Ciptakan model pembangunan negara yang menekan kesenjangan pendapatan mulai dari darat hingga laut.
Kamis malam, 21 Agustus 2014, Hamdan Zoelva sang Ketua Mahkamah Konstitusi telah mengetukkan palu. Pertanda bahwa keterpilihan pasangan Joko Widodo – Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia memiliki legitimasi hukum yang kuat, bersifat final, dan mengikat.
Ayo hentikan berbagai macam drama dan huru hara politik. Mari bersama-sama pemerintahan yang baru membangun negara Indonesia ke arah yang jauh lebih baik, merata, dan berkeadilan. Bagi pemenang Pilpres, wujudkanlah janji-janji politik yang telah ditebar selama masa kampanye. Bagi pihak yang belum meraih kemenangan, awasilah kinerja pemerintah mendatang secara profesional.
Kini, mari kita coba perhatikan lebih mendalam mengenai janji pasangan Jokowi – JK, khususnya dalam bidang ekonomi melalui program-program yang telah mereka canangkan. Seperti diketahui bersama, visi ekonomi yang disampaikan Jokowi – JK adalah kemandirian ekonomi yang menyejahterakan rakyat.
Bagaimana cara mencapai rencana tersebut? Pertama-tama, mari kita coba perhatikan sudut pandang dari Arif Budimanta, anggota Tim Pemenangan Joko Widodo – Jusuf Kalla, mengenai isu ekonomi tersebut.
Arif Budimanta: Kurangi Kesenjangan Pembangunan antara Jawa dan Luar Jawa
Dalam opininya, Arif Budimanta kembali menegaskan visi misi yang pernah disampaikan Jokowi – JK, yaitu membangun bangsa yang berdaulat, memiliki perekonomian yang mandiri, dan berkarakter. Penguatan ekonomi bangsa tidak lagi terpusat di Pulau Jawa, tetapi mulai bergeser ke luar Jawa. Pasangan Jokowi – JK ingin meningkatkan transfer APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) dari 30 persen naik hingga 50 persen ke luar Jawa, termasuk di dalamnya wilayah perbatasan dengan negara tetangga dan Indonesia Timur. Apa tujuannya? Agar kesenjangan pembangunan semakin menurun dan daerah semakin maju dan lebih cepat bergerak. Agar ekonomi kawasan perbatasan mampu menghidupi penduduk lokal dengan lebih baik, tidak lagi dicemooh negara tetangga, dan bisa ikut memberikan manfaat bagi negara tetangga.
Sehubungan dengan kesenjangan pembangunan, Arif Budimanta kembali menegaskan mengenai keharusan adanya anggaran pembangunan hingga 50 persen bagi daerah luar Jawa. Sedapat mungkin, hal tersebut diakomodir dalam APBN-P 2015. Berarti di sini, ada penerapan politik anggaran yang lebih berpihak ke daerah luar Jawa. Dalam program pengurangan kesenjangan pembangunan tersebut, akan dilaksanakan juga revitalisasi dan restrukturisasi ekonomi dengan komitmen membangun Indonesia dari desa.
Agar semua hal tersebut dapat terwujud optimal di lapangan, bangsa Indonesia memerlukan lebih dari sekedar sumber daya alam yang sangat luar biasa, yang notabene sudah dimiliki Indonesia sejak awal. Indonesia juga memerlukan sumber daya manusia berkualitas dengan etos kerja yang baik (baca artikel: Revolusi Mental Pemerintahan Jokowi – JK). Hal ini adalah basis untuk membangun ekonomi Indonesia yang lebih maju dan mandiri.
Faisal Basri: Hargai Jerih Payah Petani
Mengenai kesenjangan, Faisal Basri sebagai ekonom UI turut memberikan pandangannya. Faisal Basri melihat bahwa berbasis data, kesenjangan di Indonesia tidak hanya sekedar kesenjangan pembangunan, melainkan juga kesenjangan pendapatan. Saat ini, Indeks Gini Indonesia sudah semakin meningkat ke level 0.413. Padahal Indeks Gini yang semakin mendekati angka 1 menunjukkan kesenjangan pendapatan yang semakin buruk.
Kesenjangan pendapatan juga dapat dilihat dari kesenjangan antara desa dan kota. Data menunjukkan bahwa sebagian besar mata pencaharian masyarakat desa adalah petani. Namun produktifitas sektor pertanian menunjukkan angka yang paling rendah. Artinya, percepatan kenaikan pendapatan petani kalah cepat dibandingkan penduduk kota, mulai pekerja berpendidikan rendah dan kalah lebih jauh lagi dengan pekerja terdidik dan terlatih.
Masalah ini harus segera diatasi. Langkah pertama mengatasinya adalah peningkatan akses pendidikan dan kesehatan berkualitas. Rakyat yang pandai dan sehat pasti pendapatannya juga meningkat. Kemudian, dorong agar pembangunan sektor pertanian yang ada di desa dipercepat. Utamakan mulai dari hulu (waduk air) baru ke hilir; Kedua, usahakan juga ketersediaan pupuk agar ada ketika dibutuhkan; Ketiga, dorong optimalisasi kegiatan pasca panen. Hal ini diperlukan karena biasanya petani kebingungan mengenai kegiatan yang harus dilakukan pasca panen. Perlu dipikirkan cara menghimpun kekuatan petani pasca panen agar mereka merasa jerih payahnya dihargai. Dalam program Jokowi – JK, hal tersebut ditunjukkan melalui resi gudang, lumbung padi, dan bank tani.
Faisal Basri: Kembalikan Jati Diri Indonesia Sebagai Negara Maritim
Selain menekan kesenjangan pembangunan antara Jawa dan luar Jawa serta kebijakan yang menumbuh kembangkan sektor pertanian, hal lain yang berhubungan erat dengan visi ekonomi Jokowi – Jk adalah pengembalian jati diri bangsa Indonesia sebagai negara maritim. Konsep tol laut yang rutin disampaikan pasangan Jokowi – JK sejatinya mengembalikan trah bangsa Indonesia sebagai bangsa pelaut.
Indonesia adalah negara lautan yang dikelilingi pulau-pulau, bukan negara kepulauan yang dikelilingi lautan. Laut yang sejatinya mempersatukan 17.500 pulau-pulau merajut zamrud khatulistiwa, bukan laut sebagai pemisah. Laut mencakup 2/3 wilayah Indonesia. Negara Indonesia adalah poros maritim yang sangat mampu memaksimalkan transportasi laut. Terlebih, 90 persen perekonomian dunia melibatkan transportasi laut, bukan menggunakan transportasi darat. Melalui konsep tol laut atau transportasi laut, tidak diperlukan pembebasan tanah. Biaya trasnportasi juga tidak lagi menekan neraca keuangan secara signifkan.
Berbasis analisis yang telah dilakukan, Faisal Basri optimis bahwa tahun ini pertumbuhan ekonomi diperkirakan 5.2 persen, tahun 2015 sampai 5.8 persen, tahun 2016 bisa mencapai 6,5 persen, tahun 2017 mampu mencapai 7 persen.
Reporter: Dafit Suhendra & Hendro Rahmandani
Penulis: Andika Priyandana
Catatan: Artikel ini telah dimuat di Majalah Marketing edisi September 2014