Atribut-atribut kebanggaan khas Inggris Raya terlihat dari rentang usia 50 tahun London School of Business yang sayangnya sedikit tercederai kontribusi pendanaan yang minim dari alumni.
Pemerintah Inggris mendirikan London Business School pada 1964 dengan tujuan menjadi pemimpin dunia dalam bidang pendidikan bisnis. Bisa jadi hal ini dilakukan demi menandingi para kompatriotnya di negeri Paman Sam yang sudah memiliki merek-merek sekolah bisnis yang sangat melekat di benak para pemuda dan pemudi yang ingin mengecap ilmu-ilmu bisnis terbaik.
Demi meraih tujuan tersebut, London Business School dengan segera melakukan berbagai langkah-langkah untuk menanamkan pengaruhnya di berbagai negara. Dari sisi civitas academica, saat ini lebih dari 1000 lulusan yang berasal dari 100 negara dihasilkan setiap tahunnya. Lebih dari 10.000 profesional mengikuti Program Pendidikan Eksekutif yang diadakan London Business School setiap tahunnya. Kemudian, sudah tercatat lebih dari 36.000 alumni yang berada di 140 negara dan terorganisasi melalui lebih dari 65 klub alumni – keragaman ini sangat dibanggakan pihak London Business School.
Sedangkan di sisi riset, London Business School memiliki empat pusat riset yang sudah memiliki pengaruh hingga benua Asia, antara lain Aditya Birla India Centre, Centre for Corporate Governance, Coller Institute of Private Equity, dan Deloitte Institute of Innovation and Entrepreneurship.
Dalam hal program studi, London Business School memiliki portofolio yang lengkap mulai dari program S2, S3, hingga Program Pendidikan Eksekutif, antara lain MBA, Executive MBA, EMBA-Global, Dubai-London EMBA, Masters in Finance, Sloan Masters in Leadership and Strategy, Masters in Management, Executive Education, dan PhD.
Jika melihat berbagai raihan data dan angka tersebut, sepertinya London Business School berhasil meraih tahta yang diinginkan, yaitu menahbiskan dirinya sebagai tujuan utama pendidikan bisnis dan para lulusannya memberikan dampak bagi dunia.
Namun, bagaimana dengan kemampuannya untuk menempatkan diri dalam jajaran sekolah bisnis terbaik dengan reputasi internasional? Apakah kumpulan alumni dengan latar belakang yang sangat variatif diiringi dengan raihan ranking yang premium? Lebih jauh lagi, seberapa baikkah kontribusi alumni London Business School bagi almamaternya sendiri (bukan bagi dunia) jika dibandingkan dengan para alumni sesama sekolah bisnis di Amerika Serikat?
Kontribusi dana minim dari alumni London Business School
Pada tahun ajaran 2014.2015, London Business School merayakan ulang tahunnya yang ke 50. Dalam situs resmi mereka (www<dot>London<dot>edu), London Business School dengan bangga menyatakan dirinya sebagai sekolah bisnis papan atas dengan usia termuda.
Moto To develop insights and leaders that have impact – Untuk membangun masukan-masukan dan para pemimpin yang memiliki dampak juga diyakini telah tercapai dan akan terus berlanjut. Dalam kenyataannya memang banyak lulusan sekolah ini yang memiliki pengaruh kuat di bidang bisnis, keuangan, dan kebijakan di berbagai negara.
Kemudian dari sisi ranking menurut berbagai lembaga ternama, London Business School berhasil menduduki peringkat 4 dunia pada tahun 2013 versi Financial Times (2014) dan peringkat 11 dunia tahun 2013 versi The Economist: Which MBA? (2014).
Untuk sementara, ranking-ranking top tersebut sudah menginspirasi berbagai perusahaan untuk mendapatkan lulusan London Business School, khususnya para MBA dan sukses menimbulkan rasa iri dari sekolah-sekolah bisnis lainnya.
Namun dari hasil penelusuran di berbagai sumber, termasuk penyampaian Sir Andrew Likierman sang dekan, model pendanaan London Business School masih kalah secara cukup signifikan dibandingkan dengan model pendanaan sekolah-sekolah bisnis di Amerika Serikat.
Bahkan menurut Sir Andrew, tantangan terbesar yang masih dihadapi institusi yang dipimpinnya adalah kurangnya pendanaan, khususnya sumbangan para alumni. Padahal dana tersebut sangat diperlukan untuk keperluan ekspansi dan perluasan wilayah. Hal ini terasa aneh jika menilik keberadaan London Business School yang berada di lokasi yang mahal, biaya kehidupan yang tinggi, dan biaya kuliah yang di atas rata-rata dunia.
Jumlah pendanaan London BS per 2011 yang diperoleh dari sumbangan sukarela hanya sekitar 1 hingga 2 persen dari total yang dapat diraih Harvard Business School, yaitu USD 2 milyar. Bahkan raihan London Business School masih kalah hingga 1/8nya jika dibandingkan dengan Babson College yang notabene dipandang sebagai sekolah bisnis lapis kedua. Hal ini dipandang institusi memperberat langkah mereka untuk memberikan fasilitas belajar kelas dunia dan menciptakan murid-murid terbaik.
Sebagai contoh, hanya sekitar 14% dari alumni yang memberikan pendanaan sukarela secara berkala setiap tahunnya. Hal ini sekali lagi terlihat sangat kontras jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah bisnis premium Amerika Serikat yang sudah memiliki tradisi kuat untuk memberikan sumbangan kepada almamater.
Tuck School of Business adalah salah satu contoh sekolah bisnis Amerika Serikat yang menunjukkan tradisi menyumbang yang sangat kuat. Di sana, partisipasi para alumni dalam memberikan sumbangan kepada institusi per tahunnya mampu meraih angka hingga 70.5 persen. Melihat contoh lain di Yale School of Management, 46 persen dari para alumni MBA sudah merogoh koceknya untuk berdonasi bagi institusi. Sementara Stanford Graduate School of Business mampu meraih partisipasi alumni MBA hingga 41 persen untuk memberikan sumbangan.
Menjaga London Business School tetap berharga
Langkah-langkah untuk meningkatkan kontribusi alumni saat ini telah dilakukan London Business School, antara lain dengan model pendanaan yang lebih condong ke gaya Amerika Serikat. Misalnya pembangunan gedung baru dan pengadaan fasilitas-fasilitas dengan permohonan kontribusi dana dari para alumni.
Namun sedikit terlepas dari masalah kontribusi pendanaan alumni yang minim, Sir Andrew tetap yakin bahwa kualitas institusinya tetap terjaga. Sir Andrew terus teguh menjaga raihan prestasi London Business School.
Salah satu langkahnya adalah London BS tidak akan tergoda untuk mengadakan Program MBA 1 tahun seperti yang banyak dilakukan sekolah bisnis Eropa lainnya. Sejak awal berdiri dan untuk seterusnya, ujarnya, London BS akan selalu mengadakan Program MBA 2 tahun. Jika ada yang bisa lulus dalam 15 bulan, berarti dia sudah siap “membunuh” dirinya sendiri dan memang ada sebagian kecil alumni yang mampu melakukannya.
Melalui berbagai langkah dan strategi menjaga kualitas, Sir Andrew Likierman meyakini bahwa London BS akan tetap bertengger dalam jajaran sekolah bisnis premium dan selalu memberikan kebanggaan bagi para alumninya. Tentunya pencapaian tersebut juga diiringi harapan naiknya kontribusi sumbangan dari para alumninya.
(Andika Priyandana, sumber www<dot>London<dot>edu, Fortune<dot>com)
Catatan: Versi tersunting artikel ini telah dimuat di Majalah Marketing edisi Oktober 2014.