Menyongsong tahun 2015, Majalah Marketing menjalankan salah satu riset mengenai pasar truk paling mendalam dan komprehensif yang pernah ada di Indonesia.
Mengetahui kegunaan krusial kendaraan jenis truk, tentu saja akan menjadi hal yang sangat menarik untuk mengadakan riset mengenai pasar truk di Indonesia. Jadi, dari hasil riset ini dapat diperoleh data-data yang berguna yang dapat menjadi basis pengambilan keputusan dan penyajian informasi untuk keperluan penyusunan strategi bisnis dan pemasaran.
Kesempatan menjalankan riset mengenai pasar truk di Indonesia tersebut tiba saat Majalah Marketing melihat menjelang Pemilihan Presiden 2014, masing-masing calon memiliki pesan dalam kampanyenya untuk memperbaiki dan memajukan perekonomian Indonesia, khususnya hal-hal yang yang berkenaan dengan pembangunan infrastruktur, kelancaran dunia transportasi dan distribusi barang serta jasa.
Dalam riset pasar truk yang dijalankan sejak Agustus 2014 s.d. Desember 2014, kami melakukan riset data sekunder, riset data primer dalam bentuk wawancara mendalam, FGD (Focus Group Discussion), dan penyebaran kuesioner kepada:
(1) Para produsen dan manajemen menengah atas dari merek-merek truk di Indonesia;
(2) Para pemilik truk dari skala pribadi, keluarga, hingga profesional;
(3) Petinggi Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia);
(4) Ekonom Indonesia;
(5) Para pengemudi truk.
Tujuan kami melakukan riset mengenai pasar truk di Indonesia adalah mencari jawaban pertanyaan-pertanyaan berikut:
(1) Bagaimana perkembangan pasar truk nasional?;
(2) Apa saja strategi yang diterapkan oleh para produsen truk untuk memaksimalkan potensi pasar Indonesia?;
(3) Apa saja kebutuhan para pemilik truk di Indonesia?;
(4) Bagaimana potensi dan prospek pasar truk nasional di masa mendatang? Khususnya pada masa Kabinet Kerja 2014 – 2019?
Melalui artikel ini, Anda akan mendapatkan jawaban ringkas nan komprehensif dari pertanyaan-pertanyaan yang telah disebutkan sebelumnya. Selamat menikmati sajian kami mengenai pasar truk di Indonesia.
Perkembangan Pasar Truk Nasional
Faisal Basri (ekonom nasional) yang menjadi narasumber kami mengenai pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional, dengan berbasis data IMF (2014) dan World Economic Outlook (2014) menyampaikan, “Selama tahun 2009 sampai dengan tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Indonesia melemah. Pelemahan tersebut terlihat semakin cepat pada tahun ini. Pertumbuhan masih terlihat positif, namun melemah.”
“Selama tahun 2009 sampai dengan tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Indonesia melemah. Pelemahan tersebut terlihat semakin cepat pada tahun ini. Pertumbuhan masih terlihat positif, namun melemah.” – Faisal Basri (Ekonom)
Hal-hal apa saja yang menyebabkan pelemahan pertumbuhan tersebut? Faisal Basri menjelaskan bahwa kebijakan pemerintah yang bersifat ketat, seperti misalnya kebijakan fiskal dan moneter ketat, salah satunya dalam bentuk kenaikan suku bunga menyebabkan pelemahan tersebut. Efek kebijakan ini dapat dilihat pada data Bank Indonesia (2014) yang menunjukkan defisit neraca berjalan karena ekspor barang dan jasa lebih rendah daripada impor barang dan jasa. Defisit terhadap PDB pun meningkat hingga ke angka empat persen. Lebih jauh lagi menurut Faisal Basri, penyebab utama defisit ini adalah kenaikan subsidi BBM sehingga impor minyak turut meningkat.
Kemudian, apakah pelemahan pertumbuhan ekonomi tersebut berimplikasi pada produksi total truk nasional? Berdasarkan data Gaikindo (2014) sepertinya tidak.
Berdasarkan data yang telah diperoleh dari Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia), pertumbuhan produksi truk dan pick up nasional secara total terus menunjukkan tren menaik sejak tahun 2009 s.d. tahun 2013. Hal tersebut dapat terlihat pada tabel yang menunjukkan produksi 2009 sebesar 110.316 unit, kemudian naik signifikan sebesar 83% ke angka 201.878 unit pada 2010, lalu kembali menanjak setinggi 35% ke angka 271.943 unit pada 2011, terus meningkat sebesar 11% ke angka 302.918 unit pada 2012 dan akhirnya menurun sebesar 8% ke angka 276.913 unit. Bagaimana dengan produksi pada 2014? Data sementara selama Januari hingga Juni 2014 menunjukkan total produksi truk dan pick up nasional pada angka 144.484 unit.
Seperti yang dapat Anda perhatikan pada data produksi truk dan pick up yang kami sajikan, pertumbuhan produksi tersebut memberikan angka yang sangat jauh di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun yang sama. Kira-kira, hal apakah yang menyebabkan kenaikan produksi yang signifikan ini?
Menurut salah satu narasumber kami, Urip Widodo sebagai Manajer Area Hino di Provinsi Banten menyatakan, “Penjualan truk di Indonesia secara domestik sangat baik karena permintaan sektor tambang yang sangat tinggi, disusul oleh sektor perkebunan. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap kenaikan jumlah produksi truk di Indonesia,“ Urip menyampaikan bahwa di Hino, permintaan konsumen didominasi oleh permintaan truk dengan kapasitas mesin 6000 cc s.d. 8000 cc, atau medium duty truck.
Namun permintaan tersebut menurun secara cukup signifikan pada tahun 2013 hingga kini seiring dengan berlakunya regulasi pemerintah mengenai kewajiban pengolahan dan pemurnian hasil tambang. Selain pengaruh internal berupa regulasi pemerintah, adanya krisis ekonomi dunia dan pelemahan ekspor turut berpengaruh terhadap permintaan dan produksi truk di Indonesia. Namun, meski permintaan dari sektor pertambangan menurun, Urip menambahkan bahwa ada kenaikan permintaan dari sektor perkebunan yang relatif mampu menjaga besaran angka penjualan tidak turun tajam.
Pendapat yang senada dengan Urip Widodo juga disampaikan Rizwan Alamsjah selaku Ketua IV Gaikindo, “Status produksi 2013 hingga 2014 lebih kecil dibandingkan dengan 2010 – 2013. Sebenarnya saat ini status produksi ada pada satu digit. Namun ini adalah penyesuaian pertumbuhan karena pada tahun-tahun sebelumnya tumbuh terlalu cepat, dan tanpa masalah signifikan.”
“Jika memang ada masalah yang dirasa menghambat pertumbuhan secara cukup signifikan, yaitu masalah pembangunan infrastruktur yang relatif lambat di Indonesia, misalnya fasilitas jalan raya, fasilitas pelabuhan, dan lainnya,” tambah Rizwan. Jadi berdasar data, dapat dikatakan bahwa kecepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia tidak seimbang dengan kecepatan pertumbuhan industri otomotif Indonesia yang meningkat sangat pesat.
“Jika memang ada masalah yang dirasa menghambat pertumbuhan secara cukup signifikan, yaitu masalah pembangunan infrastruktur yang relatif lambat di Indonesia,” – Rizwan Alamsjah (Ketua IV Gaikindo)
Masih menurut Rizwan Alamsjah, masalah pembangunan infrastruktur ini tidak hanya dirasakan oleh industri otomotif, tetapi juga oleh semua industri. Kondisi infrastruktur di Indonesia saat ini sudah kelebihan beban, mulai dari bandar udara, pelabuhan, hingga banyaknya kemacetan di jalan raya. Pembangunan infrastruktur di Indonesia benar-benar menjadi tantangan yang besar, namun industri otomotif tidak dapat berbuat banyak karena tidak berada pada posisi sebagai pemerintah.
Strategi Para Pemain Menggarap Pasar Truk Nasional
Sebelumnya Rizwan Alamsjah (Ketua IV Gaikindo) dan Urip Widodo (Manajer Area Hino Provinsi Banten) sudah menyampaikan bahwa pertumbuhan produksi, permintaan, dan penjualan truk di Indonesia meningkat sangat pesat meski dibayangi pelemahan pertumbuhan ekonomi negara sesuai penuturan Faisal Basri. Jika ada penurunan per 2013, hal tersebut dapat dikategorikan sebagai penyesuaian pertumbuhan.
Kini, apa yang menjadi rahasia strategi kepemimpinan pasar para pemain tradisional dunia truk seperti Hino atau Isuzu? Apakah strategi mereka sebagai pemain tradisional ditiru secara mentah oleh FAW yang notabene kalah dalam hal pengalaman? Kemudian, apakah manisnya kue pasar truk di Indonesia turut dinikmati oleh industri penyedia suku cadang, misalnya peredam kejut? Tetap lanjutkan bacaan Anda untuk mengetahui jawabannya.
Pujo sebagai Service Manager Hino menyatakan bahwa Hino merajai segmentasi truk dengan kapasitas mesin 6000 cc s.d. 8000 cc (medium duty truck) sebesar 65 persen. Pujo menuturkan, “Strategi transaksi pembayaran yang diterapkan HINO kepada para konsumennya bisa dikatakan adalah strategi yang paling krusial. Pengaruhnya mencapai 55 persen terhadap sistem strategi yang dijalankan Hino.” Sedangkan yang kedua adalah pelayanan pasca penjualan (after sales service) dan terakhir produk yang sangat berfokus pada kebutuhan konsumen lokal.
“Strategi transaksi pembayaran yang diterapkan HINO kepada para konsumennya bisa dikatakan adalah strategi yang paling krusial.” – Pujo (Service Manager Hino)
Sedangkan Edy J Oekasah (General Manager Marketing Isuzu Astra Motor Indonesia) memaparkan, “Konsumen Isuzu sangat didominasi perusahaan, baik manajemen keluarga maupun manajemen profesional. Hampir 100%. Jadi, perhitungan bisnis menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Mereka tidak hanya membeli sebuah unit, tetapi mereka juga membeli solusi, dimulai dari harga, operasional, teknis, dan pelayanan purna jual.”
Lalu, bagaimana strategi FAW menggarap pasar truk Indonesia? Narasumber kami, Martinus (GM after-Sales Service and Spare Part FAW) dan Budi Cahyono (GM Sales and Marketing of FAW), FAW memiliki basis strategi yang relatif sama dengan para pemimpin pasar seperti Hino dan Isuzu. FAW menyadari bahwa layanan purna jual, kualitas produk yang terjamin, dan sistem transaksi pembayaran produk memiliki pengaruh sangat kuat terhadap kelangsungan hidup perusahaan otomotif di Indonesia.
Sehubungan dengan layanan purna jual, Martinus menyampaikan, “Kami sangat menjamin ketersediaan suku cadang FAW, bahkan FAW pusat sangat menjamin keberlangsungan pasokan suku cadang bagi FAW Indonesia dan kami saat ini memiliki gudang-gudang penyimpanan suku cadang sebagai bukti komitmen FAW terhadap layanan purna jual,” Martinus menambahkan, “Manajemen FAW juga akan membangun pabrik produksi dan perakitan yang rencananya ada di Cikarang atau Cibitung.”
Martinus pun mengetahui bahwa performa merek asal China seperti FAW sangat dipertanyakan. Apalagi mayoritas konsumen FAW adalah perusahaan yang kekeuh melakukan perhitungan bisnis. Jadi, per 2006 sebelum FAW memasuki pasar Indonesia kembali, FAW melakukan uji produk terlebih dahulu selama lebih dari setahun di wilayah pertambangan Kalimantan dengan kondisi yang sangat keras. Tujuannya untuk membuktikan kualitas FAW kepada para konsumen. Barulah pada 2008, FAW mulai menjual truk dengan layanan yang lengkap, seperti layanan purna jual, ketersediaan suku cadang, dll.
Budi Cahyono menambahkan, “Kami mengetahui bahwa 95% konsumen FAW membeli truk secara leasing. Maka kami bekerja sama untuk urusan pembiayaan dengan Guana Finance, Dipo, Adira, Bank Mustika, dan masih banyak lagi.” Budi kemudian menuturkan bahwa FAW memiliki layanan spesial yang berbeda dari para pemain lain, yaitu keberadaan Divisi Used Car yang bersedia membeli kembali truk FAW bekas dari para konsumennya. Kini, usaha keras FAW berbuah manis dan mereka semakin menancapkan kukunya di pasar truk Indonesia.
Lezatnya kue pasar truk di Indonesia ternyata turut dinikmati oleh perusahaan-perusahaan penyedia suku cadang, misalnya PT. Kayaba Indonesia sebagai penyedia peredam kejut (shock breaker). Ferry Rampengan sebagai Direktur PT. Kayaba menyampaikan, “Pertumbuhan produksi mencapai 20 persen per tahunnya. Hal ini turut disebabkan kenaikan produksi truk yang sangat signifikan di Indonesia.“ Ferry berkisah bahwa sekitar 70 persen produksi peredam kejut Kayaba untuk truk kategori 5 – 10 ton, antara lain merek Hino, Mitsubishi, dan Isuzu. Sedangkan sekitar 20 persen untuk truk kategori di atas 10 ton.
Salah satu alasan Kayaba mampu meraih pertumbuhan yang sangat baik dari berbagai sisi adalah produksinya yang 100 persen lokal. Kemudian, Kayaba memahami kebutuhan konsumen Indonesia terhadap produk-produk dengan kualitas yang baik dan tahan lama. Terakhir dan tetap menjadi salah satu strategi Kayaba adalah harga yang kompetitif.
Kebutuhan Para Pemilik dan Pengemudi Truk di Indonesia
Kita sudah mengetahui sudut pandang ekonom, Gaikindo, dan produsen truk. Kini, mari kita perhatikan perspektif para pemilik truk di Indonesia, baik yang dikelola secara profesional (PT. Cardig Logistic Indonesia dan PT. Inprase Group) maupun keluarga (PT. Lookman Djaja).
Mahendra Rianto (Direktur PT. Cardig Logistic Indonesia) menuturkan bahwa perusahaan yang dia kelola hanya memiliki satu merek truk dan tidak tertarik untuk memiliki merek lainnya. Merek tersebut adalah merek Jepang yang sudah memiliki pengalaman di Indonesia sejak dekade 70an. Sebagai pengelola perusahaan logistik, Mahendra sangat berbasis pada data dan pengalaman yang dimiliki saat memutuskan pembelian truk perusahaan. Layanan purna jual, harga, dan kualitas adalah faktor-faktor yang menjadi pertimbangan utamanya.
Salah satu layanan purna jual yang dia rasakan memuaskan adalah kesediaan tim mekanik untuk datang langsung ke kantornya untuk memperbaiki truk-truk yang bermasalah. Mengenai harga, Mahendra menyampaikan, “Saya tidak hanya berpikir mengenai harga beli saat truk masih baru. Saya juga berpikir mengenai nilai jual kembali karena harga truk bekas masih lumayan mahal.” Mengenai kualitas, kekuatan dan ketahanan mesin menjadi faktor utama karena truk-truk Cardig Logistic tidak pernah berhenti bekerja di luar perawatan rutin seminggu sekali.
“Saya tidak hanya berpikir mengenai harga beli saat truk masih baru. Saya juga berpikir mengenai nilai jual kembali karena harga truk bekas masih lumayan mahal.” – Mahendra Rianto (Direktur PT. Cardig Logistic Indonesia)
Sugi Purnoto (Direktur PT. Inprase Group) ternyata memiliki faktor penentu keputusan membeli truk yang sama dengan Mahendra, yaitu layanan purna jual, harga, dan kualitas dalam bentuk ketahanan dan kekuatan mesin. Saat ini Sugi mengelola sekitar 350 truk dan baginya, truk-truk Jepang mampu memenuhi ekspektasinya. Apalagi truk-truk PT. Inprase mengangkut barang-barang beracun berbahaya, yaitu bahan kimia dan bahan bakar minyak.
Akibat dari produk spesifik tersebut, Sugi menyampaikan, “Bagi kami, sistem pembuangan sangat penting. Truk yang mengangkut BBM atau bahan kimia harus memiliki sistem pembuangan di depan dan harus memiliki alat penyaring (filter),” Sugi menambahkan bahwa baginya, ketersediaan suku cadang sangat penting dan produsen truk yang tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut, tidak akan masuk hitungannya. Hal tersebut sangat penting karena dia mengelola perusahaan secara profesional dan perhitungan bisnis harus selalu dilakukan. Karenanya setiap melakukan pembelian truk, Sugi berbasis pada pengalaman, data, dan referensi kolega. Iklan tidak memiliki pengaruh sama sekali terhadap keputusan pembelian.
Ternyata Kyatmaja Lookman (Presiden Direktur PT. Lookman Djaja) sebagai pengelola perusahaan keluarga yang memiliki 250 truk, Kyatmaja menjalankan faktor-faktor penentu keputusan pembelian yang relatif sama dengan perusahaan-perusahaan yang dikelola manajemen profesional, yaitu layanan purna jual, harga, dan kualitas truk. Mengenai layanan purna jual, Kyatmaja menuturkan, “Kami membutuhkan kepastian dan merek Jepang mampu memberikannya seperti dalam hal ketersediaan suku cadang. Kami memilih merek Jepang karena mereka memiliki pabrik sendiri di Indonesia. Jika ada suku cadang merek tertentu yang masih diimpor, saya tidak akan tertarik membeli merek tersebut.”
“Jika ada suku cadang merek tertentu yang masih diimpor, saya tidak akan tertarik membeli merek tersebut.” – Kyatmaja Lookman (Presiden Direktur PT. Lookman Djaja)
Dalam hal harga, Kyatmaja berpandangan bahwa diskon lebih penting baginya dibandingkan bonus. Harga jual kembali turut menjadi pertimbangan karena truk-truk PT. Lookman Djaja akan dijual setelah digunakan selama delapan tahun. Dalam hal kualitas truk, Kyatmaja berpandangan bahwa merek-merek Jepang lebih efisien dan dapat dipercaya.
Kyatmaja juga bercerita bahwa para ATPM Jepang rutin mengundang dirinya setiap akan meluncurkan produk baru yang belum resmi menggelinding di jalanan Indonesia. ATPM Jepang ini juga memberikannya kesempatan uji coba hingga sembilan kali untuk menunjukkan kelebihan seperti teknologi konsumsi BBM yang benar-benar mumpuni, ekonomis, hingga kenyamanan untuk dikendarai.
Potensi dan Prospek Pasar Truk Nasional di Masa Mendatang
Dari diskusi kami dengan Faisal Basri, ada satu hal menarik tentang dunia otomotif. Berdasarkan data sejarah industri otomotif Indonesia dari 1972 s.d. 2014, total penjualan mampu mencapai angka 12.830.000 unit meski didera berbagai kebijakan pemerintah yang memiliki pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap keberlangsungan industri otomotif, misalnya kebijakan devaluasi Rupiah, kebijakan kenaikan BBM, dan kebijakan uang ketat (Gaikindo, 2014). Hal ini mengindikasikan bahwa industri otomotif Indonesia memiliki tingkat resiliensi tinggi dan daya serap pasar yang baik.
Kemudian, dari obrolan kami dengan Rizwan Alamsjah sebagai Ketua IV Gaikindo, ekonom, para produsen truk, dan para pemilik truk, mereka berkeyakinan bahwa potensi dan prospek pasar truk nasional di masa mendatang tetap cerah. Meski permintaan sangat tinggi dari sektor pertambangan telah menurun, Urip Widodo (Manajer Area Hino Provinsi Banten) meyakini bahwa permintaan truk dari industri pertambangan akan kembali baik dalam 3 – 4 tahun ke depan, khususnya setelah perusahaan-perusahaan pertambangan mampu menyesuaikan diri dengan UU Minerba.
Mengenai prospek kebutuhan truk dari industri lainnya, Edy J Oekasah (General Manager Marketing Isuzu Astra Motor Indonesia) memiliki keyakinan bahwa industri distribusi dan logistik adalah industri yang memiliki potensi besar di masa depan Indonesia. Awal hasil manis ini sudah dialami oleh Mahendra Rianto (Direktur PT. Cardig Logistic Indonesia) pada laporan terkini PT. Cardig Logistic dengan peningkatan pertumbuhan sebesar 30% dibandingkan tahun sebelumnya.
“Industri distribusi dan logistik adalah industri yang memiliki potensi besar di masa depan Indonesia.” – Edy J Oekasah (General Manager Marketing Isuzu Astra Motor Indonesia)
Lalu, pembangunan infrastruktur yang selama ini menjadi masalah akan mampu diatasi pemerintahan baru secara perlahan-lahan tetapi pasti. Hal ini bakal memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi yang meski melambat, namun tetap positif. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan mulai berakselerasi lebih cepat per 2017, saat bandara dan pelabuhan semakin banyak, tol Trans Jawa dan tol Trans Sumatra siap digunakan, jaringan listrik Sumatra, Jawa, dan Bali saling terhubung, dan berbagai keberadaan infrastruktur lainnya yang mempercepat putaran laju ekonomi yang terbagi cukup rata di wilayah negara Indonesia.
Warisan regulasi pemerintah sebelumnya yang sudah memberikan fondasi pembangunan industri Indonesia seperti potongan pajak bagi produk dengan konten lokal yang tinggi, produksi dan perakitan produk yang dilakukan di Indonesia, serta pengenaan pajak tinggi untuk komponen-komponen impor tertentu diindikasikan akan semakin terbantu dengan regulasi-regulasi baru yang semakin mendorong percepatan pembangunan dunia industri Indonesia, pelaksanaan pemerintah yang semakin menekankan efisiensi dan efektivitas, dan tentunya pembangunan infrastruktur yang lebih merata di seluruh Indonesia.
Jadi, mari kita bangun negeri kita bersama, mari menjadi solusi dan bukan menjadi bagian dari masalah. Mari tumbuhkan etos kerja optimal, semangat maju dalam fisik, kecerdasan, dan kepandaian. Kembangkan kemampuan berpikir jauh ke depan dan di saat sama, tetap menyelaraskan langkah kita dengan lingkungan dan alam sekitar.
Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Marketing edisi Desember 2014