptakan penjualan hari ini menjadi menciptakan konsumen untuk hari esok. Maka, perusahaan lebih memikirkan strategi jangka panjang dan bukan jangka pendek.
Pelayanan pelanggan adalah salah satu cara menjalin hubungan personal dengan pelanggan dan menciptakan loyalitas. Dalam prosesnya, perusahaan turut menerapkan pentingnya pengetahuan produk, harga, distribusi, promosi, pemasaran, dan penjualan untuk meraih tujuan. Pelayanan pelanggan berbasis kepada ide mengenai pentingnya pelanggan mendapatkan pengalaman positif secara berkelanjutan saat berhubungan dengan perusahaan, baik di saat sebelum dan sesudah transaksi.
Sebuah perusahaan yang menggunakan pelayanan pelanggan dengan baik mencari tidak sekedar penjualan dan transaksi semata. Perusahaan tersebut telah menargetkan para pelanggan potensial yang ingin mengonsumsi produk perusahaan baik kini dan di masa depan. Perusahaan ingin menunjukkan kepada pelanggan bahwa dia memiliki kemampuan untuk melayani pelanggan dengan cara superior. Tipe penjualan tersebut tentunya membutuhkan hubungan kolaboratif jangka panjang yang kompleks.
Kebanyakan perusahaan, sayangnya, banyak yang belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Masih banyak perusahaan yang sekedar mengejar penjualan dengan pelanggan kemudian melupakan mereka setelah berhasil merogoh kocek. Contoh-contoh di Indonesia mengenai perusahaan yang sekedar mengejar penjualan dan berorientasi terhadap isi kantongnya sangat banyak dan terjadi lintas sektor, antara lain properti, kuliner, otomotif, bahkan yang berhubungan dengan ibadah agama!
Untunglah meski jumlah dan sorotan belum terlalu menonjol, makin banyak perusahaan Indonesia yang membangun hubungan personal, berintegritas, dan bahkan bersifat kemitraan, dengan para pelanggannya.
Bermitra dengan pelanggan
Salah satu hal terbaik yang dapat diperoleh dari penerapan pelanggan yang baik adalah terbangunnya hubungan kemitraan dengan pelanggan, komunikasi saling mengisi antara penjual dan pembeli. Para wiraniaga perusahaan bekerja berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan memahami permasalahan mereka sebaik mungkin.
Saat basis pelanggan bertumbuh, para wiraniaga ikut bertumbuh. Para pelanggan bukan objek yang sekedar untuk diambil uangnya lalu dilupakan. Para wiraniaga bekerja berkelanjutan dengan para pelanggan sekaligus perusahaan yang direpresentasikan setelah penjualan untuk memastikan kepuasan pelanggan terhadap nilai dan kualitas produk.
Bermitra dengan pelanggan mendorong para wiraniaga, penjual produk perusahaan, dan pelanggan untuk berbagi informasi yang sangat diperlukan untuk keperluan riset pemasaran dan efisiensi struktur biaya. Tujuan dari kegiatan ini adalah berbagi keuntungan dan risiko bersama.
Saat perusahaan dan pelanggan bermitra, terciptalah definisi tujuan perusahaan yang baru. Kontrak implisit kemudian dibentuk dengan tujuan saling mendorong pertumbuhan masing-masing pihak, sebagaimana sudah ditunjukkan pada ilustrasi kurva,
Saat kemitraan tercipta, penjual dan pembeli bukan lagi spesies berbeda seperti saat interaksi pertama mereka. Kedua belah pihak bukan lagi penjual dan pembeli, yang mana satu pihak mencari biaya terkecil, sedangkan pihak lainnya mencari keuntungan setinggi-tingginya. Mereka bukan lagi pihak berlawanan, tetapi dua perusahaan yang bekerja dan berjalan bersama menuju satu tujuan. Mereka tidak lagi memikirkan pertumbuhan yang diperoleh sekedar melalui penaklukan dan penetrasi pasar.
Kedua belah pihak tidak lagi dipusingkan dengan perencanaan dan langkah-langkah rahasia. Mereka kini berbagi tujuan dalam kemitraan yang dicirikan dengan simbiosis mutualisme.
Kemitraan memberikan pemahaman baru nan utuh mengenai fokus konsumen. Terjadinya kemitraan memerlukan penerapan aturan emas pelayanan pelanggan dan penjualan personal. Menerapkan aturan emas berarti melayani pelanggan dengan terbebas dari sikap egois, seperti layaknya kita ingin diperlakukan, tanpa mengharapkan balasan.
Perusahaan yang meletakkan tujuan kemitraan dengan pelanggan dalam praktik nyata akan mengetahui bahwa mereka juga mereduksi atau mengurangi konflik pribadi di antara mereka dan klien mereka. Para pihak yang terlibat langsung dalam proses pembentukan kemitraan, khususnya para wiraniaga yang memahami ilmu pelayanan pelanggan, akan merasakan kemajuan pengembangan diri yang cepat, antara lain meningkatnya sensitivitas dan sikap responsif.
Efek positifnya adalah, mereka mampu mengantisipasi tren kebutuhan dan perilaku konsumen dengan lebih cepat. Mereka mampu mendeteksi kebutuhan para pelanggan bahkan sebelum mereka mengetahui bahwa mereka membutuhkannya.
Saat perusahaan sudah mendefinisikan bisnis sebagai menumbuhkan bisnis melalui penciptaan kemitraan dengan pelanggan, barulah perusahaan dapat memikirkan lini-lini baru yang bisa jadi diperoleh melalui masukan pelanggan dan karenanya, lini-lini baru ini juga mampu menciptakan transaksi lebih cepat.
Jadi, mari kita mulai terapkan proses penjualan berintegritas, berfokus pada konsumen, dan menerapkan pelayanan pelanggan di setiap langkahnya. Hindari proses bisnis yang kaku dan terimalah ide bahwa pertumbuhan yang optimal masa kini adalah pertumbuhan kolaboratif.
(Andika Priyandana; dari berbagai sumber).
Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Service Excellence edisi Juni 2016