“Indonesia bisa maju hingga dua kali kalau Makassar dijadikan pusat distribusi dan pasokan!”
Pernyataan lugas penuh percaya diri tersebut disampaikan oleh Mohammad Ramdhan Pomanto, sang Walikota Makassar dalam wawancaranya dengan Majalah Marketing. Tentu saja ucapan penuh keyakinan tersebut terlontar bukan tanpa alasan.
Danny, panggilan akrab Mohammad Ramdhan Pomanto, menyatakan bahwa letak Makassar yang ada di jantung negara Indonesia menjadikan kota tersebut memiliki jarak yang relatif sama menuju Medan di timur dan Merauke di barat. Saat ditilik ke arah utara dan selatan, jaraknya juga hanya terpaut sekitar 200 km. Posisi geografi inilah yang menjadi salah satu kekuatan utama Makassar hingga menjadi salah satu zona maritim untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Selain faktor lokasi, Danny juga memiliki alasan-alasan lain yang menjadikan Makassar sangat patut menjadi pusat perhatian. Mari kita simak lebih lanjut alasan-alasan yang disampaikan Mohammad Ramdhan Pomanto dalam tulisan berikut.
Sinergi Sombere’ dan Teknologi
Danny memaparkan visinya menjadikan Makassar sebagai kota kelas dunia yang nyaman ditinggali semua khalayak. Danny mendasarkan visinya antara lain pada akar budaya dan sejarah Makassar. Secara budaya, rakyat Makassar memiliki karakter “Sombere’”.
Sombere’ memiliki arti suka mengobrol, terbuka, dan bergaul dengan masyarakat siapa pun. Hal tersebut telah terlihat dari sejarah Makassar yang sudah tersohor sejak abad 15 sebagai salah satu kota Bandar rempah-rempah terbaik dunia dan dijadikan tempat berkantor 32 perusahaan asing dari Asia Timur hingga Eropa Utara.
Kekuatan ekonomi tersebut ternyata masih berlanjut hingga abad 21. Kini, Makassar menjadi bintang paling gemerlap di Indonesia Timur dalam hal bisnis dan pariwisata. Dengan pertumbuhan rata-rata per tahun 9.21% (BPS Kota Makassar), Makassar secara konsisten menunjukkan kedigdayaannya tumbuh di atas rata-rata ekonomi nasional dan dunia.
Danny Pomanto pun dengan bangga berkata,”Pertumbuhan dua digit umumnya diraih daerah-daerah yang baru berkembang. Makassar sebagai daerah yang seharusnya sudah tersaturasi, namun tetap mampu tumbuh tinggi, bahkan pernah mencapai 10.52% (2008) menunjukkan bahwa Makassar adalah kota yang spesial.”
Namun karakter sombere’ saja tidak cukup. Danny bertutur bahwa pada masa kini, Makassar juga harus bersinergi dengan teknologi dan menjadikan dirinya sebagai “kota pintar”. Melalui sinergi kota pintar dan sombere’, Makassar mampu menjalankan bisnis yang baik, mempekerjakan lebih dari 18.000 pegawai, mengelola 54 departemen kota, melayani 1.700.571 penduduk, dan mengontrol wilayah seluas 175 km2.
Berdasar pemikiran tersebut, Danny membuat konsep kartu pintar yang disebut Kartu Pintar Makassar. Tampil dalam bentuk kartu ATM BRI, kartu pintar yang ditujukan bagi warga Makassar dan menuju satu juta pengguna ini menjadi perantara untuk menyimpan data-data penduduk secara masif, mulai dari E-KTP, rekam medis, BPJS, NPWP, hingga kelak sebagai alat pembayaran parkir.
Bisnis dan Pariwisata
Kembali berkutat ke isu pertumbuhan ekonomi, Danny berkata bahwa pondasi ekonomi Makassar ada pada bisnis dan pariwisata. Secara bisnis, Makassar sangat dikenal sebagai kota MICE (Meeting, Invention, Convention, Exhibition).
Kuatnya kesan MICE disampaikan Danny antara lain dari tinggi angka okupansi penginapan di Makassar, “Saya mendapat laporan bahwa akomodasi terisi penuh 100%. Angka tersebut sudah termasuk 23 hotel yang baru dibangun sehingga total kapasitas hampir mencapai 15.000 kamar.”
Dalam hal pariwisata, Makassar memiliki nilai jual utama sebagai kota pelabuhan, pusat kuliner, dan sejarah. Pantai Losari sebagai ikon kota dibanggakan Danny sebagai bukti bahwa Makassar adalah kota yang terbuka untuk umum. Berbeda dengan kota besar lainnya, penduduk Makassar tidak perlu membayar jika ingin memasuki Pantai Losari.
Sedangkan mengenai kuliner, Makassar sangat terkenal dengan masakan lautnya. Nama-nama seperti coto Makassar, konro, dan pallubasa telah bergaung ke seluruh penjuru nusantara. Berdasar sejarah, selain sebagai kota bandar, Makassar juga menjadi kota tempat dimakamkannya tokoh-tokoh sekelas Pangeran Diponegoro dan Syekh Yusuf. Dalam hal perlawanan kolonialisme, kerajaan Makassar sudah mendahului sejawatnya di daerah lain sejak tahun 1603.
Untuk mencapai visi dan pertumbuhan ekonomi berbasis bisnis dan pariwisata akan menjadi sangat sulit jika hanya mengandalkan diri sendiri. Makassar perlu menarik investasi dan cara yang disampaikan Danny antara lain dengan membuat kalender acara tahunan. Contoh acara-acara tersebut adalah ASEAN Forum, Jazz Fort Rotterdam, dan Marathon Bosowa.
Selain kalender acara tahunan, Makassar melakukan strategi pemasaran yang bertujuan menarik minat 10 juta dari 13 juta pengunjung bandara yang sekedar transit untuk singgah sejenak satu hingga dua hari di Makassar. Danny juga mencanangkan perbaikan sistem kelola administrasi dari ala gerilya menjadi terintegrasi melalui teknologi. Inilah sebabnya Danny mencanangkan kota Makassar sebagai kota pintar – smart city.
Demi mencapai visi kota, Danny menyampaikan bahwa Makassar telah melakukan lelang jabatan untuk posisi eselon dua hingga eselon empat secara total. Kemudian, para SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Pemerintah Kota Makassar diberikan pendidikan lanjutan di Singapura dengan perantaraan Temasek Foundation. Kelak, Danny berujar bahwa para camat, lurah, dan guru akan menyusul untuk ditingkatkan kompetensinya di Singapura.
Evaluasi Makassar
Saat ditanya mengenai evaluasi kota, Danny berkata, “ Salah satu caranya adalah saya akan melihat secara langsung hasil pendidikan yang sudah dijalani para SKPD dengan menelusuri gang-gang kota. Jika pendidikan yang dijalani ada hasilnya, tentu gang-gang kota terlihat rapi, bersih, dan berseni.”
Lebih lanjut lagi Danny berujar, “Bahkan, seusai ASEAN Forum, saya berencana untuk mengajak para delegasi untuk jalan-jalan secara langsung menyusuri gang-gang kota Makassar.”
Sebuah rencana besar sudah disampaikan Mohammad Ramdhan Pomanto. Pelaksanaannya hingga kini pun berbasis data masih terlihat ada pada jalurnya. Sepertinya, Makassar memang mampu mewujudkan slogan “Everyday is Your Best Time..” Sekarang pertanyaan lanjutannya adalah, seberapa mampu Makassar menjaga kesinambungan slogan dan pertumbuhan ekonominya secara sehat? Waktu yang akan menjawab pertanyaan tersebut.
Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Marketing edisi Agustus 2015