Zappos is about delivering happiness to the world – Tony Hsieh, CEO Zappos
Kisah Zappos sebagai perusahaan ecommerce asal Amerika Serikat telah menjadi pembicaraan dan contoh kasus mengenai kesuksesan sebuah perusahaan jual beli daring di berbagai sekolah bisnis dan jurnal-jurnal ekonomi di seluruh dunia.
Bermula dari sebuah masalah yang dihadapi pendirinya, Nick Swinmurn saat mencari sepasang sepatu yang diinginkannya di beberapa toko, Shoesite.com kemudian berdiri pada tahun 1999. Melalui perusahaan yang didirikannya, Nick yakin bahwa internet dapat memberikan solusi terhadap permasalahan tradisional yang dihadapi para penjual dan pembeli sepatu karena adanya keterbatasan dari toko fisik.
Masih pada tahun 1999, Nick kemudian menemui Tony Hsieh dan Alfred Lin agar bersedia menanamkan modal di Shoesite.com. Kerja sama kemudian terjalin, nama Shoesite lalu berubah menjadi Zappos.com (berasal dari kata zapatos) dan langkah-langkah yang menjadikan Zappos sebagai legenda terangkai satu demi satu.
Menemukan visi, membentuk budaya
Kita telah mengetahui sejarah singkat mengenai Zappos dan artikel ini tidak akan berfokus pada sejarah Zappos, namun pada fokus luar biasa Zappos pada pelayanan pelanggan. Bagaimana fokus tersebut diperoleh? Tentu saja dimulai terlebih dahulu pada visi dan nilai-nilai inti perusahaan.
Good to Great karya Jim Collins adalah buku yang menginspirasi Tony Hsieh bahwa perusahaan-perusahaan hebat harus memiliki fokus yang lebih tinggi daripada sekedar menciptakan uang atau menjadi pemimpin pasar.
Hsieh dan rekan-rekannya di Zappos segera menyadari bahwa visi terbesar Zappos adalah membangun merek yang legendaris dalam hal pelayanan pelanggan. Zappos harus dikenal sebagai perusahaan hebat yang memberikan pelayanan pelanggan sangat istimewa.
Setelah mengetahui visi perusahaan, pembentukan budaya perusahaan berbasis nilai-nilai inti segera dimulai. Tony Hsieh memiliki keyakinan bahwa saat budaya yang pas telah diterapkan di perusahaan, membangun merek yang sangat hebat dalam hal pelayanan pelanggan akan berjalan dengan sendirinya.
Semua karyawan Zappos dilibatkan dalam mendefinisikan nilai-nilai inti perusahaan dengan tujuan dan harapan bahwa setiap karyawan merasa menjadi bagian dari sebuah suku, merasa turut dilibatkan dalam membangun budaya perusahaan, dan memastikan bahwa semua karyawan memiliki pengalaman bersama selama bekerja di Zappos.
Hasil dari rembuk bersama seluruh karyawan Zappos mengenai nilai-nilai utama kemudian dipublikasikan secara resmi kepada dunia pada Februari 2006. Nilai-nilai utama tersebut adalah:
- Memberikan layanan WOW
- Menerima dan Mendorong Perubahan
- Menciptakan Kesenangan dan Sedikit Keanehan
- Bersikap Senang Berpetualang, Kreatif, dan Berpikiran Terbuka
- Mengusahakan Pertumbuhan dan Pembelajaran
- Membangun Hubungan Terbuka dan Jujur dengan Komunikasi
- Membangun Tim yang Positif dan Semangat Kekeluargaan
- Melakukan yang Lebih dengan yang Sedikit
- Bersemangat dan Tekun
- Rendah Hati
Tony Hsieh dalam buku karangannya Delivering Happiness beropini bahwa banyak perusahaan memiliki nilai utama, menjadikannya rilis pers, tapi tidak banyak yang benar-benar memegang komitmen. Sedangkan di Zappos, Tony berkeyakinan bahwa semua anggota keluarga Zappos benar-benar berkomitmen dengan nilai-nilai utama tersebut. Tony percaya bahwa seluruh karyawan Zappos dapat menjadi duta merek baik di dalam dan di luar kantor.
Karyawan yang gembira memberikan pelayanan pelanggan yang hebat
Tony Hsieh sebagai CEO Zappos menyatakan bahwa perusahaan yang dinahkodainya adalah mengenai memberikan kegembiraan bagi dunia. Untuk memastikan kegembiraan tersebut diberikan dengan tulus, Tony memastikan bahwa kegembiraan tersebut dimulai dari dalam, dari para insan perusahaan Zappos. Karyawan yang gembira mampu memberikan pelayanan pelanggan yang hebat dan hal ini sangat sejalan dengan cita-cita Zappos.
Pelayanan pelanggan yang diberikan Zappos termasuk praktik-praktik yang dirasa nyeleneh, antara lain kebijakan pengembalian produk dalam 365 hari, layanan antar dan pengembalian gratis, layanan pelanggan 24 jam, telepon bebas pulsa yang terpajang di bagian atas setiap laman situs Zappos, dan panduan untuk menghubungi kompetitor jika Zappos tidak mampu memuaskan permintaan pelanggan.
Kebijakan pelayanan pelanggan Zappos dapat dikatakan benar-benar terlihat sangat lain dari yang lain, misalnya dalam hal kontak pelanggan melalui telepon bebas pulsa. Sebagaimana diketahui bersama para praktisi dan pengelola merek, rata-rata pusat panggilan telepon adalah bagian yang diusahakan berjalan sangat efisien dalam hal biaya. Karenanya, suatu hal jamak untuk mengetahui layanan pelanggan melalui telepon yang dialih dayakan ke pihak lain alias tidak dilaksanakan secara langsung oleh si pengelola merek.
Zappos melihat layanan pelanggan melalui telepon secara berbeda. Tony menyampaikan bahwa pusat panggilan telepon tidak dipandang sebagai pengeluaran, namun sebagai kesempatan yang belum teraih oleh banyak perusahaan, tidak hanya karena dapat menjadi pemasaran getok tular, tetapi juga karena potensi untuk meningkatkan nilai-nilai konsumen dalam jangka panjang.
Maka, Zappos pun menjalankan sendiri layanan kontak teleponnya dan tidak dialih dayakan ke pihak lain karena inilah kekuatan utama perusahaan, layanan pelanggan. Para penerima telepon di Zappos bertugas memberikan WOW kepada para konsumen. Mereka menjawab telepon dengan cerita tanpa teks.
KPI mereka tidak dihitung berdasarkan berapa banyak panggilan telepon yang mereka layani. Mereka diinformasikan untuk menghabiskan sebanyak mungkin waktu yang diperlukan demi mencari solusi dari masalah yang dihadapi.
Melalui kebijakan telepon ala Zappos, rekor panggilan telepon oleh konsumen berhasil mencetak rekor hingga 5 jam, 25 menit, 31 detik pada 5 Juli 2009.
Efek pelayanan pelanggan luar biasa
Menjalin kelekatan dengan konsumen dan memberikan kebahagiaan kepada konsumen hingga pesanan mereka sampai dan digunakan adalah resep Zappos sejak awal. Tidak heran jika Stanford Graduate School of Business menjadikan Zappos sebagai studi kasus dengan judul Zappos: Happiness in a Box. Sebuah judul yang juga menginspirasi artikel ini beserta kontennya.
Jika seorang konsumen mendapatkan kebahagiaan, maka dia akan mengabarkan kebahagiaan tersebut kepada 10 temannya. Dia akan menyampaikan kepada teman-temannya untuk berbelanja di Zappos. Konsumen yang sudah membeli di Zappos pun akan membeli lagi dan lagi. Hal ini sudah dibuktikan Zappos melalui data bahwa seringkali 75 persen penjualan Zappos berasal dari konsumen berulang.
Kira-kira, kapankah perusahaan Indonesia mampu memberikan pelayanan pelanggan yang luar biasa ini? Atau mungkin malah sudah ada?
(Andika Priyandana; dari berbagai sumber)
Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Service Excellence edisi April 2015
Ping-balik: Belajar dari Zappos – Asep Rukmana, MM
Ping-balik: Belajar dari Zappos | Character Coach
Ping-balik: Belajar dari Zappos – Character Mentor
Ping-balik: Belajar dari Zappos – Motivational Speaker
Ping-balik: Belajar dari Zappos – ASEP RUKMANA, MM
Ping-balik: Belajar dari Zappos | Pembicara Seminar-Workshop Nasional
Ping-balik: Belajar dari Zappos | MOTIVATOR
Ping-balik: Belajar dari Zappos – Pembicara Workshop Nasional