Kurangnya pemahaman pengetahuan jurnalisme digital adalah salah satu faktor kemunduran intelektual di ranah internet.
Jurnalisme digital atau jurnalisme daring (online journalism) adalah pengetahuan yang sangat disadari oleh Aldi agar wajib dimiliki di abad 21. Sebagai seseorang yang terbiasa berpikir sebelum bertindak serta sangat terencana, Aldi ingin merancang jejak rekam dirinya di dunia internet sebaik mungkin. Aldi sangat mengetahui bahwa tidak sedikit rekan-rekannya yang sempat terjerembab dan kehilangan muka karena mengabaikan pentingnya pengetahuan mengenai jurnalisme digital.
Satu contoh, seorang teman Aldi yang bernama Ruben pernah mengucapkan kekecewaan dalam bentuk makian kepada perusahaan tempat dia bekerja di jejaring sosial. Satu hal yang tidak diketahui Ruben, perusahaan tempat dia bekerja mengawasi perilakunya tidak hanya di kantor, tetapi juga di ranah internet. Efeknya? Hanya dalam waktu 24 jam, Ruben menerima surat pemecatan.
Kasus lainnya, Aldi menerima curhat dari adiknya mengenai guru SMA yang dianggap sangat menyebalkan. Dalam curhatnya, sang adik bercerita bahwa dia dan teman-temannya kemudian sengaja menelusuri nama sang guru di dunia internet dan dengan segera menemukan amunisi untuk mempermalukan gurunya. Amunisi tersebut adalah foto sang guru dengan muka mabuk terlihat menenggak minuman keras. Sedangkan foto lainnya adalah saat si guru melakukan foto selfie hanya dengan lingerie.
Berdasarkan kisah-kisah tersebut, Aldi mengetahui betapa dasyatnya pengaruh internet dalam fondasi kehidupan sosial masyarakat. Sejatinya, tidak ada privasi di dunia internet. Privasi di dunia internet itu palsu! Karenanya, Aldi pun sangat berhati-hati saat mengunggah berbagai konten ke dunia digital. Sedapat mungkin, tidak ada konten yang sifatnya sangat pribadi dan dapat menjadi bumerang di kemudian hari.
Lebih lanjut lagi, Aldi juga aktif mengunggah konten yang sifatnya mempromosikan dirinya secara positif melalui blog, majalah internet, koran internet dan berbagai media internet lainnya. Jadi, jejak-jejak digital yang ditinggalkan Aldi pun tetap terjaga.
Mengenai Jurnalisme Digital
“Apa sih jurnalisme digital?”, “Makanan apaan tuh jurnalisme daring?” Mungkin pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terlontar saat kita berbincang mengenai jurnalisme digital. Untuk memberikan pemahaman bersama mengenai jurnalisme digital, saya memberikan definisi yang saya ambil dari Wikipedia.
Jurnalisme digital adalah bentuk kontemporer yang mana konten editorial didistribusikan melalui internet dan bukan melalui media cetak atau gelombang radio.
Karena dukungan faktor-faktor seperti rendahnya hambatan masuk, biaya distribusi yang murah, dan majunya teknologi komputer, telah menggiring praktik jurnalisme digital dalam skala global. Melalui internet, setiap warga dunia berhak dan dapat ikut andil dalam menentukan opini dunia di luar komunitas asalnya.
Kebebasan tersebut memberikan manfaat sekaligus masalah. Melalui internet, seseorang mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan berita dan membentuk opini massa dengan cara lebih mudah dibandingkan 600 tahun sebelumnya. Melalui internet, seseorang juga dapat dimanipulasi oleh cyber crime, misalnya dengan penyebar luasan konten-konten terunggah yang sifatnya sangat pribadi.
Mengetahui hal-hal tersebut di atas, tentu saja kita, khususnya kaum terpelajar perlu belajar pengetahuan jurnalisme digital. Pertanyaannya adalah, “Kenapa kita perlu belajar jurnalisme daring?”
Menurut pbs<dot>org, berikut ini adalah hal-hal yang menyebabkan setiap orang yang merasa menjadi bagian dari kaum terpelajar perlu belajar jurnalisme daring:
- Kita harus mengetahui caranya menjadi pengonsumsi cerdas media digital
- Kita harus mengetahui caranya menjadi kreator media digital yang terdidik dan terlatih
- Kita harus mengetahui cara menelusuri informasi di dunia internet secara pandai
- Kita harus mengetahui cara membaca dan menulis untuk dunia internet, melebihi pengetahuan mengenai cara menjadi penguntit di jejaring sosial
- Dunia bisnis ingin bekerja dengan orang-orang yang memiliki empat kemampuan di atas
Sekarang, apa manfaat yang dapat kita peroleh saat memiliki pengetahuan dan pengalaman jurnalisme digital? Berikut ini manfaat jurnalisme digital berdasar opini pribadi yang dirangkum melalui pengalaman dan hasil observasi dari berbagai sumber:
- Pengetahuan penulisan dan pemasaran berbasis SEO (Search Engine Optimization)
- Pengetahuan pemasaran konten internet
- Rekam jejak dunia digital yang positif dan profesional
- Pengalaman kerja yang berharga untuk era digital
Berdasarkan manfaat-manfaat tersebut, sudah seharusnya sistem pendidikan menyiapkan generasi pelajar masa depan bangsa agar siap hidup di era digital. Kemampuan analisis khususnya untuk memilah dan memilih informasi yang berguna dalam hal mengukur serta memecahkan masalah menjadi sangat esensial di masa mendatang. Lagipula, bukankah sebuah peradaban maju karena kemampuan analisis yang baik untuk memecahkan masalah?
Dunia Digital adalah industri yang dikendalikan konten
Content is where I expect much of the real money will be made on the Internet, just as it was in broadcasting. (Content Is King – Bill Gates (1/3/1996)).
Bill Gates, salah satu orang terkaya di dunia pernah membuat pernyataan pada tahun 1996 bahwa konten internet akan jauh lebih berharga daripada konten-konten yang pernah muncul melalui gelombang radio.
Kini, hal tersebut menjadi kenyataan bersamaan dengan munculnya para bilyuner-bilyuner baru yang mendapatkan kekayaannya melalui dunia internet. Sebagai bukti, silahkan ketahui sendiri seberapa besar kekayaan yang dikumpulkan oleh pendiri Yahoo!, Google, Facebook, Tumblr, atau Whatsapp.
Mereka menjadi bilyuner melalui cara-cara serta model bisnis yang mungkin tidak ternah diduga atau dianggap gila oleh para pebisnis yang masih hidup dalam bayang-bayang era konservatif. Melalui internet dan pengumpulan serta pemanfaatan data dalam skala masif, para bilyuner ini sudah dipastikan memengaruhi gaya reportase, opini publik dan dunia pemerintahan.
Dalam hal gaya reportase, jika kita tidak membuat berita berbasis SEO, kecil kemungkinan akan diperhatikan orang. Jika kita membuat reportase atau berita di internet berbasis SEO, berarti kita sudah membuat berita yang sifatnya pull information. Para pengguna internet melihat dan membaca reportase kita karena memang mereka membutuhkannya. Mereka cenderung mengabaikan reportase yang sifatnya push information.
Saya sendiri sudah membuktikan dengan banyaknya artikel buatan sendiri yang berbasis SEO, masih dan pernah muncul di halaman 1 (satu) Google.co.id, antara lain artikel-artikel dengan kata kunci “eksportir ikan hias”, “eksportir ikan”, “pelayanan pelanggan”, “langkah hadapi masalah”, dan masih banyak lagi.
Ada juga artikel-artikel Bahasa Inggris yang masih dan pernah muncul di halaman 1 (satu) Google.com serta Google.co.in, antara lain artikel dengan kata kunci “neuromarketing to women”, “coital cephalgia”, dll.
Kemudian mengenai opini publik, kita dapat melihat dengan gamblang bahwa internet menjadi media yang dengan sangat cepat menggiring opini publik untuk memperbincangkan suatu topik, membentuk koalisi sosial (ingat grup Facebook yang membela satpam penendang “hantu” di Bandung?), atau menggunjingkan perilaku seseorang (masih ingat kasus Dinda dengan curhatnya di akun Path mengenai ibu-ibu hamil?).
Hal terakhir mengenai dunia pemerintahan, kita tentu sudah mengetahui bagaimana kalang kabutnya pemerintah Amerika Serikat, mendapat cap melakukan cyber crime melalui peretasan data pribadi, serta sempat dan masih membuat berang para sekutunya, termasuk Pemerintah Jerman atas operasi-operasi Global Surveillance yang dibocorkan oleh warga negaranya sendiri yang bernama Edward Snowden, seorang profesional bidang komputer.
Sangat terlihat jelas dari contoh-contoh di atas bahwa dunia digital beserta masifnya data-data yang dapat dikumpulkan dengan perantaraan internet telah memengaruhi gaya reportase, opini publik dan dunia pemerintahan masa kini.
Peran Deutsche Welle sebagai salah satu media internasional yang berpengaruh
Berbicara khusus mengenai pengaruh yang ditimbulkan masing-masing pihak, khususnya dunia pemerintahan melalui perantaraan internet. Deutsche Welle – Gelombang Jerman, dapat menjadi salah satu contoh yang baik. Deutsche Welle didirikan tahun 1953 oleh Pemerintah Jerman Barat untuk menjalankan fungsi-fungsi yang berdekatan dengan tugas Departemen Luar Negeri sebelum akhirnya menjadi badan independen pada tahun 1960.
Meski sudah menjadi badan independen, Deutsche Welle tetap menjalankan tugas dan fungsi yang berdekatan dengan representasi pemerintah Jerman di berbagai media publikasi. Keaktifan Deutsche Welle di media internet dimulai pada 1994 dengan URL www.dwelle.de, kemudian berganti ke www.dw-world.de hingga akhirnya di tahun 2012 menggunakan URL www.dw.de
Dalam situs www.dw.de, terlihat jelas bahwa Deutsche Welle mencoba mendekatkan diri dengan dunia melalui reportase berbagai kejadian di Eropa Barat (misal: Denmark leads the charge in renewable energy), Eropa Timur (misal: Clashes in Slovyansk), Amerika (misal: Spurs knock Nowitzki’s Dallas Mavericks out of NBA Playoffs), Timur Tengah (misal: Syria’s war children face uneducated future), Afrika (misal: Dim outlook for peace in South Sudan), Asia (misal: Report criticizes Pakistan media situation), termasuk di dalamnya Indonesia (misal: FBI Ikut Selidiki Kasus Pedofilia di JIS, SMI: Bailout Century untuk Selamatkan Indonesia).
Deutsche Welle juga mencoba memberikan pengaruh sebaik mungkin melalui kanal-kanal Dunia, Jelajah Jerman, Iptek, Olahraga, Sosbud, Blogwatch, hingga Belajar Bahasa Jerman yang dapat diakses dalam 30 bahasa.
Bagaimana dengan opini publik dari para pembaca dan pemerhati Deutsche Welle? Mereka dapat memberikan masukan dan komentar mengenai reportase Deutsche Welle antara lain melalui jejaring sosial Facebook DW (Bahasa Indonesia) yang sudah memiliki lebih dari 291.000 likes, Facebook DW (English) yang sudah memiliki lebih dari 280.000 likes dan berbagai media internet lainnya.
Adanya Indovision – DW Journalist Competition 2014 juga menunjukkan bahwa publik memiliki pengaruh terhadap cara Deutsche Welle beroperasi. Melalui kompetisi ini, masyarakat bebas untuk berpartisipasi dalam media interaktif.
Lebih lanjut lagi, dalam laman Kompetisi Jurnalis 2014, Deutsche Welle mencoba untuk menarik peserta dengan kata-kata kunci “Indovision”, “dw”, “deutschw welle”, “gmf”, “global media forum”, “kompetisi”, “perlombaan”, “Jerman”, “Bonn”. Catatan penulis: Sekedar masukan terhadap penggunaan kata kunci. Sebenarnya penggunaan istilah “tag” lebih tepat dan lebih baik lagi jika pilihan tag yang ada lebih tajam dan mengerucut, misalnya “Indovision – DW” atau “Kompetisi Jurnalis 2014”.
Lalu, bagaimana hasil dari implementasi taktik yang sudah dijalankan Deutsche Welle? Tentunya masuk dalam golongan lima besar broadcaster dunia sudah menunjukkan hasil yang sangat baik.
Peran pengetahuan jurnalisme digital dalam menghadapi perubahan global
Sudah setengah tahun berlalu sejak Aldi aktif mengunggah konten yang sifatnya mempromosikan dirinya secara positif melalui berbagai media internet. Aldi juga sudah mengecek jejak-jejak digital yang ditinggalkan namanya dengan perantaraan Google dan hasilnya bisa dikatakan bersih. Sama sekali tidak ada konten dalam bentuk gambar, kalimat, atau hal-hal lainnya yang dapat memberikan konsekuensi negatif.
Bahkan, karena Aldi rajin mengunggah konten-konten positif, kini dia mendapatkan pekerjaan di suatu perusahaan yang sangat memerlukan tenaga kerja seperti dirinya. Tenaga kerja yang memiliki kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang berhubungan dengan jurnalisme digital. Aldi sudah menunjukkan bahwa dia siap menghadapi dan beradaptasi dengan perubahan global.
Sekarang, bagaimana dengan Anda? Siapkah Anda menghadapi perubahan global?