Surat untuk Mamah

Seorang Ibu mengalami kesulitan saat menghadapi masa kehamilan, masa melahirkan, dan masa menyusui serta merawat anak. Atas ketiga kesulitan tersebut, seorang Ibu memiliki kehormatan dan kemuliaan 3 x lebih tinggi dibandingkan seorang Ayah.

Bersama Mamah di Australia

Bersama Mamah di Australia

Bisa jadi aku sudah menyusahkan Mamahku semenjak masih di dalam kandungan. Aku dikenang Mamah sebagai janin yang banyak bergerak sehingga perut Mamah bagian bawah suka terasa sakit. Aku juga sudah membuat khawatir Mamah sejak masih dalam kandungan karena terlalu banyak gerak sehingga terlilit tali pusar. Kemudian saat masa melahirkan tiba, aku justru ngga kunjung menunjukkan niat nongol sehingga oleh sang dokter, aku dibilang betah di dalam kandungan.

Ternyata, kebetahanku di dalam rahim berlanjut hingga melewati 12 hari waktu melahirkan yang normal. Pihak rumah sakit pun akhirnya memaksaku lahir dengan induksi obat dan vacuum (Ya, kepalaku jadi agak peyang karena pas lahir harus pake mesin penghisap – bukan penghisap debu yah). Saat dilahirkan, ternyata ukuran lingkar kepalaku, ukuran badanku, dan berat badanku terlalu di atas rata-rata dengan berat 3.75 kg dan panjang 52 cm (sayang efeknya kurang kuat ke tinggi badan saat ini).

Karena ukuranku yang terlalu besar, si mesin vacuum pun bekerja ekstra dan akhirnya aku berhasil dilahirkan dan… kembali membuat Mamahku susah. Aku sukses membuat Mamah harus menerima 12 jahitan, jumlah yang sekali lagi sangat di atas rata-rata. Weleh… weleh… pas janin bikin susah, pas lahir juga masih bikin susah. Bandel banget yah aku ini? Hehheehhe…

Bagaimana dengan masa merawat dan membesarkanku? Aku pastinya bukan tipe anak dengan perangai baik bin sopan. Kenakalan-kenakalan khas anak-anak dan remaja dan dewasa muda sudah hampir semuanya pernah kulakukan. Jadi, ngga usah diobrolin ya. Sepuluh KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) sepertinya juga masih kalah tebel.

Hal-hal yang pasti adalah, Mamah dan Bapak sudah mengajarkan sangat banyak pelajaran hidup super berharga bagiku. Pelajaran-pelajaran hidup yang sangat berharga tersebut antara lain:

Selalu belajar kapan pun dan di mana pun. Aku masih ingat alm. Bapak yang menjalani pendidikan tinggi dari ITB hingga Uni Soviet dengan serba beasiswa. Ingat Bapak yang cas cis cus ngomong dan nulis beberapa bahasa asing saat bertualang di Eropa. Kemampuan yang diawali dari sikap rajin belajar ini sangat menyelamatkan kami di saat banyak bule lain yang cuman bisa Bahasa Inggris pada terdampar.

 Aku juga masih ingat dengan kekhawatiran Mamah saat melihat aku yang sepertinya sangat malas belajar, padahal semua fasilitas tersedia, mulai dari perpustakaan pribadi, komputer, guru ngaji, guru les privat, dsb.

Kekhawatiran Mamah terhadap niat belajarku membuatku dimasukkan ke SD setahun lebih cepat dari usia rata-rata. Alasannya adalah kalau aku ngga naik kelas, ngga terlalu malu sama anak-anak di kelas bawah karena masih seumuran.

Aku juga masih ingat keinginan Mamah yang sangat kuat dan wajib jika aku harus selalu masuk sekolah terbaik sedari SD hingga Pendidikan Pasca Sarjana, merasakan suasana kerja di luar negeri. Aku berhasil melakukannya baik di Negeri dan Swasta, mulai dari SD hingga Pendidikan Pasca Sarjana. Aku juga berhasil menjadi ekspatriat. Namun aku mengecewakan Mamah karena saat sudah di dalam, aku justru malas belajar dan akibatnya tidak masuk dalam golongan brilian.

Untunglah semua kengototan Bonyok sukses membuatku jadi pribadi yang sangat suka belajar, membaca, mencatat, meneliti, dan penasaran dengan begitu banyak hal.

Hargai rejeki yang kamu peroleh. Habiskan makanan yang ada di piring. Ngga usah pilih-pilih makanan, makan saja apa yang ada dan bisa tersedia. Jangan buang-buang barang yang masih bisa dipakai.

Dan masih banyak lagi…

Kini, aku ada di posisi sebagai calon ayah (bahkan aku sampai membuat Serial Catatan Calon Ayah (klik saja di sini)). Aku jadi semakin menyadari betapa susahnya perjuangan seorang wanita saat hamil. Aku jadi sangat-sangat menyadari arti berikan yang terbaik bagi anak, bahkan saat masih di dalam kandungan. Dan Mamah sudah memberikan semua yang terbaik sejak aku masih di dalam kandungan. Terima kasih Mah.

Terima kasih karena sudah mau mengandung, melahirkan, merawat, dan membesarkan anakmu yang sangat bandel. Terima kasih tetap sabar dengan perangai dan perilaku anakmu yang kompleks, yang sudah membuat susah dan kadang membuat onar dengan pihak sekolah, tetangga, termasuk orang-orang tak dikenal bahkan sejak aku masih SD.

Terima kasih sudah tetap tegar membesarkanku pasca meninggalnya Bapak saat aku belum akil baligh, yang membuatku resmi dan berhak menyandang sebutan “Anak Yatim”, meski didera berbagai cobaan dan tantangan yang sangat berat. Mulai fase inilah, aku melihat Mamah dengan fisik dan mental yang sangat kuat, baik fisik maupun psikis.

Terima kasih karena sudah bersabar, tetap mencintaiku, tetap menyayangiku, tetap mendoakan yang terbaik bagiku meski ucapan dan tindakanku sangat tidak sopan. Terima kasih Mah.

Aku hanya ingin Mamah tahu, dan aku tetap akan menyampaikannya melalui berbagai media, baik secara langsung, melalui surat tertulis, melalui hadiah ulang tahun, dan termasuk melalui weblog ini.

Aku mencintai Mamah. Aku mencintai Mamah. Aku mencintai Mamah. Aku menyayangi Mamah. Teriima kasih Mamah karena sudah mengandungku, melahirkanku, merawatku, dan membesarkanku. Aku selalu berdoa agar Mamah selalu diberikan yang terbaik oleh Tuhan YME dan akan menjadi kebahagiaan yang amat sangat saat Mamah di surga kelak, aku tetap bisa berdampingan dengan Mamah.

Dari anakmu, Gintong.

 

Jakarta, 23.9.2014

Andika Priyandana

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s