Dalam hal wawancara mendalam (in-depth interview), kualitas riset Indonesia mampu sejajar dengan kualitas riset papan atas asal China.
Bagi Anda yang berkecimpung di dunia riset, baik riset akademis maupun riset bisnis tentunya tahu dong kalau China sekarang sudah menjadi produsen jurnal riset terbesar dunia? Jumlah riset yang sudah dipublikasikan di China sudah mengalahkan jumlah riset di Amerika Serikat maupun negara-negara Eropa Barat yang notabene selalu menjadi mercusuar riset dunia.
Jadi, kalau jumlah riset di Amerika Serikat atau negara-negara Eropa Barat saja sudah kalah, berarti Jepang yang selama ini langganan produsen riset tertinggi benua Asia juga sudah kalah. Anda mau bukti? Coba cek natureasia<dot>com. Di sana, Anda dapat melihat ranking produksi jurnal riset, khususnya selama 12 bulan terakhir dan tercatat oleh Nature.
Kalau Anda masih kesulitan melihat rankingnya, Anda dapat melihat gambar di bawah yang bersumber dari Natureasia<dot>com dan diukur dari 28 Oktober 2013 s.d. 27 Oktober 2014.
Seperti Anda lihat pada data di atas, Indonesia ada di urutan 11 dan kalah secara signifikan dengan Malaysia, Thailand, dan Singapura yang merupakan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Masih mau melihat-lihat indikator lainnya? Silahkan Anda cari sendiri karena saya secara pribadi malas menunjukkannya kepada Anda (rasanya miris, apalagi mengetahui sikon dunia riset Indonesia terkini). Fakta keras sudah saya lihat dan saya rasakan sendiri tanpa perlu melihat indikator-indikator tambahan.
Sekarang pertanyaannya adalah, mampukah kita bangsa Indonesia bisa menyamai China? Kalau bukan dari sisi kuantitas, minimal dari sisi kualitas. Saya sih yakin bisa. Bagaimana saya bisa mengetahuinya?
Pertama-tama patut kita ketahui dulu bahwa riset itu banyak macamnya. Untuk membuat simpel, mari kita bagi riset menjadi dua bagian besar, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Dari masing-masing kualitatif dan kuantitatif, masih bisa dibagi-bagi lagi dan untuk keperluan artikel kali ini, saya mengambil contoh riset In Depth Interview (IDI) – Wawancara Mendalam yang merupakan bagian dari riset kualitatif.
Apa itu wawancara mendalam?
Wawancara mendalam – In Depth Interview (IDI) atau juga dikenal sebagai wawancara tidak terstruktur adalah tipe wawancara yang dilakukan oleh periset untuk menggali informasi dengan tujuan mendapatkan pemahaman menyeluruh berdasarkan sudut pandang terwawancara. Wawancara mendalam dapat pula digunakan untuk mengeksplorasi hal-hal menarik untuk tujuan investigasi lebih jauh.
Tipe wawancara ini selalu melibatkan pertanyaan-pertanyaan dengan akhiran terbuka (open-ended questions) dan bersifat menggali sepanjang diperlukan demi perolehan data yang berguna bagi periset. Wawancara mendalam sering melibatkan data kualitatif dan biasa disebut juga wawancara kualitatif.
Baik, sampai sini masih ngikut saya kan?
Mari lanjut… Wawancara mendalam, alias In Depth Interview (IDI) memiliki banyak kegunaan, misalnya mengidentifikasi masalah, perencanaan stratejik, evaluasi kebutuhan, perbaikan program, dll.
Maka, untuk mendapatkan hasil yang benar-benar baik, pewawancara IDI harus memiliki atribut-atribut berikut:
- Berpikiran terbuka. Sikap suka mengritik atau lompat ke kesimpulan dapat menjadi hambatan dalam komunikasi IDI. Maka, menjadi hal yang sangat wajib untuk bersikap dan berpikiran terbuka selama wawancara. Saat terwawancara merasa dikritik atau diberi cap tertentu (lompat ke kesimpulan), terwawancara bisa menjadi bersikap tertutup dan menyulitkan IDI.
- Fleksibel dan responsif. Interaksi manusia itu kompleks, sangat kompleks dan respon seseorang terhadap pertanyaan kadang tak terduga. Jadi, pewawancara yang baik dapat tetap bersikap membumi, responsif terhadap tantangan (bukan reaktif), dan memastikan bahwa tujuan utama tetap diperhatikan.
- Sabar. Biarkan responden alias terwawancara berbicara secara bebas dan terbuka dalam IDI.
- Tajam dan teliti. Pewawancara IDI yang baik wajib tajam dan teliti. Dia mampu mengambil petunjuk-petunjuk kecil yang bagaikan remah-remah roti seperti misalnya bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan nada bicara.
- Pendengar yang baik. Pendengar yang baik selalu mendengarkan secara aktif, dan menggunakan strategi-strategi seperti:
- Perhatian penuh terhadap semua hal yang disampaikan. Mendengar secara aktif mewajibkan pendengar memberikan perhatian penuh kepada responden (pembicara) hingga pesan tersampaikan atau pembicara selesai menjawab.
- Melakukan parafrase terhadap hal-hal yang disampaikan pembicara untuk mengonfirmasikan hal-hal yang sudah didengar. Parafrase juga bermanfaat untuk menjaga IDI pada jalurnya dan fokus responden.
- Memikirkan pesan-pesan samar yang tersampaikan melalui nada suara, bahasa kiasan, dan hal-hal lain dalam pesan yang disampaikan. Dengan memperhatikan pesan emosional dan nada suara, pewawancara dapat meraih pemahaman menyeluruh terhadap pesan yang disampaikan.
Kualitas IDI Indonesia Bisa Sejajar dengan Kualitas Terbaik China
Sekarang, mari kita bercerita mengenai kualitas IDI Indonesia. Masih ingat kan kisah saat grup riset kami melayani klien China (baca: Indonesia Bisa Lebih Baik Daripada Thailand)? Kita masih berbicara mengenai klien yang sama.
Mari melihat ke belakang sebentar… Saat awal-awal kedatangan tim klien China, para petinggi dan pengambil keputusan turut berada di dalam tim. Berhubung saya adalah penanggung jawab dan pembuat laporan desk research, saya diminta menjadi pewawancara awal untuk IDI yang akan dilakukan kepada responden yang memiliki profil-profil “tinggi”. Tentu saja saya harus menjadi pewawancara IDI sebaik mungkin, apalagi para petinggi klien China turut dalam IDI yang kami lakukan.
Tambahan lagi, semenjak rapat pertama bersama mereka, para klien China selalu mewanti-wanti dan menekankan pentingnya pemahaman produk, kedalaman pertanyaan, dorongan mencari variasi jawaban, dan membuat responden mau menyampaikan data penting sebanyak mungkin. Permintaan tersebut kembali diulang beberapa saat sebelum IDI pertama dan kedua. Sepertinya para klien China ini masih rada skeptis. Hehehehe…
Setelah IDI dijalani sebanyak dua kali, satu hal yang sempat tak saya duga adalah petinggi-petinggi klien China ini ternyata sangat percaya dengan kinerja yang sudah saya tunjukkan sebagai pewawancara IDI. Dalam beberapa kesempatan, si Bapak selalu berbicara kepada saya dalam Bahasa Mandarin dan menunjuk-nunjuk saya sambil berbicara dengan rekan-rekannya. Sayangnya saya sama sekali tidak paham apa yang dia sampaikan.
Namun, Yuli (penerjemah) memberitahu saya bahwa beliau sangat puas dengan kinerja saya sebagai pewawancara IDI. Bahkan beliau membandingkan kemampuan saya melakukan wawancara mendalam dengan para pelaku wawancara IDI di China daratan. Ujar beliau kepada rekan-rekannya adalah orang ini (saya) memiliki kemampuan sama baiknya dengan pelaku wawancara IDI berkualitas tinggi di China.
Harus saya akui, saya tersenyum saat mendengar ucapan beliau, meski senyum tersebut sempat sedikit berkurang saat salah satu manajer riset dari klien China sempat meminta agar saya saja yang melakukan IDI yang jumlahnya puluhan itu. Untung saja permintaan itu ditolak oleh tim kami. Hahahahha.
Intinya, dari kisah yang sudah saya alami dan saya rasakan sendiri, saya bisa menyatakan dan memiliki keyakinan bahwa bangsa kita, bangsa Indonesia mampu memiliki riset yang maju, berkualitas, dan menjadi rujukan dan perhatian bangsa-bangsa lainnya.
Kuncinya tentu saja Fokus, Ulet, Tekun.
Indonesia bisa menjadi lebih baik jika pemerintah dan rakyat sama sama mendukung bukan saling menuduh