Untuk Ayah si Calon Bayi Besar

Catatan Gintong: Bini ane, Dita, numpang ngasih tulisan mengenai “Catatan Calon Ayah“. Silahkan dibaca. Aib-aibku kebuka deh. Hahahahahha…

————————————————————————————————–

Hai Calon Ayah.. Numpang nulis di blog-nya ya..

Ini tidak ada kaitannya dengan rangkaian blog “Catatan si Calon Ayah”. Berawal dari pertemuan singkat yang tidak berkesan, ini adalah awal kisah bagaimana pria pemilik blog ini bisa menjadi calon ayah dari bayi yang ada di kandunganku.

Sekitar dua tahun lalu, selepas makan siang bersama teman saya, saya diajak mampir sebentar ke Hoka-Hoka Bento PIM 1. Mau ketemu sama temennya katanya. Selayaknya bertemu orang baru, saya berusaha ramah dan membuka pembicaraan, tetapi dasar pria ini jawabannya hanya singkat-singkat saja dan dingin -_-‘ Sekejap hilanglah minat untuk melanjutkan pembicaraan.

Lupa bagaimana awalnya kami bisa tukeran pin BB dan nomor HP, tetapi pria ini sempat 2 hingga 3 kali mengajak saya jalan, tetapi saya ngeles dengan berjuta alasan, haha.. Habis ngajak jalan gayanya kayak nyuruh, seenak jidatnya, mendadak pula. Saat ajakan terakhir dan setelah kehabisan alasan yang entah kenapa, akhirnya saya iyakan ajakan jalannya.

Akhir minggu di Plaza Senayan, saya berusaha tampil rapih untuk kencan (saya nggak yakin itu bisa dibilang kencan) pertama. Pria ini hanya memakai T-shirt lusuh, rambut gondrong yang berantakan, jeans kebesaran yang digulung, serta sandal jepit. Alasannya karena habis latihan nyelam di Senayan. Kalau di kartun, rasanya seperti kejatuhan air besar di atas kepala.

Tempat makan pun dipilih yang sepi dan romantis… Tapi sayangnya itu bukan di kisah saya. Untuk makan hanya di food court dan dia ngomong di depan supaya bayar sendiri-sendiri. Sangat berbeda dengan pria yang sedang pdkt pada umumnya.

Selesai makan lalu nonton.. Pilihannya antara horor atau kartun. Saya jelas tidak mau horor, walaupun kartun juga bukan tipe film saya. Ternyata kartun juga bukan tipe film dia karena dia tertidur di tengah-tengah film. Semua sikapnya jauuuh dan berbeda 180 derajat dari cowok-cowok pada umumnya yang akan memberikan kesan sebagai cowok baik dan penuh perhatian.

Selesai nonton nggak ada kelanjutan dan kami berpisah pulang masing-masing. Tanpa kontak lanjutan sama sekali, baik dari dia dan saya.

Satu tahun kemudian kami tidak sengaja bertemu lagi. Saya diajak pergi oleh teman yang sama. Ohiya, namanya Ridho Irawan, digital entrepreneur dan lagi mencari calon istri. Ridho mengajak saya ke Umbra sekaligus memperkenalkan pada temannya yang orang Korsel dan sedang liburan di Indonesia.

Eh ujug-ujug ternyata Ridho muncul bersama pria gondrong ini. Selama di Umbra, pria ini jauh lebih sering ngobrol dengan teman saya dan saat mendekati akhir, pria ini meminta pin BB dan kontak teman saya, Micha terlebih dulu, dan kemudian saya.Walaupun agak males (karena teringat kencan yang gagal itu) tapi saya kasih lagi. Kebetulan pin BB saya memang baru ganti. Sempat berbicara via BBM tapi dia tetap dingin dan kaku.

Sekitar setengah tahun kemudian pria ini sempat mengajak jalan lagi, tetapi sekali lagi saya bersilat lidah, haha.. Sampai suatu saat saya sakit dan harus dioperasi rhinosinusitis. Saya sempat berbicara dengan diri saya sendiri, “Siapapun yang jenguk ke rumah sakit, pasti dia serius.”

Karena waktu itu memang ada yang menjanjikan datang dan ada juga yang pdkt setengah-setengah. Ternyata yang tiba-tiba bilang sudah otw ke rumah sakit adalah si pria ini. Meskipun udah dibilangin nggak perlu datang karena sudah mau check out, dia tetap datang. Dia datang bersama dua orang temannya, Ridho dan Bagus. Kurang dari setengah jam kemudian saya pamit pulang. Badan juga masih lemas pasca operasi.

Beberapa minggu kemudian, pria ini mengajak buka puasa bareng. Termakan dengan omongan sendiri, ditambah saya berpikir kalau pria menyebalkan bin slengekan ini layak mendapatkan kesempatan kedua karena masih kekeuh ngajak saya jalan.

Kencan kali ini dia datang dengan pakaian rapih (yang ternyata karena baru selesai ngajar S1 -_-‘ ), pilihan tempat makan lebih mendukung, di Pancious PIM 2, dan dia (akhirnya) membayarkan meski tetap terlihat sangat perhitungan dan super detil plus teliti memperhatikan angka-angka di menu serta bon.

Haha.. Ternyata menarik juga ngobrol sama pria ini. Kali ini juga berbeda, selesai makan saya menawarkan ngopi-ngopi di Daily Bread. Lebih layak dibilang sebagai kencan.

Kalau diceritakan per kencan sepertinya bakal panjang dan bisa jadi ada yang bosan. Mungkin juga jengkel dan sebal melihat tingkah pria ini. Namun singkat cerita sejak saat itu kami mulai lebih sering berkomunikasi dan rutin bertemu kemudian pacaran.

Si pria yang awalnya tidak meninggalkan kesan yang baik, ketika berpacaran menjadi lebih baik? Eitsss…nggak segampang itu. Pria ini tetap menyebalkan, bertingkah seenaknya, dan sangat perhitungan.

Urusan perhitungan, dia selalu mencatat semua pengeluaran dia meski hanya Rp 100,-. Urusan pencatatan pengeluaran itu juga sekedar pelengkap dari semua kegiatan dia yang selalu terencana dan tercatat dalam buku yang dibawa ke mana-mana.

Namun ternyata meski kami mengalami semua hal menyebalkan itu, kami menjalani proses adaptasi dan kompromi yang tergolong singkat dan cepat, kayak jalan tol.

Hanya berpacaran sekitar empat bulan, kami memutuskan untuk menikah. Meskipun begitu, sering timbul keraguan apakah ini keputusan yang benar. Apakah pria menyebalkan dan jelas sangat berbeda dari pria pada umumnya saat memperlakukan wanita ini bisa menjadi pasangan hidup saya?

Di tengah seringnya pertengkaran, banyaknya perbedaan pendapat, kerasnya pendirian masing-masing, saya terus melangkah. Saya berkeyakinan meskipun pria ini di luar tampak keras dan menyakitkan tetapi di dalamnya dia pria yang tulus. Mungkin ibarat durian. Untuk membukanya tidak mudah dan harus hati-hati tertusuk, tetapi begitu sudah terbuka dalamnya, di dalamnya banyak ruang manis untuk dicicipi.

Memang kami baru menikah seumur jagung, tapi pria dengan sikap perfeksionis yang kompleks ini telah membuktikan perubahan ke arah yang lebih baik dan selalu lebih baik, bahkan memacu saya untuk menjadi lebih baik lagi.

Kami berdua saling belajar untuk menjadi pasangan yang lebih baik lagi bagi satu sama lain. Keraguan saya lama-lama terkikis dan saya merasa pria ini jodoh yang terbaik yang dipilihkan oleh Yang Maha Kuasa.

Andika dan Dita

Andika dan Dita

Lima bulan lagi kami harus beradaptasi dengan-Insha Allah-adanya makhluk kecil yang akan menambah keceriaan kami. Yang akan memenuhi hari-hari kami dengan tangisnya yang bahkan kami tidak tahu apa yang dia mau. Tetapi satu hal yang kami tahu, bayi ini telah menambah kebahagiaan, semakin melebarkan toleransi kami, dan memberikan dorongan motivasi untuk kami menjadi lebih baik lagi..

It’s a small step to many steps ahead. 🙂

NB: Ternyata saya baru tahu kalau selama ini dia mengajak jalan karena disuruh dan selalu ditodong oleh Ridho, jadi bukan datang dari dirinya sendiri. Saya merasa tertipu! Tetapi ternyata ada hikmah menyenangkan di balik itu, dan dari sisi si pria ini, dia pun mengakui kalau dia harus berterimakasih ke Ridho yang sudah memaksa.

Iklan

9 thoughts on “Untuk Ayah si Calon Bayi Besar

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s