Perilaku mengunggah gambar yang oleh sebagian orang dikategorikan porno ini telah membuat jengah sebagian restoran.
Dalam budaya milenial, kegiatan berbagi segala bentuk kegiatan manusia sehari-hari sudah menjadi norma, khususnya berbagi gambar makanan.
Foodstagram (Food Instagram) adalah salah satu budaya populer berbagi gambar makanan dengan popularitas menjulang di seluruh belahan dunia, termasuk di Indonesia. Kenapa kegiatan berbagai gambar makanan kita ke seluruh dunia menjadi sesuatu yang berkesan sangat penting? Satu hal yang bisa ditarik dari fenomena ini adalah makanan sudah berevolusi dari fungsi semula sebagai sumber nutrisi menjadi sumber pamer budaya dan status.
Sebagai contoh, kita dapat melihat banyak sekali contoh Foodstagram mulai dari sekedar bubur kacang hijau, nasi goreng, hingga spaghetti dan milkshake. Estetika makanan menjadi suatu hal yang jauh lebih penting dibandingkan konsumsi riil. Tradisi waktu makan telah berubah dengan sangat drastis dari pertemuan yang intim dan pribadi menjadi kegiatan yang dibagi ke seluruh dunia.
Lebih detailnya, daripada menyelami kenikmatan pembicaraan pribadi sambil menikmati makanan, para individu-individu fanatik Foodstagram mengalienasikan diri mereka dari situasi nyata demi memanggungkan gambar makanan mereka. Perilaku ini bagi sebagian kalangan sudah dapat dikategorikan sebagai pornografi makanan.
Pornografi makanan (Food porn) adalah bahasa slang internet untuk menggambarkan glamorisasi foto-foto atau video makanan, khususnya yang terlihat berkilauan karena konten lemak dan kalori yang tinggi. Ujaran food porn juga disampirkan pada kreasi masakan dan makanan dengan resep yang unik, tidak biasa, dan kadang terkesan aneh.
Foodstagram – konten visual penggelitik otak manusia
Harus diakui, fenomena foodstagram mampu meraih popularitas tinggi karena andil dari fitur-fitur media sosial Instagram. Instagram memungkinkan para penggunanya mengambil foto yang hasil awalnya biasa saja, kemudian diubah menjadi terlihat luar biasa dengan penggunaan fitur-fitur yang tersedia. Fitur-fitur tersebut pun tidak serumit dan sekompleks piranti lunak Photoshop sehingga memungkinkan para pengguna awam mampu menyunting foto dengan simpel.
Lalu, foto yang sudah diambil dapat diunggah dengan segera ke internet dan terlihat di forum umum. Bagi para pengunggah, mereka ingin agar foto-foto mereka dapat menjadi sarana inspirasi bagi yang melihat, sekedar sarana pamer, atau informasi kegiatan. Sedangkan secara neurosains, bahasa visual lebih mudah diingat daripada bahasa huruf dan kata. Hal ini diperkuat dengan budaya baca dan tulis yang lemah di Indonesia dan lebih kuat pada budaya visual.
Sehubungan dengan perilaku pamer atau eksis melalui Foodstagram, pertama-tama perlu dipahami dahulu pengertian pamer. Pamer dapat diartikan sebagai menunjukkan kelebihan dan keunggulan yang dimiliki kepada orang lain dengan tujuan menyombongkan diri. Berdasarkan definisi tersebut, dapat dilihat pada hirarki Maslow yang membagi kebutuhan-kebutuhan manusia secara luas. Salah satu kebutuhan tersebut adalah penghargaan.
Instagram dapat memenuhi kebutuhan penghargaan tersebut dengan memberikan sarana berbagi gambar yang mudah disunting dan mudah diketahui masyarakat umum melalui mediasi internet. Melalui Instagram, kebutuhan prestise, pujian, status, tenar, maupun perasaan terpandang dapat dipenuhi para pengguna yang membutuhkan hal-hal tersebut.
Foodstagram untuk bisnis dan marketing
Segala sesuatu yang berlebihan jarang menemui akhir yang baik dan hal semua dialami Foodstagram. Sebagian restoran, khususnya restoran papan atas sudah menunjukkan sikap jengah dengan budaya populer Foodstagram. Berbagai media ternama Eropa Barat dan Amerika Utara memberitakan banyak restoran mulai memberlakukan larangan mengambil foto makanan yang terhidang di meja.
Alasan pelarangan tersebut antara lain sikap arogan pelaku Foodstagram saat mengambil foto. Moe Issa, pemilik Chef’s Table di Brooklyn Fare berujar, “Mereka (para pelaku Foodstagram) tidak bisa memahami kenapa dilarang. Tetapi kami jelaskan bahwa ini adalah sebuah meja besar dan kami ingin orang-orang yang ada di sekitar pelaku Foodstagram menikmati makanan mereka. Mereka membayar mahal untuk makanan ini. Perilaku Foodstagram bahkan sudah mengganggu para koki.”
Meski demikian, di sisi lain ada juga restoran-restoran yang justru memberdayakan Foodstagram untuk memasarkan menu-menu mereka. Dalam konteks Indonesia, karena kultur Indonesia sangat lekat dengan kultur khas Asia yang menyukai topik kuliner, maka dengan cepat Foodstagram menjadi budaya populer (pop culture) di Indonesia.
Fitur-fitur yang ada pada Instagram, antara lain penggunaan tagar populer, penggunaan filter populer, penggunaan tagar yang spesifik untuk memudahkan penelusuran sebuah menu makanan turut meningkatkan popularitas makanan. Para profesional gastronomi juga dapat menggunakan Foodstagram sebagai dokumentasi kuliner untuk rujukan di masa depan.
Bagi para pecinta kuliner, yang notabene adalah para calon pelanggan restoran, dokumentasi pornografi kuliner dalam akun Instagram sebuah restoran dapat menjadi salah satu sumber utama mencari titik-titik wisata kuliner berikutnya. Sedangkan bagi sang pelaku pornografi kuliner, tentu saja dapat mencari tempat-tempat baru untuk membuat dan menikmati materi gambar dan video pornografi kuliner berikutnya.
Jadi melalui pelaksanaan taktik marketing media sosial, khususnya marketing restoran dalam wujud Foodstagram, dapat meningkatkan sorotan terhadap produk restoran hingga meningkatkan loyalitas konsumen. Jelas Foodstagram dapat menjadi salah satu resep sukses marketing restoran.
food porn, pertama kali baru dengar. mhh.. nice share.
Silahkan Mas 🙂
Ping-balik: Giveaway Saat Pandemi COVID-19 | WebLog Andika Priyandana
Ping-balik: Dilema Media Sosial, Dilema Kita Bersama | WebLog Andika Priyandana