HAKI dan Lisensi sebagai Strategi Mengembangkan Bisnis

Berpikirlah berbeda jika kita ingin mengetahui bagaimana cara mengembangkan bisnis. HAKI dan lisensi dapat menjadi jawabannya.

Saat pertumbuhan ekonomi Indonesia sedang melambat seperti saat ini, melisensikan merek, hak cipta, dan hak paten dapat menjadi salah satu cara memajukan usaha sekaligus peluang bisnis yang bagus dan patut dicoba oleh para pelaku bisnis dan marketer nasional. Bahkan, berdasarkan artikel Harvard Business Review karya Denise Lee Yohn (2014) berjudul Think Differently about Protecting Your Brand, lisensi dapat menghasilkan peluang bisnis yang sangat besar bagi perusahaan dan pemilik merek.

Peluang bisnis yang sangat besar tersebut sama sekali bukan bualan saat menilik angka-angka penjualan ritel produk-produk berlisensi secara global yang dirilis The Licensing Letter. Menurut The Licensing Letter pada tahun 2013, penjualan total telah mencapai 155.8 milyar USD.

Retail Sales of Licensed Merchandise - source The Licensing Center

Retail Sales of Licensed Merchandise – source The Licensing Center

Pernyataan yang lebih baru lagi mengenai penjualan ritel produk-produk berlisensi disampaikan oleh Charles Riotto, Presiden International Licensing Industry Merchandisers’ Association (LIMA) di Asian Licensing Conference di Hong Kong pada Januari 2015. Charles menyatakan bahwa penjualan global produk-produk berlisensi pada 2014 ada di kisaran 200 milyar USD.

Produk-produk berlisensi ini tidak sekedar menghasilkan penjualan melalui ritel, namun juga melalui hak penggunaan teknologi, lisensi piranti lunak, dan masih banyak lagi. Merek-merek yang dilisensikan terdiri dari berbagai varian, mulai dari otomotif, alat-alat olahraga, barang antik, dan bahkan selebriti. Adakah di antara Anda yang pernah membeli, menggunakan, atau sekedar mengetahui Air Jordan?

Pengertian HAKI dan Lisensi

Bagi kita yang tertarik mengetahui lisensi serta definisi, dan contoh-contohnya secara lebih mendalam, berarti kita periu memahami pengertian HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) terlebih dahulu. Menurut laman hki.bppt.go.id, HAKI atau Hak Kekayaan Intelektual dapat terbagi dalam dua kategori, yaitu Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri.

Kemudian berdasarkan UU no 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 ayat 1). Sedangkan Hak Kekayaan Industri meliputi paten, merek, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang, dan varietas tanaman.

Setelah memahami pengertian mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual, kita dapat definisi, pengertian, dan arti lisensi secara lebih baik. Lisensi secara umum dapat diartikan sebagai transaksi apa pun dan pencipta atau penerima hak properti intelektual memberikan hak kepada pihak lainnya hak untuk menggunakan properti intelektual tersebut. Sebagai imbal balik atas pemberian hak tersebut, biasanya ada beberapa bentuk pembayaran. Jika tidak ada pemberian hak secara resmi dan ada pihak lain yang menggunakan properti intelektual tersebut, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu pelanggaran.

Contoh-contoh properti intelektual yang dapat dilisensikan terdiri dari berbagai macam, misal karya musikal, karya tulis, karya seni, olahraga, gambar, penemuan, desain, paten, nama, logo, legenda, desain industri, pakaian adat, dan masih banyak lagi. Jadi, saat ada lisensi penggunaan teknologi akan disebut lisensi teknologi. Kemudian jika ada penggunaan karakter dari buku atau film untuk keperluan lisensi, lisensi tersebut dinamakan lisensi karakter (Battersby dan Simon, 2012).

Tipe-Tipe Produk Berlisensi & Popularitas Lisensi

Menurut survei tahunan yang dilakukan LIMA, kategori-kategori produk berlisensi yang banyak menghasilkan pemasukan adalah apparel (anak dan dewasa), aksesoris (perhiasan, jam tangan, dll), makanan & minuman (permen, kue, dll), alas dan kaos kaki (anak dan dewasa), dekorasi rumah (perabotan), suvenir (barang-barang koleksi, dll), kesehatan / kecantikan (kosmetik, dll), musik / video, produk bayi, publikasi cetak (novel, buku, kalender, dll), alat olahraga, produk keperluan sekolah, mainan, hingga piranti lunak.

Jika kita kembali melihat penjualan 2014 ada di kisaran 200 milyar USD, hal ini mengindikasikan bahwa sebuah hal yang sangat populer. Apa yang menyebabkan kepopuleran tersebut? Tiada lain adalah lisensi menjual produk. Melalui lisensi, pencipta atau penerima hak properti intelektual dapat menerima royalti baik sebagai pemasukan utama maupun pemasukan tambahan.

Bahkan, lisensi dapat memberikan manfaat-manfaat lainnya bagi pencipta atau penerima hak properti intelektual, yaitu menurunkan biaya pengembangan produk, tambahan publikasi, nilai tambah dalam hal pengeluaran iklan, imbal balik tinggi dari investasi minimal, termasuk ekstensi merek.

Sedangkan bagi yang diberikan lisensi (licensee), dapat memeroleh manfaat-manfaat sebagai berikut: mendapatkan kredibilitas yang lebih cepat melalui penggunaan merek / properti intelektual yang terkenal dan terpercaya, jalan pintas menuju para pelanggan tanpa harus menghabiskan waktu dan biaya membangun merek mulai dari nol, memungkinkan pabrikan membuat lini produk yang akan dikenal dengan cepat dan menarik di mata pembeli ritel, dan memberikan kemampuan bagi pabrikan untuk berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan yang lebih besar dan lebih kuat.

Sejarah Lisensi

Saat berbicara mengenai sejarah lisensi, tidak dapat dipungkiri bahwa merek-merek yang berasal dari Amerika Serikat masih menjadi rujukan informasi utama. Meski demikian, sejarah lisensi dapat ditelusuri hingga ke benua Eropa pada abad pertengahan.

Di benua Eropa pada abad pertengahan, telah diketahui bahwa Paus Katolik Roma memberikan lisensi kepada pemungut pajak lokal berupa hak untuk mengasosiasikan dirinya dengan Gereja dan sebagai imbal baliknya, memberikan pembayaran ‘royalti’ kepada Vatikan.

Kemudian, pembayaran royalti sebagai hak menggunakan nama seseorang dipercaya telah dimulai pada abad 18 di Inggris. Saat itu diketahui dua wanita Inggris dari keluarga kerajaan memberikan hak / lisensi kepada produsen kosmetik untuk menggunakan nama mereka pada produk. Sebagai imbal balik, mereka menerima persentase dari pendapatan penjualan yang dihasilkan produk tersebut.

Khusus berbicara mengenai lisensi era modern, diketahui telah dimulai pada 1870 ketika Adolphus Busch mengizinkan para pabrikan menggunakan nama BUSCH pada kunci wine yang menyertakan pisau kecil, pemotong kertas, dan pembuka sumbat botol untuk mendorong penjualan kunci wine.

Sedangkan salah satu karakter lisensi paling terkenal di dunia adalah Peter Rabbit dan asal muasalnya dapat ditelusuri hingga 1901 saat Beatrix Potter mendesain dan mematenkan mainan lunak berbasis karakter Peter Rabbit. Karakter tersebut terdapat dalam buku yang ditulis dan diterbitkan sendiri oleh Beatrix Potter pada 1901. Lalu pada 1902, Beatrix Potter menjalankan perjanjian dengan penerbit Inggris, Frederick Warne & Co. untuk memublikasikan versi berwarna pada tahun yang sama.

Mickey Mouse atau Miki Tikus adalah karakter lisensi paling terkenal sepanjang masa. Miki Tikus diciptakan oleh Walt Disney dan Ub Iwerks pada 28 November 1928 sebagai pengganti karakter Disney lainnya, Oswald di kelinci beruntung. Karakter Miki Tikus berbasis pada kartun Steamboat Willie yang muncul pada awal 1928. Tanpa membuang waktu, Disney segera melisensikan karakter tersebut, termasuk lisensi kepada Waldburger, Tanner di Swiss untuk sapu tangan Miki dan Mini.

Superman adalah tokoh fiksi pahlawan super yang diciptakan oleh Jerry Siegel dan Joe Shuster pada 1932 dan pada 1938, hak cipta Superman dibeli oleh Detective Comics, Inc. (sekarang DC Comics). Dengan ciri khas huruf “S” besar di dada dan jubah, bisa jadi Superman adalah tokoh pahlawan super pertama yang kemudian dilisensikan untuk berbagai macam produk, mulai dari buku komik hingga pakaian.

Kemudian pada 1952, musisi mulai memasuki industri lisensi untuk pertama kalinya. Gitaris Les Paul menjalankan kontrak dengan Gibson Guitar untuk memproduksi gitar dengan merek LES PAUL. Seiring waktu, merek tersebut menjadi status ikonik dan menjadi pilihan gitaris-gitaris terkenal seperti Slash dari band Guns ‘N Roses dan Trey Anastasio dari Phish.

Seiring dengan semakin majunya industri lisensi, produk-produk yang dilisensikan menjadi semakin beragam, antara lain Majalah Playboy (terbit 1952, dilisensikan 1959), serial televisi Davy Crockett (dilisensikan 1955), karakter novel James Bond 007, klub olahraga Los Angeles Rams, desain busana Polo Ralph Lauren, karakter fiksi Hello Kitty, karakter film Star Wars, merek minuman ringan Pepsi, hingga gim Angry Birds.

Top 150 lisensor global mengecap manisnya industri lisensi sebesar hampir 230 milyar USD (License! Global, 2013). Disney sendiri melaporkan penjualan ritel produk-produk berlisensi sebesar 39.2 milyar USD secara global dan pemasukan tersebut banyak didorong oleh popularitas properti-properti intelektual Marvel Comics. Selain Disney, para lisensor raksasa lainnya adalah Sanrio, Nickelodeon Consumer Products, Warner Bros. Consumer Products, Mattel, Philips-Van Heusen, dan masih banyak lagi.

Industri Lisensi Masa Kini

Sehubungan dengan perkembangan industri lisensi masa kini, khususnya di wilayah Asia Timur dan Indonesia, Leung Kwan Ho (Direktur Hong Kong Trade Development Council (HKTDC) untuk Indonesia) banyak memberikan masukan.

Dalam posisinya sebagai direktur HKTDC, Kwan Ho menyampaikan bahwa dulu Hong Kong biasa menjadi tempat pabrikan alih daya untuk produk-produk global dengan keuntungan yang semakin menipis dari waktu ke waktu dan kegiatan operasional yang semakin kompleks dan memakan banyak biaya. Melihat keadaan tersebut, pemerintah Hong Kong menyarankan kepada kepada para pabrikan Hong Kong untuk mulai meningkatkan posisinya dalam alur perdagangan dengan membuat desain sendiri atau jika mampu, menciptakan merek sendiri yang mampu memberikan nilai tambah lebih besar.

Kemudian HKTDC membantu mempromosikan dan memasarkan produk-produk tersebut ke negara-negara yang menjadi mitra dagang Hong Kong, khususnya di wilayah Asia, Asia Tenggara, dan Indonesia.

Retail Sales of Licensed Merchandise in Asia - source The Licensing Center

Retail Sales of Licensed Merchandise in Asia – source The Licensing Center

Berdasarkan data The Licensing Letter (2014), penjualan ritel produk-produk berlisensi di wilayah Asia pada 2013 mencapai 18.82 milyar USD, dengan pangsa pasar terbesar ada di Jepang sebesar 53.9 persen dan disusul China dataran sebesar 33.8 persen. Angka tersebut sementara ini memang masih kalah saat dibandingkan dengan Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada) dan Eropa Barat.

Meski demikian, menilik gambaran besar dari data penjualan yang ada, Kwan Ho menyatakan, “Dalam hal bisnis lisensi, meski Asia (di luar Jepang) tidak memiliki posisi dominan, negara-negara ini memiliki potensi konsumsi sekaligus produksi yang tinggi.”

Retail Sales of Licensed Merchandise, Asia, by Property Type (2013) - source The Licensing Center

Retail Sales of Licensed Merchandise, Asia, by Property Type (2013) – source The Licensing Center

Dalam konteks potensi konsumsi, pasar lisensi di Asia telah lama dikenal sangat berpusat pada karakter / hiburan. Hal tersebut ditunjukkan dengan porsi persentase penjualan sebesar 36.8 persen untuk penjualan produk-produk berlisensi yang berhubungan dengan properti-properti intelektual berupa karakter / hiburan pada 2013 (The Licensing Letter, 2014).

Meski demikian, merek-merek busana telah mengambil porsi persentase penjualan terbesar kedua sebesar hampir 30 persen. Kemudian properti-properti intelektual lainnya seperti merek perusahaan, olahraga, dan seni tetap meningkat setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa bisnis lisensi di Asia semakin terdiversifikasi dan tetap bertumbuh.

Licensing in Asia including Indonesia - source The Licensing Center

Licensing in Asia including Indonesia – source The Licensing Center

Berbicara mengenai pasar Indonesia, Kwan Ho melihatnya sebagai pasar yang besar. Meski saat ini pasar lisensi di Indonesia relatif belum tersentuh, pertumbuhannya cukup menjanjikan dalam beberapa tahun terakhir. Nilai penjualan ritel produk berlisensi yang dibukukan Indonesia per 2013 mencapai 60 juta USD dan mengambil proporsi pasar Asia Tenggara sebesar 17.6 persen (The Licensing Letter).

Ada indikasi bahwa penjualan yang belum besar tersebut dikarenakan konsumsi produk-produk bajakan yang masih dominan di Indonesia. Namun menariknya adalah, Kwan Ho menyampaikan, “Saya tidak menyatakan bahwa hal tersebut sebagai masalah.” Justru, Kwan Ho mengajak kita untuk mengesampingkan dahulu isu produk bajakan dan melihat manfaat-manfaat yang dapat diberikan produk berlisensi, antara lain kualitas dan kredibilitas.

Antara Indonesia, Hong Kong, dan China

Jika ternyata ada masalah dalam hal biaya lisensi, Kwan Ho menyampaikan kepada perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk menengok produk-produk berlisensi yang dibawa oleh HKTDC karena dapat menjadi solusi alternatif karena produk-produk berlisensi tersebut relatif memiliki biaya izin lisensi yang lebih rendah dibandingkan dengan produk-produk yang berasal dari Amerika Serikat dan Eropa Barat, antara lain bintang film alm. Bruce Lee dan karakter Smiley.

Kwan Ho juga menyatakan bahwa HKTDC sangat terbuka untuk bermitra dengan perusahaan-perusahaan Indonesia yang ingin menggunakan Hong Kong sebagai basis memasarkan merek-merek berlisensi yang dimiliki ke pasar Asia, khususnya China. Namun sayangnya saat ini, praktis nol perusahaan Indonesia yang berminat untuk melisensikan mereknya dan memasarkan ke pasar China.

Padahal, Kwan Ho melihat Indonesia memiliki potensi penciptaan produk-produk dan merek berlisensi yang sangat besar, antara lain warisan budaya bangsa berupa batik, taman hiburan Ancol dengan karakter-karakter yang diinspirasi satwa khas Indonesia seperti bekantan dan komodo, dan merek gaya hidup Jco. Sekali lagi Kwan Ho menekankan, dengan segala kelebihan dan pengetahuan yang dimiliki, HKTDC siap dan ingin perantara untuk promosi dan pemasaran produk, khususnya ke China Daratan. Bantuan-bantuan yang siap diberikan HKTDC antara lain dalam bentuk bantuan perizinan, perlindungan hak kekayaan intelektual, dan bantuan-bantuan hukum lainnya.

Sekarang, siapkah kita, para pemilik bisnis, marketer, dan pencipta serta penerima hak properti intelektual untuk mulai memandang serius HAKI dan lisensi sebagai strategi mengembangkan bisnis? Jika sudah siap, beranikah untuk mulai meluaskan pasar ke luar negeri?

Jakarta, 25 Juni 2015

(Andika Priyandana; dari berbagai sumber).

 

One thought on “HAKI dan Lisensi sebagai Strategi Mengembangkan Bisnis

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s