Sistem Pembayaran Daring untuk Kelancaran Arus Darah Ecommerce

Platform pembayaran daring apakah yang mampu menjamin transaksi ecommerce yang efektif dan efisien?

Menteri Komunikasi dan Informatika dalam pernyataannya di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (23 Oktober 2015) menyampaikan, “Kita ingin tahun depan, punya dua perusahaan ecommerce unicorn dengan nilai kapitalisasi pasar menembus US$ 1 miliar. Kalau di Indonesia sudah ada unicorn, maka akan lebih menarik lagi untuk investasi di Indonesia.”

Lanjut Rudiantara, pemerintah telah menggodok peta jalan ecommerce selama tujuh bulan dan menargetkan minimal ada 10 perusahaan ecommerce lokal bertaraf internasional pada 2020.

Sehubungan dengan sarana pembayaran terintegrasi (payment gateway) sebagai sarana pendukung transaksi ecommerce, pemerintah melibatkan delapan kementerian/lembaga dari Bank Indonesia (BI) untuk merumuskan kebijakan sarana pembayaran terintegrasi.

Rudiantara menjelaskan salah satu alasan perumusan kebijakan tersebut, “70 persen transaksi perdagangan online di Indonesia menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Untuk itu, transaksi ecommerce akan didukung (NDG).”

National Payment Gateway Indonesia

Pemerintah, melalui pernyataan Rudiantara, telah menunjukkan ambisi yang tinggi berkenaan rencana pencapaian perekonomian digital dan kreatif dalam peta jalan ecommerce. Untuk menjamin kemulusan jalan menuju tujuan tersebut, keberadaan infrastruktur dan jaringan transaksi perdagangan daring adalah keniscayaan. Adanya sistem pembayaran terintegrasi sangat diperlukan Indonesia untuk membuat industri ecommerce jauh lebih sehat.

Sebagaimana jamak diketahui para pelaku bisnis dan industri ecommerce, fasilitas yang menunjang lancarnya arus darah keuangan dalam konteks transaksi perdagangan masih jauh dari optimal. Sebagai contoh, jika kita ingin membeli barang dari sebuah situs ecommerce, kita tidak bisa menggunakan kartu debit semudah kartu kredit.

Kita masih harus keluar situs terlebih dahulu untuk melakukan transfer. Belum lagi, rendahnya inklusi keuangan seperti faktor akses finansial yang belum merata ke segenap penjuru Indonesia dan mayoritas penduduk Indonesia tidak memiliki rekening bank semakin memperlambat perputaran uang.

Pemerintah sebenarnya sangat menyadari masalah ini dan mulai melakukan proses implementasi National Payment Gateway (NPG). Berdasarkan informasi yang sudah didapat, pemerintah bersama Bank Indonesia dan pelibatan delapan kementerian sudah merumuskan kebijakan NPG. Operator-operator pembayaran swasta pun sudah diajak untuk turut merumuskan kebijakan NPG yang tepat sasaran, efektif, dan efisien.

Dalam implementasi NPG kelak, diharapkan tercipta sinergi sistem pembayaran dengan ATM, internet banking, dan mobile banking. Saat elemen-elemen tersebut menjadi satu kesatuan, penggunaan alat apa pun untuk transaksi perdagangan, baik kartu kredit, kartu debit, atau ewallet, para pelaku pasar tidak lagi mengalami kesulitan.

Memahami Kearifan Lokal Transaksi Pembayaran di Indonesia

Transaksi pembayaran adalah bagian integral dari proses perdagangan. Sistem pembayaran elektronik tentunya bagian integral dari ecommerce. Kelahiran ecommerce di Indonesia, apalagi dengan intensitas yang semakin meningkat di dekade kedua abad 21 telah menciptakan banyak kebutuhan-kebutuhan baru yang dalam banyak kejadian, tidak dapat dipenuhi oleh sistem pembayaran tradisional.

Sebagai contoh, semakin tingginya kuantitas transaksi yang mempertemukan penjual dan pembeli hanya di dunia internet telah memunculkan kebutuhan metode pembayaran peer-to-peer yang memungkinkan para individu mengirimkan surel pembayaran kepada para individu lainnya.

Melihat keadaan ini, banyak pihak-pihak yang berkepentingan (pemerintah, penyedia layanan keuangan, dan komunitas bisnis) mengekplorasi berbagai tipe sistem pembayaran elektronik dan isu-isu yang dapat muncul dari penggunaan sistem pembayaran elektronik dan mata uang di dunia digital.

Namun meski transaksi daring mulai terdeteksi sejak akhir dekade 90an hingga tahun 2012, eksplorasi tersebut masih belum dilakukan secara serius di Indonesia, antara lain karena nilai transaksi perdagangan daring yang masih terlalu kecil (kurang dari 0.1% transaksi perdagangan nasional total).

Meski sudah ada nama-nama pemain ecommerce yang sebenarnya cukup besar, nilai transaksi yang mereka bukukan masih dianggap terlalu kecil oleh bank dan lembaga keuangan lainnya. Akibatnya, pemain ecommerce level UKM semakin kesulitan untuk sekedar mencicipi kelancaran transaksi pembayaran daring.

Maka, berdasarkan masalah yang eksis di lapangan, muncullah ide-ide dan pemikiran untuk mendirikan perusahaan-perusahaan agregator pembayaranatau penyedia jasa layanan pembayaran. Salah satu perusahaan tersebut adalah Ipaymu yang berdiri pada 2012 sebagai ecommerce payment provider dengan visi untuk lebih memberdayakan para UKM dalam berbisnis, khususnya saat melakukan transaksi daring.

Andika Priyandana dan Budi Wiyono (CEO Ipaymu)

Andika Priyandana dan Budi Wiyono (CEO Ipaymu)

Budi Wiyono (CEO Ipaymu (PT Inti Prima Mandiri Utama)) menyampaikan, “Pada awalnya, dari segmentasi para pemain ecommerce yang kami ketahui, antara lain principal atau produsen, reseller, dropshipper, dan affiliate marketer, Ipaymu lebih fokus dan banyak terlibat dengan reseller. Sayangnya fokus kami ke pemain-pemain kecil ini menjadi salah satu hambatan pertumbuhan perusahaan. Di sisi lain, marketplace tumbuh lebih cepat, namun fasiliitasnya belum tersedia.”

Kemudian Budi melanjutkan, “Karenanya, kini kami menyadari perlunya pelaksanaan strategi baru bagi perusahaan yang lebih mencerminkan perhatian kepada semua titik dalam rantai industri ecommerce dari hulu hingga hilir.”

Bentuk strategi baru tersebut bertujuan menjadikan Ipaymu sebagai platform pembayaran bagi semua pemain dalam ekosistem ecommerce di Indonesia.  Untuk mencapai tujuan tersebut, Budi menyatakan bahwa Ipaymu memiliki kompetensi lokal dalam memahami perilaku pembayaran konsumen Indonesia, yang disebutnya sebagai kearifan lokal.

Salah satu bentuk pemahaman kearifan lokal tersebut adalah pengetahuan transaksi transfer yang mencapai 70%, kesulitan melakukan transaksi dengan kartu debit, dan masih rendahnya kenyamanan pelanggan dalam melakukan transaksi pembayaran daring, khususnya non-kartu kredit. Akibatnya, perdagangan daring Indonesia cenderung berjalan lambat.

Budi berkata, “Kami mengetahui bahwa pemerintah merencanakan National Payment Gateway. Salah satu harapan kami adalah, dalam National Payment Gateway, transaksi kartu debit dibuat semudah kartu kredit. Konsumen tidak lagi harus keluar situs dan melakukan transfer di ATM dengan kode unik.”

Budi melanjutkan, “Sebenarnya, transaksi dengan sistem pembayaran transfer masih bisa dilakukan untuk tahap-tahap awal ecommerce. Malah, kami mengatakan agar kebiasaan ini jangan diubah dengan paksa, karena bagaimana pun, ini adalah contoh kebiasaan lokal konsumen Indonesia. Yang kami inginkan, taksonomi pembayaran sebagai transfer diubah menjadi pembayaran sebagai pembelian.

Budi lalu menambahkan, “Kami juga menginginkan, saat NPG siap, semua metode pembayaran yang terpisah-pisah dan masing-masing bank yang jalan sendiri akan tersatukan. Syukur-syukur melalui NPG ini, pemerintah juga sadar untuk mulai mendorong pembuatan kartu kredit lokal. Cina dengan UnionPay dapat menjadi contoh yang sangat baik.”

Melalui pemahaman perilaku pembayaran konsumen Indonesia pula, Ipaymu saat ini menyediakan metode pembayaran dengan kartu kredit, kartu debit, dan e-wallet. Sedangkan untuk pengenaan biaya transaksi, Ipaymu mengenakan 1% untuk transaksi kecil dan biaya tetap (Rp 5000,-, Rp 7500,-, dan Rp 10.000,-) untuk transaksi dalam jumlah besar.

Berbicara mengenai e-wallet, Budi berujar bahwa alat ini bisa menjadi pendongkrak yang sangat baik untuk meningkatkan inklusi finansial. Memang saat ini industri dan rakyat masih belajar mengenai e-wallet. Namun dengan kenyataan bahwa sekitar 70% penduduk Indonesia belum memiliki rekening bank menjadikan peran e-wallet terasa penting. Apalagi e-wallet dapat berbasis kartu atau server.

Agar e-wallet lebih memasyarakat, Afrika dapat menjadi studi kasus yang mana penduduknya banyak yang sudah memiliki e-wallet. Kepemilikan e-wallet tersebut secara otomatis menunjukkan berjalannya inklusi finansial. Bank Indonesia, ujar Budi, sebaiknya mulai fokus memasyarakatkan e-wallet agar bisa menjangkau rakyat Indonesia secara luar dan tentunya turut membantu kelancaran transaksi ecommerce, khususnya transaksi pembayaran mikro.

Saat ditanya mengenai perbedaan Ipaymu dengan para kompetitor lokal dan luar negeri, dengan tersenyum Budi menjawab, “Selain tentunya pemahaman kearifan lokal perilaku pembayaran konsumen Indonesia, Ipaymu adalah satu-satunya payment provider yang lokal Indonesia, masih dimiliki oleh Indonesia. Tambahan diferensiasi lainnya, metode pembayaran Ipaymu bersifat bauran, sedangkan lainnya lebih ke kartu kredit.”

Mari gunakan produk lokal dan mata uang lokal

Kesehatan ekonomi Indonesia akan menjadi sangat baik jika dimulai dari dalam. Salah satu bentuk penyehatan dari dalam tersebut adalah peningkatan konsumsi produk lokal dan penggunaan Rupiah. Jika konsumen jeli, saat ini sebenarnya banyak produk merek impor yang diproduksi di Indonesia.

Lalu, banyak juga produk Indonesia dengan kualitas sebaik buatan negara maju dengan harga lebih murah. Ingat juga bahwa saat ini telah ada regulasi yang mewajibkan penggunaan mata uang Rupiah untuk transaksi dalam negeri. Jadi, hindarilah belanja dan transaksi dalam negeri menggunakan dolar. Gunakanlah Rupiah. Mari, tunjukkan aksi membangun ekonomi bangsa dengan menggunakan produk lokal dan transaksi menggunakan Rupiah.

Jakarta, 27 Oktober 2015

(Andika Priyandana; dari berbagai sumber)

Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Marketing edisi November 2015

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s